Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Negeri Medan kembali menggelar sidang lanjutan perkara korupsi proyek jalan di Dinas Pekerja Umum Perumahan Rakyat Sumatera Utara (PUPR Sumut) pada Rabu (3/10/2025).
Di persidangan terungkap terdakwa Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Sumut saat itu memiliki kekuatan penuh dalam menentukan dan melakukan pergeseran anggaran proyek jalan di Pemprov Sumut.
Hal itu diungkap mantan Pj Sekretaris Daerah Pemprov Sumut, Efendy Pohan, saat ditanya jaksa perihal pergeseran anggaran pembangunan Jalan Sipiongot batas Labuhanbatu senilai Rp 91 miliar ke Gubernur Sumut.
"Tidak ada. Saya tahu anggaran di Jalan Sipiongot ada, tapi dalam APBD murni tidak ada anggaran. Januari sudah ada pergeseran anggaran berdasarkan Inpres sebagai payung hukum. Setahu saya itu terkait jalan di Nias dan jalan lain selain di Sipiongot," Efendy menuturkan.
Efendy juga mengatakan, sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) dirinya menyetujui pergeseran anggaran. Sebagai pertimbangnya, menyesuaikan visi dan misi gubernur.
"Hasil rapat kami, semua menyetujui dua proyek ini. Kita satu tim, pak," kata Efendy menegaskan.
Sosok Super Power
Hakim Ketua, Khamozaro Waruwu, langsung bertanya mengenai penandatanganan dan persentase perencanaan penggeseran anggaran ke Gubernur Sumut. Mendengar pertanyaan, Efendy Pohan mengaku tidak ada.
"Dalam pergeseran anggaran ini Topan super power. Ada situasi pengkondisian, makanya benar saudara bilang karena ini sudah disetujui tim. Kemudian ini tidak ada usulan dari Bupati Padang Lawas terkait dua jalan tersebut, tapi kenapa ada menyetujui? Itu sesuai keterangan saksi, karena Topan super power untuk mempengaruhi kebijakan. Kebijakan mana? Ya kebijakan Pemprovsu," Khamozaro menyebutkan.
Eks Kapolres Tapsel Klaim Tak Dapat Sesuatu Usai jadi Perantara
Mantan Kapolres Tapanuli Selatan, AKBP Yasir Ahmadi, juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut. Terungkap pula peran AKBP Yasir Ahmadi sebagai penghubung atau orang yang mengenalkan Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG), Akhirun Piliang, dengan Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting.
Dalam kesaksiannya, dia menceritakan, saat hendak bertugas ke Polda Sumut, Yasir memberitahukan ke Akhirun ingin bertemu dengan Topan. Saat pertemuan, perbincangan keduanya diketahui membahas perizinan galian C dan reklamasi. Yasir juga mengaku membantu anak Akhirun masuk ke Perguruan Tinggi.
"Pak Haji Akhirun di situ minta tolong ke Topan secara teknis mengenai apa saja yang kurang dari perizinan galian C miliknya. Saya juga tidak ingat perusahaan apa. Ada 15 menit berlangsung, saya pergi Salat Ashar, setelah itu sudah selesai," Yasir mengatakan
Seminggu berikutnya, AKBP Yasir Ahmadi kembali mempertemukan keduanya di salah satu hotel di Kota Medan. Menurut Yasir, saat itu terjadi perdebatan antara Akhirun dan Topan terkait izin galian C.
"Waktu pertemuan itu Topan didampingi seseorang yang tidak saya kenal. Di situ Pak Akhirun dan Topan sempat berdebat masalah pembayaran soal izin galian C dan reklamsi. Ada perbeda pendapat waktu itu, setelah jam 9 saya pulang," ungkapnya.
Majelis Hakim Ketua, Khamozaro Waruwu mengatakan, apa yang dilakukan AKBP Yasir Ahmadi tidak menunjukkan tugas seorang Kapolres, melainkan bentuk cawe-cawe.
Saat dicecar hakim apakah dirinya menerima sesuatu dari Akhirun, Yasir menjawab tidak pernah menerima apapun.
"Saya tidak ada menerima apapun, saya memang membantu siapapun," Yasir mengaku.
Hakim Khamozaro miris saat melihat isi dakwaan yang menjelaskan mantan Kapolres Tapsel itu berperan dalam agenda pertemuan para terdakwa kasus korupsi.
"Sedih, saudara dari Akpol, hanya karena masalah ini karier anda terhenti. Saudara sebagai Kapolres apa enggak malu disuruh. Harusnya malu, bukan malah cawe-cawe ke sana kemari," kata Khamozaro menuturkan.