Penanganan Kasus Kecelakaan Maut Libatkan Adik Wagub Lampung Dalam Proses SP3

1 month ago 23

Liputan6.com, Jakarta Kasus kecelakaan maut yang melibatkan mobil Toyota Fortuner yang ditumpangi adik Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, yakni Sasa Chalim, terus menjadi sorotan publik.

Peristiwa itu terjadi pada 29 Juli 2025 di Desa Negara Batin, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. Dua korban merupakan pasangan lanjut usia, Banjar Sopyan (65) dan istrinya, Maini (63).

Banjar meninggal dunia usai menjalani perawatan intensif di rumah sakit, sementara sang istri mengalami luka serius.

Kasat Lantas Polres Lampung Timur Iptu Wahyu Dwi Kristanto mengungkapkan kedua belah pihak sudah sepakat menempuh jalur damai. Polisi juga telah melakukan gelar khusus untuk menentukan tindak lanjut kasus tersebut.

Meski demikian, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) belum resmi diterbitkan. Namun, syarat formil dan materil seperti surat permohonan perdamaian, pernyataan dari kedua pihak, serta dukungan dari camat, kepala desa, tokoh pemuda, tokoh agama, dan tokoh masyarakat setempat sudah diterima penyidik.

“Sedang berproses (SP3). Sesuai hasil gelar khusus, perkara laka lantas ini bisa dihentikan,” ujar Iptu Wahyu saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (10/9/2025).

Menjawab kritik soal kasus tak bisa dihentikan karena adanya korban jiwa, Wahyu menegaskan bahwa perdamaian diperbolehkan berdasarkan ketentuan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Restorative Justice.

"Ini (perdamaian) diperbolehkan sesuai dengan Perpol No 8 th 2021 tentang Restorative Justice," jelas dia.

Tanggapan Pengamat Hukum

Akademisi Hukum Universitas Bandar Lampung, Benny Karya Limantara menilai kasus itu seharusnya diproses secara hukum dan tidak bisa serta-merta diselesaikan lewat perdamaian.

Menurut Benny, kasus itu memenuhi unsur tindak pidana lalu lintas sebagaimana diatur Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal tersebut menegaskan, setiap orang yang karena kelalaiannya mengemudikan kendaraan bermotor hingga menimbulkan korban jiwa bisa dipidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda maksimal Rp12 juta.

“Dengan adanya korban meninggal, unsur kealpaan atau culpa sudah terpenuhi,” kata Benny kepada Liputan6.com, Rabu (10/9).

Perdamaian Tak Otomatis Hentikan Proses Hukum

Benny menegaskan, sistem hukum di Indonesia tidak membenarkan penghentian perkara pidana hanya karena adanya perdamaian. Berdasarkan KUHAP, penyidikan bisa dihentikan hanya jika tidak cukup bukti, peristiwa bukan tindak pidana, atau demi hukum.

“Perdamaian hanya bisa dijadikan pertimbangan khusus dalam mekanisme restorative justice. Itu pun ada batasannya,” jelas dia.

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021, kata Benny, melarang penerapan restorative justice jika kecelakaan menimbulkan korban jiwa. Artinya, perkara ini tidak memenuhi syarat.

Potensi Penyalahgunaan dan Krisis Kepercayaan Publik

Jika aparat penegak hukum tetap memaksakan restorative justice, menurut Benny, hal itu berpotensi menimbulkan diskriminasi hukum. Apalagi penumpang di dalam mobil disebut masih memiliki hubungan dengan pejabat daerah.

“Ini bisa memunculkan kesan hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas, dan merusak legitimasi aparat,” kata Benny.

Benny menambahkan, meski KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang berlaku mulai 2026 memberi ruang lebih luas untuk restorative justice, kasus kecelakaan dengan korban meninggal tetap tidak bisa serta-merta dihapuskan pidananya.

Perdamaian hanya berfungsi meringankan hukuman, bukan menghentikan perkara.

“Proses hukum sebaiknya tetap berjalan hingga ke pengadilan, sementara perdamaian bisa menjadi bahan pertimbangan hakim untuk meringankan vonis,” terang dia.

Sebelumnya, kasus kecelakaan maut yang melibatkan mobil Fortuner yang ditumpangi adik Wakil Gubernur Lampung, Sasa Chalim, di Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur, berakhir damai.

