Gerakan Tanah Rayapan Tol Cisumdawu Berpotensi Jadi Longsoran, Berikut Sejumlah Rekomendasi Badan Geologi

7 hours ago 4

Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan berdasarkan hasil penyelidikan lapangan, kejadian gerakan tanah di Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) Km 177, Desa Sukasirna, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, dapat berpotensi menjadi longsoran dalam dengan bidang gelincir melengkung (rotational).

Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, berdasarkan analisis dari hasil data resistivity di keempat lintasan, terlihat indikasi multiple-slide atau bidang gelincir pada kedalaman 7-9 meter (dangkal) dan 25-40 meter (dalam).

"Dampak kerusakan masih terjadi pada lereng dan badan atau ruas Tol Cisundawu km. 177," ujar Wafid dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Kamis (26/6/2025).

Wafid mengatakan gerakan tanah masih berpotensi berkembang terutama pada saat musim penghujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama apabila tidak dilakukan perbaikan atau mitigasi struktural dengan baik.

Wafid menegaskan lokasi bencana masuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah. Gerakan tanah pada wilayah ini masih berpotensi terjadi kembali.

"Sebagai langkah mitigasi pegerakan tanah agar tidak meluas dan berkembang, perlu dilakukan pembenahan sistem drainase bawah permukaan seperti dewatering (pore water pressure reduction) atau subsurface-geodrain drainage atau deep well guna mengurangi tekanan pori dalam tubuh lereng," sebut Wafid.

Selain itu perbaikan sistem drainase pada permukaan lereng (surface drain), perbaikan perkuatan lereng dan memastikan bore pile tertanam hingga dibawah bidang gelincir untuk memberikan tahanan maksimal.

Tak hanya itu, Wafid menutrukan perlu adanya perbaikan dan perkuatan tembok penahan yang rusak. Ditambah revegetasi mengurangi erosi dan infiltrasi air permukaan.

"Pemantauan continue baik menggunakan pendekatan peralatan geodetik dan geoteknik secara realtime untuk memantau apabila terjadi deformasi permukaan maupun bawah permukaan sebagai sarana peringatan dini (early warning system) bagi warga sekitar lereng dan pengguna jalan tol," ungkap Wafid.

Wafid menuturkan otoritas yang berwenang disarankan melakukan penilaian kemantapan lereng kembali dengan menambahkan model infiltrasi air dan kegempaan guna mengetahui kemantapan lereng secara keseluruhan untuk memastikan keamanan lereng jangka panjang.

Serta melakukan evaluasi lereng secara berkala untuk mengidentifikasi zona potensi pergerakan tanah dan pengananan daruratnya.

"Jika upaya mitigasi struktural sudah dilakukan dan kondisi pergerakan tanah masih berlanjut atau berkembang perlu dilakukan pemindahan pemukiman pada lereng bagian atas dan jalur transportasi kendaraan," terang Wafid.

Faktor Penyebab dan Mekanisme Gerakan Tanah

Secara umum, faktor penyebab gerakan tanah di Tol Cisumdawu Km 177 salah satunya yakni kemiringan lereng yang curam.

Karakteristik lapukan breksi piroklastik yang akan memburuk sifat keteknikannya (mudah menampung air menyebabkan material rapuh) ketika terjadi perubahan kadar air misalnya saat berinteraksi dengan air maupun kondisi kering dengan suhu relatif tinggi.

"Indikasi struktur geologi berupa kekar pada batuan breksi piroklastika yang berpotensi menampung infiltrasi air dan menyebabkan peningkatan tekanan pori dalam tanah," sebut Wafid.

Wafid menjelaskan infiltrasi intensif air permukaan maupun air hujan pada daerah yang terkupas atau tanpa vegetasi. Curah hujan dengan intensitas tinggi dan berdurasi lama dan getaran dapat sebagai pemicu.

Longsoran ini terjadi akibat kombinasi kondisi geologi, peningkatan tekanan air pori, dan pengaruh geometri lereng. Proses diawali oleh pelapukan batuan dan infiltrasi air yang menyebabkan terbentuknya zona lemah pada breksi yang terkekarkan menyebabkan kekuatan geser rendah serta memperlemah ikatan antar butir.

"Ketika intensitas infiltrasi air tinggi, terjadi peningkatan tekanan air pori dan penurunan gaya geser efektif berkurang. Dalam kondisi tersebut, lereng mulai mengalami deformasi dalam secara perlahan (creep)," jelas Wafid.

Seiring waktu, bidang gelincir berkembang menjadi zona aktif, dan ketika keseimbangan gaya benar-benar terganggu, terjadi pergerakan massa mengikuti bidang gelincir yang diperkirakan dalam dan melengkung, sehingga menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur yang ada di lereng atas dan tengah maupun di kaki lereng (badan jalan tol).

Tipe gerakan tanah yang terjadi pada lokasi ini adalah tipe rayapan pada zona seluas 7,36 ha dengan panjang 340 meter dan lebar maksimal 275 meter.

"Kenampakan dilapangan berupa retakan melintang seperti tapal kuda pada lereng, dan terlihat pada gawir mahkota telah mengalami penurunan 1,35–1,65 meter," jelas Wafid.

Tipe ini bergerak lambat namun berulang serta berpotensi untuk berkembang menjadi tipe deep seated landslide dengan bidang gelincir melengkung (rotational landslide).

Gerakan tanah ini diawali dengan retakan pada permukaan tanah, badan jalan, dan bangunan dinding penahan, memiliki lebar retakan 5–30 cm, panjang 5–140 m dan kedalaman 1-2 m.

"Berdasarkan data penyelidikan lapangan dan hasil analisis digital elevation model (DEM) dari drone lidar, dampak gerakan tanah berakibat ruas Jalan Tol Cisumdawu rusak dan terdampak sepanjang 193 meter di kedua ruas jalan, baik dari Arah Kota Bandung maupun Kota Sumedang," ungkap Wafid.

Pada bagian lereng tengah mengalami amblasan sehingga beberapa pile dan Dinding Penahan Tanah (DPT) pecah/mengalami kerusakan.

Pada bagian bawah lereng atau bagian lajur jalan tol telah mengalami kenaikan/bulging sekitar 20-50 cm sehingga dilakukan pengerukan dan perataan jalan tol oleh pengelola jalan tol yaitu PT. CKJT.

"Masyarakat atau pemukiman yang berada di sekitar lokasi bencana menjadi khawatir terutama bagi rumah yang jaraknya cukup dekat dengan mahkota longsor," tukas Wafid.

Riwayat Gerakan Tanah

Gerakan tanah terjadi di ruas Jalan Tol Cisumdawu Kilometer 177 tepatnya di Dusun Bojongtotor, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada koordinat 6.844456° LS dan 107.874619°.

Berdasarkan informasi dari warga setempat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumedang, tanda gerakan tanah mulai teridentifikasi pada awal tahun 2017 berupa retakan pada area kebun, jalan arteri dan rumah penduduk sebelum dibangun Jalan Tol Cisumdawu.

Kejadian gerakan tanah berkembang ke bagian atas lereng pada tahun 2021 setelah dilakukan pemotongan lereng. Pada akhir bulan Mei 2025 gerakan tanah berkembang kembali dengan ditandai amblasan yang cukup intensif setelah terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama.

Secara umum, morfologi (kondoso) di lokasi gerakan tanah merupakan daerah perbukitan bergelombang kuat. Di lokasi gerakan tanah sudah mengalami perubahan morfologi akibat pemotongan lereng untuk pembangunan Tol Cisumdawu yang dimulai pada tahun 2017.

Lokasi gerakan tanah berada pada punggungan yang diapit oleh dua lembah pada bagian utara dan selatan dengan arah aliran sungai ke arah timur. Morfologi di antara daerah Sumedang-Bandung pada umumnya membentuk dataran – dataran kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah.

Kemiringan lereng di lokasi gerakan tanah berkisar antara 17,2° - 24,9° curam. Lokasi gerakan tanah berada pada ketinggian 677 - 780 meter diatas permukaan laut.

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat (Badan Geologi, 2016) lokasi gerakan tanah di Tol Cisumdawu Km 177 berada pada Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.

Artinya daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali dipicu oleh curah hujan tinggi dan atau gempabumi.

Pada umumnya kisaran kemiringan lereng mulai dari agak terjal (9o s.d. 17o), terjal (>17o s.d. 36o), dan curam (> 36o), tergantung pada kondisi geologi setempat dan lereng yang dibentuk oleh bahan timbunan.

Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah pada Bulan Mei 2025 di Kabupaten Sumedang (Badan Geologi, 2025), daerah bencana berada pada prakiraan potensi gerakan tanah menengah.

Artinya, daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

4 Langkah Antisipasi Potensi Tanah Longsor

Dicuplik dari kanal Regional, Liputan6, memasuki musim penghujan menyebabkan adanya potensi terjadinya bencana tanah longsor akibat kemiringan tanah yang cukup curam dan terjal di beberapa titik daerah di Indonesia.

Tanah longsor sendiri merupakan fenomena perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Secara sederhana, Longsor dapat terjadi jika terdapat air dengan volume yang besar meresap ke dalam tanah, sehingga berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

Berangkat dari pengertian diatas, maka fenomena bencana tanah longsor rawan terjadi di musim hujan seperti saat ini.

Untuk itu, masyarakat bersama-sama dengan pemerintah dapat segera melakukan langkah antisipasi guna mengurangi risiko terjadinya tanah longsor, seperti :

1.⁠ ⁠Menghindari pembangunan pemukiman di daerah di bawah lereng yang rawan terjadi tanah longsor.

2.⁠ ⁠Mengurangi tingkat keterjangan lereng dengan pengolahan lahan terasering di kawasan lereng.

3.⁠ ⁠Penanaman pohon yang mempunyai perakaran yang dalam dan jarak tanam yang tidak terlalu rapat diantaranya diseling-selingi tanaman pendek yang bisa menjaga drainase air.

4.⁠ ⁠Menjaga drainase lereng yang baik untuk menghindarkan air mengalir dari dalam lereng keluar lereng.

Dengan adanya langkah preventif yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat, diharapkan mampu meminimalisasi terjadinya potensi tanah longsor dan kerugian materil maupun korban jiwa.

Apabila terdapat anggota keluarga maupun tetangga sekitar yang sakit dan mengalami luka akibat longsor yang melanda, segera lakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan yang baik dan tepat.

Foto Pilihan

Suasana pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) di sekitar jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Minggu (4/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |