Liputan6.com, Jakarta Polisi menangkap lima orang terduga pelaku perburuan liar di wilayah Kecamatan Surade dan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Para pelaku disebut-sebut menggunakan senjata api rakitan jenis cuplis untuk berburu babi hutan tanpa izin resmi.
Kapolres Sukabumi, AKBP Samian mengatakan, penangkapan ini sebagai tindak lanjut laporan masyarakat yang resah atas aktivitas berburu liar di sekitar lahan pertanian warga dan kekhawatiran atas penggunaan senjata api rakitan.
“Aktivitas seperti ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga membahayakan keselamatan masyarakat,” ujar AKBP Samian, Selasa (14/10/2025).
Penangkapan dilakukan pada Minggu (28/9/2025) sekitar pukul 11.00 WIB di Kampung Salenggang, Desa Gunung Sungging, Kecamatan Surade.
Dari tangan mereka, polisi menyita lima pucuk senjata api rakitan laras panjang jenis cuplis, enam butir peluru tajam kaliber 5,56 mm, dan empat tas yang digunakan untuk membawa senjata.
Kelima pelaku masing-masing berinisial H (31), M (43), D (30), I (55), dan Hd (57). Mereka diduga telah beberapa kali melakukan perburuan di sejumlah lokasi. Mulai dari Gunung Wayang, Solokan Pari, Pasirtengah, Batukarut, Pasir Gancleng, hingga kawasan Vila Amanda Ratu dan Pandan.
“Tidak satupun dari para pelaku memiliki izin kepemilikan senjata atau izin berburu. Saat ini mereka masih menjalani pemeriksaan di Polres Sukabumi,” terang dia.
Pelaku dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Serangan babi hutan atau celeng, terjadi di Kabupaten Tegal,Jawa Tengah.
Insiden Babi Hutan Mengamuk
Kasus ini bermula dari peristiwa seorang warga yang terluka akibat diseruduk babi hutan yang sebelumnya tertembak oleh para pelaku.
Korban adalah Edi (43), warga Kampung Ciburial, Desa Pangumbahan, terluka ketika sedang memanen cabai di kebun.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi, Iptu Hartono, menjelaskan bahwa babi itu mengamuk karena peluru dari senjata rakitan tidak menembus, sehingga hewan tersebut justru menyerang warga.
“Karena senjatanya rakitan, peluru tidak menembus dan babi justru mengamuk menyerang warga,” ujar Hartono.
Keuntungan bagi Petani
Di sisi lain, Kepala Dusun Pangumbahan, Budiman, memberikan sudut pandang berbeda dari cerita masyarakat setempat.
Penangkapan ini membuka fakta dilematis. Di mana aktivitas perburuan yang dianggap ilegal, di sisi lain justru menguntungkan petani setempat.
Menurutnya, keberadaan para pemburu babi hutan tersebut justru sangat menguntungkan bagi warga.
"Warga di wilayah Cibuaya Kampung Batu Namprak banyak menanam palawija, seperti singkong, semangka, dan cabai. Sejak adanya pemburu, lahan palawija warga kami merasa aman dari serangan babi hutan," kata Budiman.
Menurut Budiman, warga justru tidak merasa resah. "Warga kami sebetulnya tidak ada yang diresahkan. Justru ketika perburuan babi hutan berlangsung, warga antusias ikut membantu," tambahnya.
Kronologi Korban Diseruduk
Pada kesempatan ini, Budiman juga meluruskan insiden penyerudukan yang dialami oleh warganya. Saat itu Ardiansyah sedang memanen cabai bersama istri dan warga lain di lokasi yang posisinya jauh dari area perburuan.
"Saat mendengar teriakan 'babi lewat', korban ini spontan mengambil cangkul kecil (alat pertanian) dan keluar dari kebunnya yang berjarak sekitar satu petak sawah," jelasnya.
Edi bermaksud memukul babi itu. Namun, dia terjatuh tepat di depan babi yang sedang dikejar dan ketakutan. Babi itu kemudian menyeruduknya.
Peristiwa ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak warga meminta agar perburuan liar segera ditertibkan karena berpotensi menimbulkan korban lain, terlepas dari manfaatnya bagi pertanian.