Anak Susah Makan? Coba Menu Nugget Ikan Kembung

2 months ago 41

Liputan6.com, Semarang - Upaya menekan angka tengkes atau stunting ternyata tak hanya bergantung pada menu bergizi saja. Kondisi balita yang seringkali melakukan Gerakan Tutup Mulut sehingga sulit disuapi juga berpengaruh. Jika dipaksa, akan menimbulkan dampak psikologi juga. 

Kondisi itu menjadi perhatian para mahasiswa Undip dari Tim 144 yang KKN Tematik di Kelurahan Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Menurut penanggung jawab KKN, Maria Simarmata, selain mencoba mengedukasi ibu-ibu dengan pembuatan nugget sehat dari ikan kembung, wortel, dan bayam, serta sumber daya lokal lainnya, juga menyentuh hal teknis. "Misi besar kami adalah mempercepat penurunan angka stunting di Indonesia," kata Maria.

Agar menarik dan interaktif, kegiatan dikemas dengan praktek memasak bersama atau live cooking. Acara melibatkan ibu-ibu muda ini digelar dengan memanfaatkan sumber daya lokal. “Kami pilih ikan kembung karena mudah didapat dengan harga murah, dan kaya protein serta omega-3 untuk perkembangan otak anak,” kata Maria Simarmata.

Salah satu peserta mengaku sangat tertarik karena anaknya susah makan. “Tetapi ternyata dengan bentuk nugget ikan kembung ini dia suka, membuatnya juga mudah," katanya.

Sebelas Langkah Krusial

Berdasarkan riset lapangan Tim 144 KKN Tematik Undip, memang balita cenderung memilih makanan yang manis atau bertekstur menyenangkan, seperti nugget. Pemberian nugget ini sebagai pengenalan makanan sehat seperti sayur, buah, dan whole grain secara bertahap pada balita. Tujuannya membentuk kebiasaan makan yang baik, karena makanan olahan pabrik sering membuat anak sulit mengonsumsi makanan berserat.

"Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa 48,9% balita di Indonesia memiliki asupan energi kurang dan 23,6% kurang asupan makanan yang beragam karena sulit menerima makanan yang tidak diolah karena tekstur atau rasa yang kurang menarik dibandingkan makanan olahan seperti nugget," kata Maria.

Ada 11 kegiatan holistik yang dirancang untuk menyasar gizi anak, kesehatan mental ibu, dan peran keluarga. Pertama, “Isi Piringku: Piring Kecil, Gizi Besar!” mengajarkan porsi makan seimbang untuk balita. Kedua, “Dapur Cermat: Kelola Uang, Sehatkan Keluarga!” membimbing ibu mengelola anggaran belanja demi kebutuhan gizi.

Ketiga, “Makan Jadi Ceria, Anak Tumbuh Bahagia!” membantu ibu menghadapi Gerakan Tutup Mulut Balita tanpa stres. Keempat, “Ayah SIAP: Siaga Peran untuk Ibu Sehat dan Anak Pintar” mendorong ayah terlibat aktif dalam pengasuhan. Kelima, “Dari Ibu, Untuk Ibu” jadi ruang aman bagi ibu-ibu untuk berbagi pengalaman dan menjaga ketahanan mental. "Ada juga 'Piring Pelangi' untuk memvalidasi tekanan emosional ibu saat fase MPASI melalui diskusi reflektif," katanya.

Kemudian "Ramuan Cinta dari Ibu” mengenalkan manfaat rempah lokal untuk gizi anak, “Data Desa Sehat” meningkatkan kapasitas kader posyandu dalam pendataan digital kesehatan balita. Berikutnya, “Data Lengkap, Gizi Tepat, Ibu Kuat, Anak Hebat" yang juga fokus pada pendataan akurat. Kesepuluh, “Harmoni Sejak Dini” membantu keluarga mengatasi sibling rivalry dengan tenang.

Terakhir, “Orang Tua Tenang, Bayi Tenang” menekankan pentingnya regulasi emosi dalam pengasuhan. “Kami ingin kegiatan ini dekat dengan warga, praktis, dan langsung bisa dipakai,” kata Maria. 

Maria berharap agar pendekatan aplikatif tersebut bisa menjadi pemicu perubahan besar di tingkat komunitas.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |