Liputan6.com, Jakarta Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kota Kupang mengungkap adanya 2.539 kasus HIV/AIDS per September 2025. Dari jumlah ini, pelajar dan mahasiswa di Kota Kupang sebagai penderita HIV/AIDS terbanyak dibanding wanita pekerja seks langsung atau PSK.
"Ini sangat mencemaskan, karena yang memprihatinkan ialah praktik prostitusi yang melibatkan pelajar SMP," ujar Sekretaris KPAD Kota Kupang Julius Tanggu Bore, Rabu (22/10/2025).
Dia menjelaskan, dari data tersebut, 254 kasus pelajar dan mahasiswa yang terpapar HIV/AIDS, lebih tinggi dari WPSL dengan 203 kasus.
Berikut detailnya:
-Pekerja Swasta: 35% atau 889 kasus
-IRT (Ibu Rumah Tangga): 16% atau 406 kasus
-Pelajar atau mahasiswa: 10% atau 254 kasus
-WPSL/PSK : 8% atau 203 kasus
-Lain-lain (campuran profesi atau populasi tidak spesifik) : 17% atau 432 kasus.
Sementara distribusi kasus yang paling menonjol ialah di Kecamatan Oebobo yang mencapai 21% atau setara 533 kasus, diikuti Kelapa Lima 20% (508 kasus), Maulafa 19% (482 kasus), Alak 17% (432 kasus), Kota Lama 12% (305 kasus), dan Kota Raja 11% (279 kasus).
Tukar Pasangan Antarpelajar
Julius mengaku sudah melapor ke Wali Kota Kupang soal praktik prositusi antarpelajar SMP yang lebih masif dari temuan DP3A Kota Kupang saat ini.
“Kami menemukan praktik prostitusi yang mulai merambah kalangan pelajar SMP. Dalam hasil penelusuran, bukan hanya delapan sekolah seperti yang diberitakan, tapi lebih dari itu. Banyak anak-anak yang memiliki pemahaman rendah tentang infeksi menular seksual dan HIV/AIDS,” lapornya.
Dia menyebut beberapa pelajar mengaku kencan dengan 3 hingga 8 orang dalam sehari, dengan tarif yang bervariasi mulai dari Rp50 ribu sekali transaksi.
"Mereka juga tidak pakai pengaman (kondom) karena takut kehilangan pelanggan," tambahnya.
Aktivitas seksual ini pun bisa dilakukan cuma-cuma hingga adanya praktik tukar pasangan.
Sebelumnya, DP3A Kota Kupang mengungkap praktik prostitusi pelajar ini dari grup WhatsApp SMP se-Kota Kupang.
Kepala DP3A Kota Kupang, Marciana Halek, menyatakan ada 8 SMP terpapar kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). KSBE ini berupa konten asusila atau pornografi hingga prostitusi antar-pelajar.
Jumlah ini diyakininya bisa lebih banyak dari yang mereka tangani melalui UPTD PPA. Hal ini berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) PPA pada 2025 dengan 56 kasus di Kota Kupang. Data Simfoni ini bisa di-input juga oleh Polresta Kupang Kota, Rumah Harapan GMIT dan LBH Apik selaku mitra, bukan dari UPTD PPA saja.
Ia pun mengemukakan alasan anak-anak ini menyimpang dan terjerumus dalam prostitusi online. Menurutnya, hilangnya figur ayah di rumah jadi dorongan utama anak-anak ini mencari kebutuhan ekonomi dan ikatan sosial dengan orang lain di luar, terutama dengan teman-teman mereka.
"Karena fatherless, mereka kehilangan figur bapak di rumah, mendapat kekerasan, dan rumah tidak lagi menjadi tempat pulangnya mereka sehingga mereka bercerita apa pun ke circle ke mereka di luar," sebutnya.
Ia menambahkan, ada 25 anak yang telah mereka dampingi baik secara fisik dan mental melibatkan berbagai pihak termasuk psikolog anak hingga tokoh agama.