Berubah dari Open Dumping ke Sanitary Landfill, Perbaikan Sistem Pengelolaan TPA Kopi Luhur Cirebon Dipercepat

3 months ago 102

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Jawa Barat (Jabar) melakukan percepatan perbaikan sistem pengelolaan sampah di Kota Cirebon, khususnya di tempat pembuangan akhir (TPA) Kopi Luhur yang masih menggunakan metode open dumping atau pembuangan terbuka.

Menurut Sekertaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman, percepatan perbaikan sistem pengelolaan sampah Pemerintah Jabar ini dilakukan bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI.

"Cirebon hari ini terperangkap dengan penanganan open dumping, tentu tidak layak,” ujar Herman usai mendampingi Menteri LH Hanif Faisol ke TPA Kopi Luhur, Jumat (13/6/2025).

Herman mengatakan sistem open dumping dinilai tidak efisien dan berpotensi mencemari lingkungan, terutama karena volume sampah terus meningkat sementara kapasitas TPA terbatas.

KLH merekomendasikan penerapan sanitary landfill, yang mana sampah ditimbun, dipadatkan, dan ditutup tanah untuk meminimalkan dampak negatif.

"Pengambilan keputusan ada di kepala daerah, operasionalisasinya ada di Sekda. Tidak ada cara lain kecuali kita eksekusi dari hari ini, jangan sampai kita nunggu dulu terjadi ledakan sampah," kata Herman.

Herman menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah.

Jumlah sampah di Kota Cirebon sendiri tergolong tinggi, sementara fasilitas pengelolaannya masih terbatas. Herman mengakui bahwa pengelolaan sampah di Jabar belum ideal, sehingga diperlukan akselerasi perbaikan.

"Pengurangan, pemanfaatan, dan daur ulang sampah di tingkat rumah tangga sangat krusial. Sampah harus dilihat sebagai sumber daya, bukan limbah,” jelas Herman.

Untuk itu Herman akan berkoordinasi dengan para sekda kabupaten dan kota untuk memastikan langkah progresif.

Herman juga menekankan pentingnya penanganan sampah dari hulu ke hilir, melibatkan seluruh pihak mulai dari pemerintah daerah hingga masyarakat.

Sanksi TPA Kopi Luhur Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol memberikan tenggat waktu enam bulan bagi Kota Cirebon dan daerah lain di Jabar untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah.

Hanif menegaskan bahwa open dumping harus dihentikan karena melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“TPA Kopi Luhur sudah terkena sanksi administrasi. Dalam enam bulan ke depan, harus beralih ke sanitary landfill atau minimal controlled landfill,” sebut Hanif.

Hanif juga menyoroti target nasional pengurangan sampah sebesar 51 persen pada tahun ini dan 100 persen pada 2029, sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025. Untuk mencapainya, daerah perlu memperkuat fasilitas seperti Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dan pusat daur ulang.

“Fasilitas bisa kita bantu siapkan, tapi kesiapan masyarakat juga penting. Maka mari kita bangun fondasi yang kuat sejak sekarang,” ucap Hanif.

Dengan langkah-langkah konkret ini, diharapkan tidak hanya mencegah krisis lingkungan, tetapi juga mengoptimalkan potensi ekonomi dari pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Simak Video Pilihan Ini:

Aksi Kocak Pak Bhabin Nyanyi dan Joget Bareng Mbah-mbah di Posyandu Lansia

Profil TPA Kopi Luhur

Dilansir laman Pemerintah Kota Cirebon yang diterbitkan Selasa, 17 Januari 2023, Kepala UPT TPA Kopiluhur DLH Kota Cirebon, Cecep Rohimat menjelaskan, kawasan TPA Kopiluhur memiliki luas 14 hektar. Namun yang digunakan untuk pengelolaan sampah mencapai 7-8 hektar, terbagi menjadi lima zona, selain ada pula ruang penghijauan.

“Untuk zona 1,2 dan 3 saat ini sedang dilakukan perbaikan agar bisa menampung volume sampah. Karena dalam sehari ada 80 rit atau angkutan sampah. Dari 80 rit itu setara dengan 200 ton,” katanya.

Dengan jumlah angkutan dan volume sampah yang ada, kata Cecep, daya tampung TPA Kopiluhur bisa diprediksi akan mencapai volume maksimal hingga tiga tahun mendatang. Oleh sebab itu, pihaknya akan terus berupaya mengantisipasi agar daya tampung tidak melebihi kapasitas.

“Prediksi tiga tahun ini hanya perkiraan. Karena kami juga saat ini sedang membuat kantong untuk pembuangan sampah, terutama di zona 1, 2, dan 3. Selama menyiapkan kantong, kita juga membuka akses untuk alat berat dan truk operasional,” terangnya.

Cecep mengungkapkan menjelaskan, sistem pengelolaan sampah di TPA Kopiluhur masih menggunakan sistem open dumping, yakni sampah diratakan menggunakan alat berat lalu diurug dengan tanah.

“Kita belum menerapkan sistem sanitary landfill karena untuk sampai ke situ salah satunya perlu ada jembatan timbang untuk mendeteksi volume sampah yang masuk. Dan saat ini kita belum punya,” katanya.

Cecep juga mengakui, di lingkungan TPA Kopiluhur terdapat ratusan masyarakat yang mencari nafkah dengan memungut sampah. Keberadaan mereka turut mengurangi volume sampah hingga satu ton dalam sehari.

“Di TPA ini juga ada sumber mata air bersih. Kita rutin menyalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, baik untuk masjid, hingga masyarakat secara umum,” ucapnya.

Selain itu, UPT TPA Kopiluhur juga berupaya memberdayakan masyarakat sekitar dengan merekrut mereka yang memiliki keahlian, misalnya supir truk hingga operator alat berat.

“Intinya kita di sini, ingin berupaya maksimal dengan kondisi yang ada, terutama hal teknis agar pengelolaan sampah di Kota Cirebon bisa berjalan baik,” katanya.

Metode Pengelolaan Sampah

Dilansir laman waste4change, menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2008, sebelum sampah diangkut ke tempat pengelolaan atau tempat pendauran ulang, maka terlebih dahulu akan ditampung di Tempat Penampungan Sementara (TPS).

Namun, tidak semua sampah dari TPS harus diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pemilahan sampah yang dilakukan di TPS justru dapat mengurangi jumlah sampah yang dibawa ke TPA. Di TPA, sampah akan diproses dan dikembalikan ke media lingkungan secara aman dengan beberapa metode.

Terdapat beberapa metode untuk tempat pengelolaan sampah, di antaranya yaitu:

1.⁠ ⁠Sanitary Landfill

Sistem pengelolaan sampah melalui cara menumpuk sampah di lokasi tanah yang berbentuk cekung, kemudian dipadatkan, dan ditimbun dengan tanah.

Penutupan ini dilakukan agar mengurangi bau yang ditimbulkan sampah dan mempercepat pembusukan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau lebih cepat.

Untuk menggunakan metode ini, harus memenuhi beberapa syarat, yaitu tersedianya lahan atau tempat yang luas, tanah untuk menimbun, dan alat-alat besar.

2.⁠ ⁠Controlled Landfill

Sistem pengelolaan sampah melalui cara memadatkan dan meratakan sampah menggunakan alat berat, kemudian dilapisi dengan tanah setiap lima hari sampai seminggu sekali.

Cara ini dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan lahan, kestabilan permukaan TPA, mengurangi bau dan timbulnya gas metana, serta mencegah tempat pembuangan sampah menjadi perkembangbiakkan hewan lalat.

Dalam menggunakan metode ini, diperlukan ketersediaan beberapa fasilitas, seperti alat berat, pengendali gas metana, saluran drainase, saluran pengumpul air lindi dan instansi pengolahannya, juga pos pengendalian operasional.

3.⁠ ⁠Open Dumping

Sistem pengelolaan sampah di tanah cekungan yang terbuka tanpa ditutup atau dilapisi dengan tanah. Cara ini dianggap sederhana karena memanfaatkan topografi lahan. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sampah, pembuatan TPA harus memenuhi beberapa syarat, yaitu tidak dekat dengan sumber air yang digunakan untuk kebutuhan manusia, bukan di daerah rawan bencana banjir, dan jauh dari tempat tinggal manusia (berjarak sekitar 2 km dari perumahan penduduk).

Pengelolaan Sampah Open Dumping dan Dampaknya

Dari ketiga metode pengelolaan sampah, open dumping adalah metode yang dinilai lebih banyak memberikan dampak negatif dan membahayakan. Open dumping tidak lagi direkomendasikan karena kondisinya yang tidak lagi memenuhi syarat teknis suatu TPA sampah berdasarkan peraturan pemerintah.

Metode open dumping yang berupa tanah cekungan terbuka dinilai membahayakan karena sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa proses apapun, ataupun penutupan tanah.

Oleh karena itu, pemerintah membentuk sistem controlled landfill yang merupakan peningkatan dari open dumping. Polanya dilakukan dengan penimbunan sampah dengan lapisan tanah setiap tujuh hari, dan pemadataan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA. Umumnya, metode ini banyak di kota sedang dan kecil.

Bahaya pengelolaan sampah open dumping adalah air dan tanah dapat tercemar, disebabkan oleh cairan lindi dan gas metana, karbon dioksida, amoniak, hidrogen disulfida, dan lainnya.

Zat-zat tersebut dapat menimbulkan reaksi biokimia hingga terjadi ledakan dan kebakaran. Selain itu, tempat pembuangan sampah yang tidak ditutup ini menjadi sarana perkembangbiakkan hewan-hewan seperti lalat, tikus, nyamuk, dan kecoa.

Sejak tahun 2013, sistem pembuangan terbuka atau open dumping sudah dilarang penggunaannya. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 pasal 44 dan 45 yang menyatakan bahwa TPA harus menerapkan sistem sanitary landfill dan controlled landfill.

Selain itu, metode open dumping dapat mengancam kualitas udara yang berdampak pada kesehatan dan mendorong perubahan iklim akibat gas metana yang dihasilkan.

Namun, sistem ini tetap dibutuhkan karena dapat mengurangi limbah dari sumbernya, mengolah lebih lanjut limbah yang menghasilkan residu, dan menangani limbah yang sulit terurai secara biologis atau kimia. Isolasi perlu dilakukan agar dapat mencegah permasalahan sampah yang ditimbulkan dengan metode ini.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |