Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk tidak melanjutkan wacana BMAD benang POY dan DTY mendapatkan apresiasi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Hal tersebut diutarakan oleh Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne P Sutanto. Apindo mengapreasiasi dan berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto serta Kementerian Perdagangan untuk tetap mendukung program hilirisasi berdaya saing. Dirinya menekankan, pada prinsipnya API dan Apindo meyakini bahwa pemerintah mempunyai data yang jauh lebih akurat dan detail mengapa kebijakan BMAD tidak dilanjutkan.
"Harapan kami sebelum APSyFI mengelola data anggotanya dulu secara terperinci. Karena persyaratan BMAD juga cukup konkret dan spesifik sehingga jangan sampai kebijakan pemerintah Indonesia di-challenge negara lain di WTO. Itu saran kami dari Apindo. Karena ini justru merugikan reputasi Indonesia apabila challenge negara lain tidak dapat didefend dengan data yang akurat," paparnya.
Lebih lanjut Ane yang juga menjabat selaku Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) ini menjelaskan awal penolakan BMAD Benang POY dan DTY yang tidak dilanjutkan oleh Kementerian Perdagangan. Menurut Anne, sebelum Menteri Perdagangan memutuskan tidak melanjutkan wacana BMAD Benang POY dan DTY, perwakilan dari APSyFI, API serta Apindo sudah diundang Kementerian Perdangan guna menghadiri pertemuan yang dihadiri Kemenperin, Kemenkeu, KPPU dan KADI.
"Jadi sudah didengarkan fakta dan argumen serta detail detail yang disampaikan masing-masing asosiasi. Setelah itu ada rapat koordinasi, dari rapat tersebut API juga menyampaikan komitmennya bahwa anggota API akan support kapasitas anggota APSyFI dengan standard market yang ada," ujarnya.
Anne menambahkan bahwa, pihak API dan Apindo telah berulang kali menyampaikan kepada APSyFI dan mengajak untuk berkolaborasi dan konsolidasi mengenai kapasitas POY dan DTY agar bisa dioptimalkan oleh industri tekstil turunan supaya tetap memiliki daya saing. "Kami (API) berkomitmen untuk tetap atas POY dan DTY dimonitor impornya oleh pihak kementerian teknis yaitu Kemenperin untuk PI dan Perteknya," jelasnya.
Lebih lanjut Anne menambahkan bahwa melalui siiNas, Kemenperin mengimbau agar seluruh pelaku industri mengisi dengan benar dan sesuai sehingga pemberlakuan PI dan Pertek tepat sasaran dan harmonisasi produksi dan impor tetap bisa diselaraskan sesuai dengan prinsip ekonomi Pancasila. Sehingga dengan adanya harmonisasi ini dapat mencegah oversupply dan dumping. Sehingga produsen nasional tetap memiliki daya saing.
Dirinya juga menyampaikan, kekhawatiran APSyFI bahwa produksi dari anggotanya tidak optimal diserap industri TPT turunan adalah tidak berdasar. Hal ini sudah disaksikan saat Apindo mengumpulkan API dan APSyFI bersama dengan perwakilan 101 perusahaan tekstil guna mendengarkan komitmen mereka untuk tetap membeli apa yang diproduksi oleh anggota Apsyfi selaku produsen POY secara optimal dan sesuai praktik bisnis selayaknya.
Anne yang juga menjabat Ketua Bidang Perdagangan Apindo mengapreasiasi dan berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto serta Kementerian Perdagangan untuk tetap mendukung program hilirisasi berdaya saing. Dirinya menekankan, pada prinsipnya API dan Apindo meyakini bahwa pemerintah mempunyai data yang jauh lebih akurat dan detail mengapa kebijakan BMAD tidak dilanjutkan.
"Harapan kami sebelum APSyFI mengelola data anggotanya dulu secara terperinci. Karena persyaratan BMAD juga cukup konkret dan spesifik sehingga jangan sampai kebijakan pemerintah Indonesia di-challenge negara lain di WTO. Itu saran kami dari Apindo. Karena ini justru merugikan reputasi Indonesia apabila challenge negara lain tidak dapat didefend dengan data yang akurat," paparnya.
Presiden Jokowi melarang aktivitas berbelanja pakaian bekas impor atau thrifting karena sangat merugikan industri tekstil dalam negeri. Para pedagang pun resah karena menurut mereka itulah sumber mata pencaharian mereka selama ini.