Liputan6.com, Jakarta - "Dug dug dug!"
Suara ketukan pintu gerbang memecah keheningan. Senin malam (1/9/2025), sekitar pukul 22.30 WIB, Kantor Lokataru di Kayu Putih, Pulo Gadung, Jaktim, didatangi sekitar 8 orang berpakaian hitam. Mereka yang mengaku dari Polda Metro Jaya langsung menanyakan Delpedro Marhaen.
"Delpedro Mana Delpedro," kata seseorang dari mereka usai dibukakan pintu.
"Saya Pedro," dari ruang belakang pria berkacamata itu menjawab.
Selembar kertas kuning lalu diperlihatkan, "Pedro ayo ikut kami!" kata seorang aparat. Tidak dijelaskan apa isi kertas kuning yang merupakan surat penangkapan itu. Hanya saja ada kata-kata pidana lima tahun dan penyitaan barang-barang, termasuk laptop milik Delpedro.
Usai mengganti pakaian, Delpedro langsung dibawa menggunakan mobil jenis Ertiga berwarna hitam.
Founder Lokataru Foundation, Haris Azhar membenarkan, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen ditangkap polisi.
"Delpedro Marhaen, selaku Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, telah dijemput secara paksa oleh aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya (PMJ) di kantor Lokataru Foundation yang mengindikasikan adanya tindakan penjemputan paksa di luar jam kerja normal dan di tempat kediaman/perkantoran," kata Haris, Selasa (2/9/2025).
Haris menyebut, penjemputan dilakukan oleh kurang lebih 7-8 anggota Polda Metro Jaya, dipimpin oleh dari Subdit II Keamanan Negara (Kamneg) sebagaimana tercatat dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
"Bahwa pada saat penjemputan, pihak kepolisian menyatakan telah menyiapkan sejumlah dokumen administrasi termasuk surat penangkapan, namun Delpedro Marhaen menanyakan legalitas dokumen tersebut serta pasal-pasal yang dituduhkan, menunjukkan adanya ketidakjelasan atau minimnya informasi awal terkait prosedur hukum yang berlaku," tutur Haris.
Haris menyatakan, Delpedro Marhaen meminta untuk didampingi kuasa hukum mengingat pasal-pasal yang dituduhkan belum dipahami sepenuhnya. Hal ini sebagai bentuk upaya pembelaan diri dan perlindungan terhadap martabat kemanusiaannya (human dignity).
"Pihak kepolisian menyatakan bahwa surat tugas yang dibawa telah menginstruksikan untuk melakukan penangkapan dan penggeledahan badan serta barang," tutur Haris.
Delpedro Dapat Intimidasi Saat Penangkapan
Haris menceritakan, pada saat Delpedro akan dijemput terjadi perdebatan terkait administrasi penangkapan dan pasal-pasal yang dituduhkan. Namun pihak kepolisian tetap menyarankan Delpedro untuk mengganti pakaian, dengan janji penjelasan terkait surat penangkapan dan pasal yang dituduhkan akan diberikan di kantor Polda Metro Jaya dengan didampingi Kuasa Hukum.
"Saat Delpedro Marhaen mengganti pakaian di ruang kerjanya, ia diikuti oleh kurang lebih 3 anggota kepolisian dengan intonasi yang mengarah pada intimidasi. Bahkan sebelum penetapan status tersangka dan penjelasan pasal, hak konstitusional dan hak asasi manusia (HAM) Delpedro Marhaen dibatasi, termasuk larangan menggunakan telepon untuk menghubungi pihak manapun dan perintah langsung menuju kantor Polda Metro Jaya," catat Haris.
Haris mewanti, tindakan intimidasi, pembatasan hak konstitusional, dan pengabaian prinsip-prinsip HAM terlihat nyata, termasuk larangan komunikasi dengan kuasa atau penasehat hukum, dan tidak adanya kesempatan untuk memberi informasi kepada keluarga, yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran prosedur hukum dan hak asasi.
"Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan kantor Lokataru Foundation tanpa disertai surat perintah penggeledahan sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku. Petugas memasuki lantai 2 kantor secara tidak sopan dan melakukan penggeledahan, serta merusak/menonaktifkan CCTV kantor, yang berpotensi menghilangkan bukti dan menimbulkan kerugian hukum," ungkap Haris.
Alasan Polisi Tangkap Delpedro
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi memastikan penangkapan dilakukan sudah sesuai prosedur.
"Jadi benar Polda Metro Jaya dalam hal ini penyidik dari Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan terhadap saudara DMR atas dugaan melakukan ajakan, hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar termasuk anak," kata Ade Ary di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, Delpedro diduga menyebar informasi bohong yang menimbulkan keresahan, serta merekrut anak-anak untuk ikut aksi anarkis. Penyelidikan hal tersebut telah dilakukan sejak 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Gelora Tanah Abang, dan sejumlah titik di Jakarta.
