Liputan6.com, Jakarta Tujuh tahun pascagempa, tsunami dan likuifaksi yang melanda Kota Palu pada 28 September 2018, Pelabuhan Pantoloan kini menegaskan kebangkitannya sebagai simpul logistik modern di Sulawesi Tengah. Dari pelabuhan yang sempat lumpuh total, kini Pantoloan tumbuh menjadi terminal peti kemas yang efisien, terdigitalisasi dan berstandar nasional, dengan capaian kinerja yang terus meningkat.
Berdasarkan data konsolidasi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, hingga September 2025 aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Pantoloan menunjukkan tren pertumbuhan positif pada sejumlah indikator utama, terutama arus peti kemas (TEUs) dan arus kapal.
General Manager Pelindo Regional 4 Pantoloan, Chaerur Rijal, menjelaskan bahwa hingga September 2025 arus peti kemas tercatat mencapai 97.510 TEUs, atau naik sekitar 17% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar 83.341 TEUs. Dari sisi jumlah box, meningkat dari 71.092 menjadi 76.858 box.
"Peningkatan ini menandakan bahwa aktivitas logistik dan perdagangan di wilayah Sulawesi Tengah terus bergerak positif. Pertumbuhan ini juga menjadi bukti kepercayaan pengguna jasa terhadap kinerja operasional Pelindo yang semakin efisien," ujar Chaerur Rijal di sela kegiatan Port Visit Media di Pantoloan, Selasa (14/10/2025).
Selain peti kemas, arus kapal juga mengalami peningkatan signifikan. Berdasarkan data hingga September 2025, arus kapal yang diukur dari Gross Tonnage (GT) naik 28,64%, dari 3.457.564 GT pada 2024 menjadi 4.447.924 GT tahun ini.
Chaerur menilai kenaikan tersebut mencerminkan meningkatnya mobilitas kapal niaga, kapal curah, maupun kapal penumpang yang melayani wilayah Sulawesi Tengah dan sekitarnya.
"Pertumbuhan arus kapal menunjukkan meningkatnya kepercayaan pengguna jasa dan tingginya pergerakan logistik di kawasan tengah Indonesia, seiring naiknya permintaan komoditas," jelasnya.
Capaian tersebut tidak lepas dari upaya panjang Pelindo dalam melakukan pemulihan dan modernisasi Pelabuhan Pantoloan sejak bencana 2018. Saat itu, gempa, tsunami dan likuifaksi menghantam keras fasilitas utama pelabuhan hingga Quay Container Crane (QCC) jatuh ke laut, Luffing Crane rusak, dan dermaga tak lagi bisa difungsikan. Aktivitas bongkar muat sempat lumpuh total kala itu.
Namun, dalam waktu singkat Pelindo bergerak cepat. Tahun 2019 dilakukan perbaikan dermaga dan area container yard (CY) serta relokasi peralatan dari TPK Bitung, berupa satu unit QCC dan satu unit Rubber Tyred Gantry (RTG). Tahun 2020, Pelindo menambah Harbour Mobile Crane (HMC) hasil kerja sama dengan PT Multi Terminal Indonesia (MTI).
Pascamerger Pelindo I–IV pada 2021, TPK Pantoloan resmi terintegrasi dalam Subholding Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) pada 2022. Dermaga diperpanjang dari 263 menjadi 275 meter, diikuti penerapan sistem digital Planning and Control untuk meningkatkan efisiensi operasional.
Kini, pada 2025, Pantoloan tengah menuntaskan integrasi sistem terminal digital penuh yang menghubungkan seluruh proses kerja mulai dari perencanaan, gate, yard, hingga vessel operation dalam satu jaringan digital terpadu di bawah SPTP.
"Langkah ini menjadi lompatan besar menuju era digitalisasi penuh dan efisiensi operasional berkelanjutan," terang Chaerur.
Dengan panjang dermaga kini mencapai 310 meter dengan kapasitas terminal 371.000 TEUs per tahun, serta rencana penambahan satu unit QCC dan satu unit RTG, Pelabuhan Pantoloan semakin siap melayani pertumbuhan arus logistik di masa depan.
Untuk menjaga tren positif kinerja pelabuhan, Pelindo Regional 4 Pantoloan terus melakukan langkah strategis melalui digitalisasi layanan, peningkatan produktivitas bongkar muat, dan optimalisasi fasilitas dermaga.
"Pelindo berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dengan menghadirkan layanan kepelabuhanan yang terintegrasi, efisien, dan transparan. Kami juga memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah dan pelaku usaha," tegas Chaerur Rijal.
Pelabuhan Pantoloan kini tidak hanya berfungsi sebagai pelabuhan komersial, tetapi juga sebagai pusat logistik vital dan penyaluran bantuan kemanusiaan di Sulawesi Tengah, terutama pada situasi tanggap darurat pascabencana.
Kebangkitan dan transformasi ini menjadi simbol bahwa Pantoloan yang dulu menjadi saksi kehancuran akibat bencana alam, kini menjelma menjadi ikon kebangkitan dan modernisasi kepelabuhanan di Indonesia Timur.