Liputan6.com, Bandung - Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (Koliber) mendesak KPK berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat agar menghentikan kasus pidana terhadap mantan pegawai Baznas Jabar, berinisial TY. Ia diketahui sempat melaporkan dugaan korupsi 13,3 Miliar di Baznas Jawa Barat.
Kasus tersebut dinilai jadi preseden buruk dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Alih-alih mendapatkan perlindungan, TY justru dikriminalisasi dengan Pasal 32 UU ITE.
Pemidanaan TY dipandang sebagai kegagalan hukum yang sistemik dan absennya keberpihakan negara terhadap pelapor, serta membuka ruang impunitas bagi pelaku korupsi.
“Penetapan TY sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi terhadap whistleblower dengan memanfaatkan pasal karet di UU ITE. Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada TY dan whistleblower lain. Perubahan sistemik juga harus dilakukan dengan memperketat tafsir di Pasal 32 UU ITE yang digunakan untuk mengkriminalisasi TY,” ungkap Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), lewat siaran pers, 20 Juni 2025.
Diketahui, beberapa ogrnanisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koliber antara lain LBH Bandung - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), SAFEnet, ICW, Transparency International Indonesia (TII).
Selain itu, Indonesia Zakat Watch (IZW), Themis Law Firm, IM57+ Institute, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Amnesty International Indonesia, LBH AP PP Muhammadiyah.
Datangi KPK
Perwakilan Koliber mengadakan pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membahas dugaan korupsi dana zakat Baznas Jabar.
Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, M. Rafi Saiful Islam, menyampaikan, audiensi dengan KPK berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu lalu, 18 Juni 2025.
Saat ini, katanya, laporan telah memasuki tahap telaah oleh KPK, setelah sebelumnya laporan tersebut dinyatakan terverifikasi berkaitan dengan dugaan korupsi.
“Tentunya harapannya dugaan korupsi yang ada di BAZNAS Jawa Barat untuk segera ditindaklanjuti dan ditangani oleh KPK,” kata Rafi lewat siaran tertulis, Jumat, 20 Juni 2025.
Simak Video Pilihan Ini:
Penyelamatan Dramatis Pemuda Terjebak di Delta Sungai yang Banjir
Langgar Sejumlah Aturan
Koliber menilai kasus TY melanggar berbagai ketentuan hukum yang menjamin perlindungan terhadap pelapor, yaitu:
Pasal 10 ayat (1)-(2) UU No. 31 Tahun 2014 yang melarang tuntutan hukum terhadap pelapor, kecuali tanpa itikad baik. Jika ada tuntutan, prosesnya wajib ditunda hingga laporan dugaan korupsi selesai diperiksa secara hukum.
Pasal 41 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang menjamin hak masyarakat untuk melapor.
Pasal 1 angka 6 UU No. 31 Tahun 2014 yang mengatur larangan intimidasi atau ancaman terhadap pelapor, karena dapat menimbulkan efek gentar (chilling effect) dan menghambat partisipasi publik dalam pengawasan.
“Tindakan ini merupakan pelanggaran prinsip perlindungan whistleblower serta bentuk pembalasan (retaliation) yang menciptakan efek jera bagi pelapor lainnya. Penggunaan Pasal 32 UU ITE untuk menjerat TY justru mengalihkan fokus dari substansi laporan korupsi. Kami mendesak polisi menghentikan proses kriminalisasi ini dan memprioritaskan investigasi dugaan korupsi, serta memastikan perlindungan hukum bagi TY sebagai pelapor beritikad baik,” ungkap Rafi.
Tuntutan Koliber
Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) yang secara tegas, melalui Pasal 33, mewajibkan negara memberikan perlindungan kepada pelapor dugaan korupsi. Ini bukan hanya kewajiban hukum internasional, tetapi mandat moral dan politik yang harus dijalankan negara.
“Indonesia tidak dapat mengklaim memerangi korupsi sambil mengadili mereka yang mengungkapnya. Meskipun ada kewajiban UNCAC dan klausul nominal dalam UU KPK, tidak ada mekanisme yang dapat ditegakkan, tidak ada lembaga yang memimpin, dan tidak ada konsekuensi bagi mereka yang membalas. Ini bukan kelalaian, ini adalah kekosongan kebijakan yang disengaja.” ungkap Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia.
Oleh karena itu, Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (Koliber) menuntut:
1. Usut tuntas dugaan korupsi senilai total Rp 13,3 Miliar, dari dana zakat dan hibah APBD Jawa Barat secara transparan dan akuntabel.
2. Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap TY dan berikan perlindungan hukum penuh sebagai pelapor dugaan korupsi.
3. Fokus penegakan hukum harus pada dugaan korupsi di BAZNAS dan kerugian negara, bukan pada upaya membungkam pelapor.
4. Tindak pejabat publik yang membocorkan identitas pelapor dan bocorkan dokumen aduan, karena melanggar prinsip kerahasiaan pelapor dan berpotensi membahayakan keselamatannya.
5. Reformasi regulasi yang memperkuat perlindungan bagi pelapor dan hapus ketentuan-ketentuan karet yang membuka celah kriminalisasi di UU ITE. Kriminalisasi pelapor adalah bentuk nyata pelemahan gerakan antikorupsi. Perlindungan terhadap whistleblower adalah aspek penting untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, terbuka, dan akuntabel.
Bantahan Baznas
Sebelumya, Wakil Ketua IV, Bidang SDM, Administrasi, Umum dan Humas Baznas Jabar, Achmad Faisal membantah dugaan korupsi tersebut. Audit investigatif telah dilakukan Inspektorat Pemprov Jabar, Baznas RI, dan Irjen Kementerian Agama (Kemenag) RI pada rentang 2023-2024.
Hasil audit syariah Irjen Kemenag RI atas tuduhan korupsi dana zakat Rp9,8 miliar, kata Faisal, keluar 8 Oktober 2024 bernomor: B-293/Dt.III.IV/BA.03.2/07/2024.
“Hasilnya, tidak ditemukan fraud atau korupsi tentang penggunaan dana fii sabiilillaah untuk operasional seperti yang dituduhkan oleh TY,” kata Faisal, Senin, 2 Juni 2025. "Tuduhan korupsi dana hibah yang Rp3,5 miliar diaudit Baznas RI, menyatakan tidak terbukti," imbuhnya.
Menurut Faisal, klaim pelanggaran hak whistleblower tidak relevan. TY tidak bisa dianggap whistleblower karena semua tuduhannya dinyatakan tidak terbukti sesuai audit resmi dari lembaga resmi.
“Tuduhan korupsi dana zakat 9,8 Miliar Rupiah dan dana Hibah 3,5 Miliar Rupiah adalah fitnah belaka,” aku Faisal.
Faisal tak sepakat jika pelaporan Baznas Jabar pada pihak kepolisian dianggap pembalasan atau retaliation.
“TY dilaporkan ke Polda Jabar setelah kami mengetahui adanya indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan olehnya, dan setelah selesai semua proses audit yang menyatakan tidak ada temuan korupsi,” katanya.
“Bukan hanya illegal access, tapi kami menemukan niat jahat (mens rea), sebagian data disebarkan ke berbagai pihak dengan mengubah, menghapus dan memanipulasi sebagian isi,” imbuhnya.
Faisal mengklaim, pemecatan TY bukan pula serangan balik, tapi murni dampak dari rasionalisasi perusahaan dan pelanggaran-pelanggaran indisipliner yang dilakukannya.
“TY memiliki kewenangan yang terlalu berlebihan, dan bahkan sering melampaui kewenangannya sendiri, sehingga berpotensi menimbulkan penyelewengan,” katanya.