"Di proses pendalaman, proses penyelidikan, proses pengumpulan fakta, bukti sudah dilakukan oleh tim gabungan penyelidik Polda Metro Jaya sudah mulai dilakukan sejak tanggal 25 Agustus," katanya.
Status Delpedro Tersangka Saat Ditangkap
Polisi juga memastikan, Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen telah menyandang status tersangka saat dilakukan penangkapan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
"Seseorang yang ditangkap oleh penyidik tentunya sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka," kata dia di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
Dalam kasus ini, Polisi menjeratnya dengan pasal Pasal 160 KUHP, Pasal 45A ayat 3 junto Pasal 28 ayat 3 UU ITE, dan Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.
"Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan pidana dan atau menyebarkan informasi elektronik yang diketahuinya membuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan dan keresahan di masyarakat dan atau merekrut dan memperalat anak dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa," ujar dia.
Playing Victim Polisi
Terkait alasan polisi menangkap Delpedro Marhaen, tim advokasi Lokataru Foundation membantah dan menilai tudingan terhadap Delpedro Marhaen itu tak berdasar.
"Kami menilai ini sungguh amat kejam tuduhan terhadap organisasi masyarakat sipil. Ini terlalu jahat, untuk apa menuduh kami sebagai dalang penghasutan segala macam. Ini bentuk, playing victim," kata Asisten Peneliti dari Lokataru, Fian Alaydrus di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
Tim advokasi menambahkan, tuduhan penghasutan yang disangkakan polisi tak jelas arah dan buktinya. Narasi soal dugaan penghasutan yang dituduhkan kepolisian juga dinilai tidak utuh.
"Terhadap hasutan yang mana? Apakah ada proses cross-check silang antara siapa yang dihasut dan juga penghasut? Tidak ada informasi itu secara utuh," ujarnya.
Mereka yakin jika pun polisi mengklaim punya bukti, dipastikan hal itu tak kuat. Itu sebabnya, mereka ingin diperjelas siapa dan anak-anak usia berapa yang dihasut Delpedro.
“Jadi kalau mau agak mendalam, siapa yang dihasut? Anak di umur berapa, mana? Ditunjukkan dong? Sampai sejauh ini kita belum terinformasi, ya pasti soal postingan-postingan mengarahnya. Enggak punya bukti apa-apa. Postingannya itu," ujarnya menambahkan.
Tim advokasi sendiri memastikan selama ini aktivitas Lokataru di media sosial lebih bannyak soal kampanye pendidikan demokrasi, bukan ajakan makar. Mereka sangat meyakini organisasi masyarakat sipil pasti akan melakukan pendidikan demokrasi HAM.
"Dalam langkah kerja Lokataru Foundation itu sebagai penyambung lidah rakyat saja. Apa yang disuarakan masyarakat terkait keadilan dan segala macam, ya disambung aja. Tidak ada suruhan jarah dalam koridor kerja koalisi masyarakat sipil mana pun," ujarnya.
Fian berharap polisi melakukan introspeksi diri bukan malah melempar kesalahan pada pihak-pihak yang melakukan peran-peran pengawasan publik, melakukan pendidikan demokrasi serta mengawasi kinerja pemerintahan dengan asas-asas pemerintahan umum yang baik, prinsip hak asasi manusia.
Proses Penangkapan Disebut Cacat Prosedur
Fian menambahkan, penangkapan Delpedro juga cacat prosedur. Sebab sebelumnya, polisi tak pernah mengirim surat pemanggilan maupun pemeriksaan awal. Tiba-tiba saja, Delpedro ditangkap dan ditetapkan tersangka. Menurut mereka, cara-cara tersebut jelas melanggar hukum.
"Karena tadi dalam sisi prosedur tidak ada proses pemanggilan, tidak ada proses pemeriksaan, bahkan tiba-tiba langsung disatroni saja, di kantor kita, langsung penetapan tersangka," katanya.
Bukan Cuma Delpedro yang Ditangkap
Polisi ternyata tidak hanya menangkap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen. Staf Lokataru Mujaffar Salim juga ikut ditangkap. Dirinya dibawa sejumlah orang saat sedang ngopi sambil menunggu Delpedro di kantin Polda Metro Jaya.
Hal itu disampaikan Tim Advokasi Lokataru Foundation yang diwakili oleh Asisten peneliti dari Lokataru Foundation, Fian Alaydrus.
"Kita sama-sama kawal ke sini, Mujaffar, kita ngopi-ngopi di kantin, kena tangkap juga ternyata. Tanpa ada proses pemanggilan, apa pemeriksaan pendahuluan segala macam," ujar Fian Alaydrus, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, setelah mendengar kabar Delpedro ditangkap, tim Lokataru mendampingi ke Polda Metro Jaya. Tiba-tiba, orang tak dikenal berjumlah 7-8 orang mendatangi mereka di kantin.
"Bang Mujaffar itu saat kita mendampingi Delpedro di kantin belakang, tiba-tiba ada 7-8 orang, foto-foto segala macam, bawa alat pendeteksi apa itu," ujarnya.
Belakangan diketahui orang-orang itu mencari Mujaffar Salim. Pihak Lokataru langsung berdialog dengan sejumlah orang tersebut dan meminta agar pemeriksaan dilakukan ketika pihak kuasa hukum datang.
"Akhirnya setelah berdiskusi, boleh. Kita izinkan Mujaffar untuk diperiksa. Dia staf Lokataru," katanya.
Kata Komnas HAM
Selain menyoroti 10 orang warga sipil yang meninggal dunia dalam gelombang demo di berbagai daerah di Indonesia, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah juga menyesalkan adanya laporan penangkapan yang sewenang-wenang yang dilakukan aparat, dan jumlahnya sangat banyak, termasuk penangkapan aktivis Delpedro Marhaen.
"Cukup banyak angkanya sedang dikonsolidasikan di Komnas HAM, juga yang mengalami luka-luka cukup besar datanya di berbagai wilayah di seluruh Indonesia," kata Anis.
Berdasarkan data sementara yang diperoleh Komnas HAM, tercatat sebanyak 1.683 orang peserta aksi ditahan oleh Polda Metro Jaya pada tanggal 25, 28, 30, dan 31 Agustus. Namun, data itu masih dinamis.
Kemudian, Komnas HAM mencatat sebanyak 89 orang ditangkap di Solo, Jawa Tengah, pada 29-30 Agustus 2025. Menurut Anis, sejak Senin (1/9/2025), 14 orang lainnya juga ditangkap dan sebagian ditetapkan sebagai tersangka.
Anis juga mengatakan, tindakan penangkapan aktivis itu dikhawatirkan menghambat kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Komnas HAM sangat menyesalkan dan mendorong agar kepolisian menggunakan pendekatan restorative justice untuk membebaskan," tuturnya.
Komnas HAM turut mendorong kepolisian membebaskan para peserta aksi yang masih ditahan, baik di polda, polres, maupun polsek. Polisi juga diminta untuk menghentikan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang.
"Meminta aparat keamanan dan penegakan hukum untuk melakukan penanganan secara akuntabel, transparan, dan berkeadilan yang berpegang pada prinsip-prinsip hak asasi manusia dan prinsip-prinsip praduga tak bersalah," ucap Anis.
Di samping itu, Komnas HAM mendorong pemulihan hak bagi orang-orang yang ditangkap secara sewenang-wenang serta korban tewas dan luka-luka saat penanganan aksi. Sebab, korban dan keluarganya berpotensi mengalami trauma.
"Apalagi bagi mereka yang merupakan kelompok rentan: perempuan dan anak-anak," tuturnya.
Respons Anggota DPR soal Penangkapan Aktivis
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan pihaknya menunggu penjelasan proses hukum atas penangkapan sejumlah aktivis dan demonstran saat terjadi aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia.
"Apakah ada pelanggaran undang-undang kita, atau aturan hukum kita, atau itu baru sekedar diminta yang keterangan," kata Dave di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Di sisi lain, dia memastikan bahwa DPR wajib menyerap aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Namun, penyampaian aspirasi itu memiliki prosedur dan peraturannya.
DPR, kata dia, kini sudah memiliki Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR yang bisa menyerap aspirasi secara langsung dari siapapun.
"Ada prosesnya dan juga ada pengaturannya bagaimana, dan kapan, siapa yang menerima untuk mendengar langsung," kata dia.
Hasil Pemeriksaan Sementara
Dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025), polisi membeberkan hasil pemeriksaan sementara, yakni akun Instagram yang dikelola Delpedro terhubung dengan akun-akun lainnya dalam kerja penghasutan.
"Menjelaskan bahwa peran daripada DMR (Delpedro) tadi, bahwa yang bersangkutan merupakan pengelola daripada akun admin dari LF (Lokataru Foundation) di mana bahwa akun tersebut memiliki afiliasi atau kolaborasi dengan akun daripada BPP (Blok Politik Pelajar)," ujar penyidik Polda Metro Jaya.
Penyidik juga menyebut akun Blok Politik Pelajar (BPP) itu tadi juga terhubung dengan akun-akun lainnya. Akun tersebut berperan sebagai koordinator yang juga mengajarkan pembuatan bom molotov.
"Di mana BPP itu berdasarkan hasil penyidikan kami bahwa BPP itu yang terhubung dengan akun-akun ekstrem yang memberikan ajakan seperti sebelumnya, seperti perusakan, kemudian bom molotov, itu ada hubungannya dari akun BPP," katanya.
"Dari akun BPP itu kami melakukan penelitian kembali bahwa kami menemukan nomor yang digunakan adalah ataupun yang diposting merupakan nomor aduan daripada orang yang menjadi staf yayasan yang dipimpin oleh DMR," ungkapnya.
Sampai kini penyidik masih menahan dan memeriksa para tersangka, dan memastikan akun-akun medsos mereka terafiliasi dengan Delpedro.