Liputan6.com, Jakarta Anggota DPRD Wakatobi bernama Litao alias La Lita, menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan yang terjadi 11 tahun silam. Dia menikam hingga tewas seorang remaja bernama Wiranto alias Wiro (17), lalu melarikan diri dan menghilang dari kampung halamannya di Pulau Wangi-wangi.
Usai melarikan diri di beberapa kota di Indonesia, Litao muncul kembali di kampung halaman pada tahun 2024. Namun, bukannya datang meminta maaf ke keluarga korban, dia ternyata mencalonkan diri menjadi anggota DPRD dan lolos.
Padahal, saat itu polisi belum mencabut status Litao sebagai DPO kasus pembunuhan dalam sebuah acara joget.
Namun anehnya saat mendaftarkan diri menjadi wakil rakyat ke KPU, polisi ternyata meloloskan salah satu syarat penting yakni berkas SKCK (Surat Keterangan Catatan Kriminal).
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kabid Humas Kombes Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) Pol Kristianto mengatakan, Polda melalui pengawasan internal telah mengaudit. Hal ini, termasuk tentang status DPO dan SKCK Litao.
"Hasilnya, ada dua rekomendasi," kata Kris.
Terkait status DPO, saat ini kasus diambil alih Ditkrimum polda dari Polres Wakatobi. Polda sudah melakukan pemeriksaan dan pemanggilan terhadap tersangka.
"Terkait penertiban SKCK, ada kelalaian yang dilakukan petugas (polisi)," ujar Kris.
Dia menjelaskan, petugas polisi Polres Wakatobi di pelayanan SKCK lalai dalam mengikuti standar penerbitan sesuai SOP nomor 20 tahun 2023 mengenai SKCK.
Yakni petugas tidak melihat dengan teliti terkait catatan kriminal pemohon SKCK. Dalam kasus ini, Litao berstatus sebagai pemohon.
Kris menjelaskan, petugas saat itu harusnya berkoordinasi ke Reskrim, Res Narkoba dan Satlantas Polres Wakatobi saat menerima berkas Litao. kemudian, ketika ketiga satuan ini menyatakan status Litao 'aman', SKCK baru bisa dikeluarkan polres.
"Karena tak ada koordinasi ini, akhirnya status DPO Litao tak terpantau Polres," ujar Kris.
Dia beralasan, sejak kasus bergulir tahun 2014, sudah terjadi beberapa kali pergantian personel dan pejabat di Polres Wakatobi. Sehingga, menjadi salah satu alasan polisi, berkas-berkas tersangka atau DPO pelaku kriminal, luput dari perhatian.
Litao Mangkir Panggilan Polisi
Dirkirimum Polda Sulawesi Tenggara Kombes Wisnu Hariwibowo mengatakan, pihaknya sudah menetapkan Litao sebagai tersangka pada Agustus 2025. Sebelum itu, dilakukan pemeriksaan saksi untuk menguatkan langkah polisi.
"Ada lima orang saksi kami periksa, dua diantaranya pelaku yang sudah bebas dari hukuman pengadilan," ujar Dirkrimum.
Kedua orang ini diketahui yakni, Rahmat La Dongi dan La Ode Herman. Kedua terpidana, sudah menjalani hukuman penjara selama 4,6 tahun.
Namun, saat ini Litao ternyata belum menghadiri panggilan polisi usai ditetapkan sebagai tersangka. Polisi melayangkan panggilan pada 19 September 2025.
"Alasannya pada panggilan pertama, karena terkendala transportasi. Sebab, dari Wakatobi menuju Kota Kendari hanya menggunakan akses laut saja," ujar Wisnu.
Kronologi Kejadian
Kronologi kematian Wiro, tercatat dalam putusan Pengadilan Negeri Baubau nomor: 55/Pid.B/2015/PN.Bau-bau. Kronologi ini, berasal dari keterangan saksi dan tersangka di PN Baubau. Menurut saksi, Awalnya, saat itu ada acara joget diiringi musik dari organ tunggal di sebuah rumah warga.
Kemudian, seorang warga tiba-tiba datang mematikan bunyi musik. Kemudian, seorang remaja bernama Wiranto alias Wiro bertanya dengan nada menantang alasan musik dimatikan.
Pernyataan Wiro kemudian memancing perkelahian. Saat itu, ia berkelahi dengan salah seorang pelaku yang sudah divonis bebas, Yakni Rahmat La Dongi dan Litao. Rahmat, diketahui merupakan adik kandung Litao.
Rahmat La Dongi dan Litao, menurut saksi-saksi, sempat membuat Wiro jatuh tersungkur di tanah. Kemudian, saat itu, La Ode Herman ikut menghantamkan kursi plastik ke kepala Wiro yang sudah jatuh ke tanah.
Setelah pelaku melarikan diri, terungkap jika sebelum terjatuh, wiro sudah terkena tusukan benda tajam. Tusukan ini, berada di bawah ketiak dan mengeluarkan banyak darah. Sempat dibawa ke rumah sakit, nyawa Wiro tidak tertolong.