Liputan6.com, Jakarta - Setelah grup Djarum, kini emiten Prajogo Pangestu yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) membeli saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA).
Mengutip kepemilikan saham di atas 5% di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), ditulis Kamis (17/7/2025), Chandra Asri Pasifik membeli saham SSIA sebanyak 284.846.365 atau setara 6,05% berdasarkan kepemilikan pada 15 Juli 2025. Namun, harga pembelian dan tujuan transaksi saham SSIA oleh TPIA itu belum diketahui.
Sementara itu, pemegang saham TPIA lainnya yakni Henan Putihrai Asset Management melepas 10 juta saham SSIA menjadi 270.985.500 saham atau setara 5,76% pada 15 Juli 2025. Sebelumnya Henan Putihrai Asset Management genggam 280.985.500 saham SSIA atau setara 5,97%.
Selain itu, grup Djarum melalui Dwimuria Investama Andalan menambah saham SSIA sebanyak 2.104.600 menjadi 277.119.900 saham SSIA atau setara 5,89%. Dwimuria sebelumnya genggam 274.494.000 saham SSIA atau setara 5,83%
Pada penutupan perdagangan Kamis, 17 Juli 2025, saham SSIA melonjak 4,76% ke posisi Rp 2.640 per saham. Harga saham SSIA dibuka naik 80 poin ke posisi Rp 2.600 per saham. Saham SSIA berada di level tertinggi Rp 2.680 dan terendah Rp 2.530 per saham. Total frekuensi perdagangan 18.868 kali dengan volume perdagangan 1.092.902 saham. Nilai transaksi Rp 283,4 miliar.
Grup Djarum Kini Genggam 5,32% Saham SSIA
Sebelumnya, Grup Djarum melalui Dwimuria Investama Andalan menambah kepemilikan saham di PT Surya Internusa Semesta Tbk (SSIA).
Hal itu ditunjukkan dari kepemilikan saham di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada 9 Juli 2025, ditulis Minggu (13/7/2025),Dwimuria Investama Andalan menambah 2,3 juta saham Surya Internusa Semesta.
Dengan demikian, kepemilikan saham SSIA oleh Dwimuria Investama Andalan menjadi 250,29 juta saham atau setara 5,32% pada 9 Juli 2025. Transaksi tersebut dibantu oleh BCA Sekuritas. Sebelumnya pada 8 Juli 2025, Dwimuria Investama Andalan mengenggam 247,99 juta saham atau setara 5,27%. Namun, belum diketahui harga dan tujuan dari transaksi tersebut.
Akan tetapi, jika memakai penutupan perdagangan saham SSIA pada 9 Juli 2025 di kisaran Rp 1.705 per saham, Dwimuria Investama Andalan merogoh kocek Rp 3,92 miliar beli saham SSIA.
Adapun pemegang saham SSIA lainnya yakni Persada Capital Investama, Arman Investments Utama dan Intrepid Investments Limited tidak ada perubahan. Masing-masing pemegang saham SSIA itu mengenggam 7,65%, 8,52%, dan 8,20% saham SSIA.
Kinerja Kuartal I 2025
Sebelumnya, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) merilis laporan kinerja keuangan konsolidasian untuk kuartal pertama 2025 dengan fokus utama pada sektor properti dan konstruksi.
Meski pendapatan konsolidasi turun tipis sebesar 2,1% menjadi Rp1,07 triliun dibandingkan Rp1,09 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya, perusahaan tetap menunjukkan kekuatan di dua lini bisnis inti.
Segmen konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan, dengan pendapatan melonjak 24,5% menjadi Rp887,6 miliar. Sementara itu, segmen properti mencatat kenaikan 2,6% dengan total pendapatan Rp163,8 miliar.
Sebaliknya, segmen perhotelan mengalami penurunan tajam sebesar 57,3% menjadi Rp99,6 miliar, disebabkan oleh penutupan sementara Hotel Melia Bali untuk renovasi yang dimulai sejak Oktober 2024.
Laba kotor SSIA tercatat sebesar Rp199,5 miliar atau turun 35% dibandingkan tahun sebelumnya. EBITDA juga turun signifikan sebesar 75,3% menjadi Rp36,3 miliar, yang sebagian besar disebabkan oleh melemahnya kinerja sektor hotel. Bahkan EBITDA dari segmen perhotelan menyusut Rp90 miliar dibandingkan kuartal pertama tahun lalu.
Dari sisi laba bersih, SSIA mencatat rugi konsolidasian sebesar Rp21,7 miliar pada kuartal I 2025, meningkat dari kerugian Rp14,9 miliar pada periode yang sama di 2024. Meski demikian, manajemen menyatakan bahwa renovasi hotel adalah bagian dari strategi jangka menengah untuk memperkuat portofolio dan menambah nilai perusahaan.
Properti dan Konstruksi Jadi Pilar Pendapatan SSIA
Segmen properti SSIA tetap menunjukkan kinerja yang stabil dengan total pendapatan Rp163,8 miliar. Unit usaha utamanya, PT Suryacipta Swadaya (SCS), mencatat kenaikan pendapatan sebesar 10,5% menjadi Rp162,3 miliar, yang sebagian besar berasal dari kenaikan penjualan lahan.
Pada kuartal ini, SCS berhasil menjual 4 hektare lahan di Suryacipta Karawang senilai Rp88 miliar naik 31,4% dibandingkan tahun lalu. SCS juga mencatat backlog penjualan lahan senilai Rp325,4 miliar yang mewakili 24,2 hektare, yang akan menopang pendapatan di kuartal berikutnya.
Di lini konstruksi, anak usaha SSIA, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), mencatatkan pendapatan sebesar Rp889,5 miliar atau naik 24,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersih NRCA juga melonjak 46,1% menjadi Rp42 miliar.
Meski nilai kontrak baru turun 49,1% menjadi Rp687,8 miliar, sejumlah proyek strategis berhasil diamankan, termasuk pembangunan Pabrik AHM di Deltamas Cikarang, infrastruktur di Subang Smartpolitan, serta beberapa proyek komersial dan perhotelan di berbagai kota.
Properti dan Konstruksi Jadi Pilar Pendapatan SSIA
Segmen properti SSIA tetap menunjukkan kinerja yang stabil dengan total pendapatan Rp163,8 miliar. Unit usaha utamanya, PT Suryacipta Swadaya (SCS), mencatat kenaikan pendapatan sebesar 10,5% menjadi Rp162,3 miliar, yang sebagian besar berasal dari kenaikan penjualan lahan.
Pada kuartal ini, SCS berhasil menjual 4 hektare lahan di Suryacipta Karawang senilai Rp88 miliar naik 31,4% dibandingkan tahun lalu. SCS juga mencatat backlog penjualan lahan senilai Rp325,4 miliar yang mewakili 24,2 hektare, yang akan menopang pendapatan di kuartal berikutnya.
Di lini konstruksi, anak usaha SSIA, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), mencatatkan pendapatan sebesar Rp889,5 miliar atau naik 24,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersih NRCA juga melonjak 46,1% menjadi Rp42 miliar.
Meski nilai kontrak baru turun 49,1% menjadi Rp687,8 miliar, sejumlah proyek strategis berhasil diamankan, termasuk pembangunan Pabrik AHM di Deltamas Cikarang, infrastruktur di Subang Smartpolitan, serta beberapa proyek komersial dan perhotelan di berbagai kota.
Bisnis Hotel
Segmen perhotelan mencatat penurunan pendapatan menjadi Rp99,6 miliar. Gran Melia Jakarta mencatat tingkat keterisian 37,1%, turun dari 62,6% pada tahun sebelumnya, meskipun rata-rata tarif kamar (ARR) naik menjadi Rp1,33 juta.
Hotel Umana Bali justru mencatat kenaikan tingkat keterisian menjadi 40,8% dari sebelumnya 29%. Di sisi lain, jaringan hotel BATIQA mempertahankan performa dengan tingkat keterisian 63,5%.
SSIA juga mencatat kinerja yang menjanjikan dari anak usaha digitalnya, Travelio.com platform penyewaan properti berbasis teknologi. Travelio mencatat pertumbuhan Gross Merchandise Value (GMV) sekitar 14% secara tahunan dan menargetkan kenaikan hingga 35% pada akhir tahun.
Per Maret 2025, Travelio secara eksklusif mengelola lebih dari 15.400 unit apartemen dan ditargetkan mencapai lebih dari 17.000 unit pada akhir tahun.