Kasie Humas Polres Lampung Timur, Ipda Edwin, mengatakan kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan damai secara kekeluargaan.

"Pihak korban sudah menerima, tapi bentuknya masih secara kekeluargaan. Informasi dari unit laka, kedua belah pihak sudah mengadakan perjanjian perdamaian," ujarnya dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (03/09/2025).

Meski sudah ada surat permohonan damai dari kedua belah pihak, dia menegaskan, penyidikan tidak bisa langsung dihentikan. Pasalnya, ada korban yang meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.

"Nanti akan dilakukan gelar khusus. Dari situ baru bisa diputuskan apakah penghentian perkara dilakukan melalui restorative justice atau pertimbangan lain," jelas Edwin.

Dia bilang, gelar perkara khusus akan melibatkan sejumlah pejabat internal Polres, termasuk Kasatreskrim, Kasat Intelijen, Kasiwas, hingga Propam, untuk memastikan langkah hukum yang diambil tidak melanggar aturan.

Hingga saat ini, status sopir mobil Fortuner, M Zaki (22) masih sebagai terperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu, mobil Toyota Fortuner yang terlibat kecelakaan masih diamankan di Mapolres Lampung Timur. Sedangkan sepeda motor milik korban telah dikembalikan kepada keluarga.

"Karena motor itu satu-satunya yang dipakai keluarga korban, maka dipertimbangkan untuk dipinjamkan kembali melalui surat pinjam pakai," jelas dia.

Dia menegaskan, penyidik saat ini masih melengkapi syarat formil dan materil sebelum menggelar perkara penghentian kasus tersebut.

"Kita juga masih melengkapi syarat formil dan materilnya apabila sudah terpenuhi akan segera dilakukan gelar untuk penghentian perkaranya," jelas dia.

Status Sopir dan Barang Bukti

Polisi belum kunjung menetapkan tersangka kasus kecelakaan ini. Padahal, status penanganan perkara tersebut sudah naik ke tahap penyidikan sejak Senin (4/8/2025) lalu.

Kasat Lantas Polres Lampung Timur AKP Glen Siagian, mengungkapkan salah satu kendala dalam penetapan tersangka adalah hasil rekam medis korban yang tidak secara jelas menjelaskan penyebab kematian akibat kecelakaan.

"Surat rekam medis pasca kematian tidak menjelaskan penyebab kematiannya secara jelas akibat kecelakaan. Kami akan berkoordinasi kembali dengan dokter penanggung jawab agar kasus ini terang," kata Glen kepada Liputan6.com, Kamis (21/8/2025).

Selain itu, polisi juga menghadapi kendala lain berupa barang bukti sepeda motor korban yang hingga kini masih dikuasai pihak keluarga.

"Barang bukti motor masih di pihak korban, belum diserahkan meski sudah kami layangkan panggilan. Sementara mobil Fortuner sudah sejak awal diamankan di Mapolres," jelasnya.

Ada Intervensi?

Terkait isu lambannya penanganan kasus karena adanya intervensi pejabat, Glen menegaskan penyidik akan bertindak profesional.

"Tidak ada intervensi. Kalaupun ada, enggak ngaruh. Kita tetap profesional. Sampai saat ini sudah ada sembilan saksi yang dimintai keterangan," tegasnya.

Sebelumnya, Satlantas Polres Lampung Timur telah menggelar perkara dan menyatakan kasus ini mengarah pada dugaan tindak pidana. Sopir Fortuner, M Zaki (22), yang mengemudikan kendaraan saat kejadian, hingga kini masih berstatus saksi.

Dalam olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menyebut ada indikasi kelalaian pengemudi hingga menabrak sepeda motor Honda Revo tanpa pelat nomor yang dikendarai korban.

Saat kejadian, Sasa Chalim yang juga anggota DPRD Provinsi Lampung disebut berada di kursi belakang dalam kondisi tertidur. Polisi menyatakan, bila dibutuhkan, ia juga akan diperiksa sebagai saksi.

"Bu Sasa duduk di belakang sopir. Ada satu orang lagi duduk di sebelah sopir. Keterangan sopir, Bu Sasa tertidur dalam perjalanan. Kemungkinan yang akan diperiksa yang di sebelah sopir. Tapi kalau dibutuhkan, Bu Sasa juga akan kami periksa," ujar Glen.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |