Dari Perbukitan Siluk Imogiri, Tembakau Kedu Sili Perkuat Identitas Ekonomi Bantul

3 days ago 11

Liputan6.com, Bantul - September hingga Oktober merupakan musim panen raya tembakau di kawasan perbukitan Pegunungan Seribu, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Merambah ke berbagai pasar tradisional, 'Mbako Siluk' ratusan tahun terus memperkuat roda ekonomi dan menjelma sebagai identitas khas Wong Mbantul.

Lebih dari 2.000 hektar area persawahan di lereng-lereng perbukitan Pegunungan Seribu yang membentang timur ke barat sisi selatan Desa Selopamioro menjadi area tanam tembakau varietas 'Kedu Sili'.

Ditanam setahun sekali pada Juli, kemudian dipanen hingga Oktober, Kedu Sili merupakan komoditas andalan petani sana.

Jumat pagi 10 Oktober 2025, salah satu petani sekaligus pedagang besar Mbako Siluk, Budimin (57) di rumahnya RT 02 Dusun Srunggo Dua, Desa Selopamioro, di halaman rumahnya, terhampar puluhan wadah bambu berisi rajangan tembakau yang dikeringkan. Di belakang rumahnya, tiga tenaga kerja pria merajang daun-daun tembakau.

"Warga di sini sejak dulu adalah petani tembakau, mewarisi dan meneruskan apa yang dulu pernah dilakukan orang tua, termasuk saya. Dulu area tanam tembakau masuk wilayah Desa Siluk, sebelum digabungkan menjadi Desa Selopamioro, makanya disebut Mbako Siluk," kata Budimin mengawali ceritanya.

Dari petani, Budimin kemudian menjajal sebagai pengumpul panenan tembakau. Sebagai pedagang lebih dari 25 tahun, Budimin telah memasarkan Mbako Siluk ke pasar tradisional mulai dari Gunungkidul, Bantul, Kota Yogyakarta sampai Kulon Progo.

Membidik penikmat rokok lintingan, pasar tradisional sejak dulu menjadi ruang menjangkau pembeli langsung. Sebagai pedagang besar, selama musim panen berlangsung Budimin mampu menyerap tembakau kering hingga dua ton. Pasokan dalam jumlah besar inilah yang kemudian didistribusikan ke pelanggannya hingga musim panen berikutnya.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2026 mendatang. Keputusan diambil pascadiskusi dengan sejumlah pelaku industri rokok Tanah Air.

Perputaran Roda Perkonomian

Besaran pasokan yang dibutuhkan Budimin seperti menggambarkan fakta bagaimana luasnya perputaran roda perekonomian Mbako Siluk bagi masyarakat Selopamioro. Disuplai dari puluhan petani, daun-daun tembakau yang dibeli Budimin harus dipetik sendiri dengan mengerahkan empat orang pekerja.

Di rumah, daun-daun tembakau ini kemudian digulung dan disimpan selama tiga hari. Di hari keempat, kemudian dirajang tiga pekerja selama dua bulan penuh dan langsung dijemur langsung di bawah matahari selama tiga hari oleh empat pegawainya.

"Harga beli dari petani dan harga jual ke konsumen berbeda, tergantung kualitasnya. Di kala panen, posisi daun mempengaruhi kualitas rasa, aroma dan bentuk. Kebiasaan disini, satu pohon tembakau dipanen lima kali," ucap Budimin.

Dimulai dari daun dari pangkal, petikan daun tingkat pertama dan kedua setiap kilogram basah dibeli Budimin paling mahal Rp 4.000. Kemudian daun ditingkatkan ketiga, keempat dan kelima (pucuk) harganya belinya Rp 7.000 sampai Rp 8.000 per Kg daun basah.

Daun panenan satu dan dua yang sudah kering tanpa dirajang, Budimin menjualnya ke pabrik rokok di Klaten dan Temanggung, Rp 5.000 per Kg-nya. Sedangkan daun petikkan ketiga sampai kelima, dalam bentuk rajangan kering dijual Rp 100.000 sampai Rp 250.000 per Kg-nya. Mbako Siluk rajangan pada penjualan di eceran dihargai Rp 35-40 ribu setiap ons-nya.

"Secara individu, petani tembakau di sini lebih menyukai menyimpan tembakau rajangan. Mereka menjadikannya tabungan, jual tunda saat membutuhkan uang. Saya tidak bisa melakukan itu, karena memenuhi permintaan konsumen," kata Budimin.

Tak Hanya Borong Hasil Panen

Selain memborong hasil panen, Budimin mengaku juga menerima tembakau rajangan daun tingkat tiga sampai kelima yang selama disimpan.

Dirinya mengaku berani memberikan harga tinggi per kilogramnya karena Mbako Siluk semakin lama disimpan semakin berkualitas rasanya.

Karena letak daun dan cara perawatan, Budimin mengaku harus membuat standarisasi kualitas rasa tembakau berdasarkan permintaan konsumen. Dalam setiap kantong tembakau, dirinya mencantumkan kode nama petani yang menunjukkan area lahan dan nomor urut petikan daun.

"Ini untuk memenuhi permintaan pembeli yang sudah fanatik dengan rasa. Sehingga kode di kantong bisa bertuliskan Suharso 3, Suharso 4, dan Suharso 5. Sehingga memudahkan pencarian," terang Budimin.

Guna memperdalam informasi Mbako Silut, Ketua Kelompok Petani Tembakau Bhumi Mukti, Saridi (51) menceritakan awal mula penanaman tembakau di kawasan ini berasal dari pembudidayaan di jaman Sri Sultan Hamengku Buwono VII sampai ke VIII. Hasil panenan itu kemudian dijadikan seserahan pada Keraton Ngayogyakarta.

"Varietas Kedu Sili adalah tembakau yang cocok dengan tanah di sini. Dulu pernah dicoba varietas tembakau Sadana dan Virginia, namun dari cekel (sentuhan), gondo (bau), roso (rasa) dan rupa (warna) tidak ada yang mampu mengalahkan Kedu Sili," papar Saridi.

Karena menjadi komoditas sekali tanam setahun sekali, petani di sela-sela pergantian musim menanam komoditas hortikultura seperti bawang merah, cabai dan padi. Namun setelah itu, tembakau tetap dipilih sebagai tanaman utama yang dinilai menghasilkan uang lebih besar.

Beranggotakan 312 petani, Saridi memaparkan luasan area tanam Mbako Siluk tersebar di pedukuhan Kajor Kulon, Siluk 1, Kalidadap 1, Kalidadap 2, Srunggo 1, Srunggo 2, dan Plemantung. Dengan tingkat produksi 800 Kg tembakau basah.

Sistem Tunda Jual

Mengenai sistem 'tunda jual', Saridi mengatakan selain sudah dilakukan turun temurun, karena dijadikan tabungan. Sistem ini diberlakukan untuk mengontrol harga jual agar tidak turun. Pasalnya petani dan pedagang kecil, secara parsial mencari pasar sendiri-sendiri.

Karena telah menjadi satu komoditas pertanian andalan Bantul, para petani Mbako Siluk berhak mendapatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dari pemerintah pusat. Selama tiga tahun terakhir, setiap petani mendapatkan bantuan tunai Rp 600 ribu setiap tahunnya. Tahun ini ada kemungkinan naik menjadi Rp 700 ribu.

"Dari Pemkab Bantul, selain membantu sarana prasarana dan infrastruktur pertanian. Kita juga mendapatkan berbagai pelatihan mengenai pola tanam serta tata kelola mengenai Industri Hasil Tembakau (IHT)," kata Saridi.

Meski sudah menjadi identitas Bantul, namun Saridi menyatakan kalangan petani tidak ingin menjual hasil panen dalam bentuk rokok batangan. Selain mahalnya pembayaran cukai, penjualan dalam kemasan akan mempersempit pasar Mbako Siluk. Pasalnya pasarnya dari dulu sampai sekarang adalah penikmat lintingan.

Saridi menegaskan sesuai aturan, selama dijual dalam bentuk rajangan tanpa kemasan, setiap penjualan Mbako Siluk tidak dikenai cukai rokok.

Dihubungi Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Bantul, Joko Waluyo membenarkan Pemda telah memberikan perhatian kepada komoditas Mbako Siluk karena telah menjadi identitas Bumi Projotamansari.

Meski dicoba memperluas area tanam hingga Kecamatan Piyungan, Pleret, Dlingo, dan Pundong namun varietas Kedu Sili asal Selopamioro, Imogiri masih merupakan yang terbaik.

"Kami tidak ingin komoditas ini hilang. Mengingat betapa besar perputaran uangnya bagi petani," pungkas Joko.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |