Investor Asing Tetap Pegang Saham Perusahaan AS di Tengah Tarif Trump, Ini Alasannya

Liputan6.com, Jakarta - Data terbaru menunjukkan investor asing bertahan memegang saham Amerika Serikat pada 2025.

Mengutip Yahoo Finance, Minggu (28/9/2025), dari awal tahun hingga akhir Juni, investor asing mengalokasikan lebih dari 30% aset keuangan AS ke saham, mendekati rekor tertinggi dan jauh di atas rata-rata jangka panjang sekitar 19%, berdasarkan Ned Davis Research.

Artinya secara global, investor tidak beralih dari saham sebagai bagian dari asetnya meskipun terjadi gejolak tarif tahun ini.

Padahal pada April 2025, slogan “Sell America” semakin menguat di wall street setelah pengumuman tarif hari pembebasan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Saham AS, obligasi pemerintah AS, dan dolar AS anjlok secara bersamaan, sebuah dislokasi yang tidak biasa yang mengguncang kepercayaan terhadap status safe haven AS.

Alasan paling sederhana untuk tidak ada pergeseran besar dalam alokasi adalah karena, sejak pasar pulih dari level terendah pada April, berita tarif tidak terlalu membebani saham.

Kepanikan awal mereda karena perusahaan-perusahaan mengelola dampaknya lebih baik daripada yang dikhawatirkan investor. Menurut Citi, tarif efektif AS kini mendekati 9%, kira-kira setengah dari tarif teoritis 18%.

"Hal ini menggarisbawahi bagaimana pengecualian, transshipment, penimbunan, dan margin yang lebih tipis telah membantu meredam dampak pungutan yang lebih tinggi,” demikian seperti dikutip dari Yahoo Finance.

Chief Investment Officer Truist, Keith Lerner menilai, dari sudut pandangnya, ekspektasi untuk AS sangat tinggi memasuki tahun ini, dan ekspektasi untuk pasar internasional sangat rendah.

"Jadi, itu berarti sedikit kabar baik [sangat bermanfaat] bagi pasar-pasar lain. Dan sedikit kabar buruk bisa sangat bermanfaat bagi pasar AS."

Kabar buruk itu juga mencakup meningkatnya retorika Presiden Trump terhadap Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang memicu kekhawatiran atas independensi The Fed di saat investor sudah mempertanyakan ketahanan ekonomi AS.

Alih-alih beralih ke obligasi pemerintah atau dolar, aset safe haven tradisional di masa krisis, investor justru menjualnya bersamaan dengan saham. Saham internasional melonjak, bahkan pernah mengungguli saham AS hingga 17%, menurut Winthrop Capital. Selisih tersebut kini telah menyempit mendekati 10%.

"Apa yang Anda lihat di musim semi adalah pergerakan yang terlalu jauh,” kata Chief Investment Officer Winthrop, Adam Coons.

"Saham internasional masih naik, tetapi selisih antara saham internasional dan AS telah runtuh. Taruhan bahwa selisih tersebut akan tertutupi ternyata berhasil,” ia menambahkan.

Sementara itu, rasio harga terhadap pendapatan (Price-to-Earnings Ratio/P&E) membuat saham perusahaan-perusahaan AS lebih menarik.

“Semuanya bermuara pada teknologi,” kata Lerner dari Truist.

 "Ketika Anda melihat pasar-pasar internasional yang maju ini, mereka tidak memiliki banyak teknologi. Dan itulah mengapa investor sedikit mendinginkan pasar di sana.”

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Jumat, 26 September 2025. Namun, selama sepekan, wall street melemah seiring rilis data inflasi.

Mengutip CNBC, Sabtu (27/9/2025), indeks Dow Jones menguat 299,97 poin atau 0,65% dan ditutup ke posisi 46.247,29. Indeks S&P 500 menanjak 0,59% dan ditutup ke posisi 6.643,70. Indeks Nasdaq melesat 0,44% dan ditutup ke posisi 22.484,07.

Reli Jumat mengakhiri koreksi wall street dalam tiga hari berturut-turut. Namun, selama sepekan, wall street merosot. Indeks Nasdaq dan S&P 500 masing-masing melemah 0,7% dan 0,3%. Ini menandai pekan penurunan pertama kedua indeks saham acuan itu dalam empat pekan terakhir. Sedangkan indeks Dow Jones melemah.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi Agustus, ukuran inflasi yang disukai Federal Reserve, menunjukkan inflasi inti, ukuran yang tidak termasuk biaya pangan dan energi  berada pada tingkat tahunan yang disesuaikan secara musiman sebesar 2,9%. Hal ini sejalan dengan ekspektasi para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones.