Potret Miris Siswa Sukabumi Sekolah di Kelas Nyaris Ambruk, Cari Ilmu Mengancam Nyawa

1 month ago 22

Liputan6.com, Sukabumi - Puluhan siswa di Sukabumi terpaksa bertaruh nyawa demi mengejar pendidikan. Mereka belajar di tengah kecemasan akibat bangunan sekolah yang terancam ambruk. 

Mereka adalah para murid di RA, MD, dan MTs Miftahul Barokah di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Bangunan tersebut mengalami kerusakan parah akibat bencana pergerakan tanah sejak tahun 2024.

Ratih Purnamasari, seorang ibu dari salah satu siswa, mengaku setiap hari dihantui rasa khawatir. 

"Sekolah di sini, RA kelas B, iya, tiap hari saya khawatir. Apalagi kalau anak-anak main dan lari-lari, takut tertimpa sesuatu. Gentengnya juga sudah mau roboh," kata Ratih saat menunggu anaknya pulang sekolah, Selasa (9/9/2025).

Ratih menceritakan, dampak pergeseran tanah ini membuat kegiatan belajar mengajar sempat terhenti selama tujuh bulan. 

"Sempat mondar-mandir dan tidak jelas karena tidak ada tempat. Pernah belajar di tenda, tapi anak-anak kehujanan sampai menangis, lalu kepanasan di dalam tenda," lanjutnya.

Kondisi ini membuat Ratih sempat mengungsi ke rumah mertuanya. Namun, ia tidak betah dan terpaksa kembali. 

"Tidak enak tinggal di rumah mertua, terus menumpang. Lebih enak di rumah sendiri, dan ke sekolah juga jauh dari rumah mertua. Di sini dekat, jadi terpaksa balik lagi," ungkapnya. 

Ia berharap anak-anaknya bisa bersekolah di tempat yang lebih aman dan nyaman.

Pengakuan Siswa

Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh para siswa. Maria, siswi kelas 9, mengaku tidak nyaman saat belajar. "Takut, soalnya kemarin gentengnya ada yang turun dan masuk ke dalam karena rembesan air hujan," tuturnya. 

Selain sekolah, pesantren tempat Maria belajar juga rusak, mulai dari genteng, tembok, hingga lantai yang retak. "Harapannya bisa pulih secepatnya," kata Maria.

Sementara itu, seorang guru, Usup Supriatman, juga merasakan hal serupa. "Dinding sampai belah-belah. Rasanya deg-degan dan was was jika kami sedang mengajar atau murid-murid tertimpa reruntuhan," jelas Usup. 

Ia bersyukur saat genteng jatuh, itu terjadi saat jam istirahat sehingga tidak ada siswa yang menjadi korban.

Belajar di Tengah Ancaman Bahaya

Usup menjelaskan, kegiatan belajar mengajar kembali normal setelah libur Lebaran dan tahun ajaran baru, sekitar bulan Mei. 

"Untuk sementara ini karena cuaca kemarau, alhamdulillah. Tapi kalau hujan, kami paling membubarkan murid karena khawatir," ungkapnya.

Usup, yang juga warga Kampung Gempol, tidak mengontrak rumah meskipun ada anjuran relokasi dari pemerintah. 

"Alhamdulillah posisi rumah saya masih aman, meskipun ada belah-belah karena posisinya di ujung, bukan langsung yang terdampak rusak," tuturnya. 

Namun, banyak warga lain yang terpaksa mengontrak dan membayar biaya sewa sendiri karena Data Tunggu Hunian (DTH) belum pasti. "Banyak yang mengontrak, tapi bayar masing-masing pribadi," kata Usup.

Ia juga menambahkan, sebagian warga bahkan terpaksa berhutang untuk menutupi biaya tersebut. Kecemasan akan bencana semakin terasa saat musim hujan. 

"Was was kalau pas musim hujan, apalagi hujannya berjam-jam," tutup Usup, berharap situasi bisa segera membaik.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |