Zona Rawan Longsor di Sukamakmur Bogor Terungkap, Ini Rekomendasi Badan Geologi

2 months ago 51

Liputan6.com, Jakarta Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan sejumlah rekomendasi hasil penelitian gerakan tanah terjadi di Kampung Nanggerang RT 03 RW 02, Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, berdasarkan interpretasi dari foto dan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, gerakan tanah berupa rayapan yang ditandai dengan munculnya retakan pada permukaan dan bangunan.

"Mengingat daerah tersebut masih sangat rawan terjadi gerakan tanah dan curah hujan yang masih tinggi maka sebagai langkah antisipasi potensi longsoran susulan maka direkomendasikan masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di lokasi bencana agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat hujan," ujar Wafid dalam keterangan tertulis, Bandung, Senin (4/8).

Wafid mengatakan gerakan tanah ini bergerak lambat namun sering menimbulkan dampak yang luas. Gerakan tanah ini mengakibatkan 12 rumah rusak ringan yang dihuni 39 orang dari 12 kepala kepala keluarga (KK), satu rumah rusak sedang dihuni empat orang, dua rumah rusak berat dihuni 11 orang dan 15 orang mengungsi.

Wafid menyebutkan secara umum, kondisi daerah bencana berupa dataran hingga perbukitan dengan kemiringan lereng landai. Lokasi bencana berada di dekat kelokan sungai pada ketinggian 207 meter di atas permukaan laut (mdpl).

"Masyarakat diimbau melakukan pemantauan secara mandiri terutama ketika curah hujan meningkat dan melaporkan ke pihak berwenang atau BPBD jika gerakan tanah berkembang secara signifikan. Bagian rumah yang rusak berat untuk sementara tidak digunakan sebagai tempat berkumpul atau beristirahat," ucap Wafid.

Wafid menjelaskan berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa (A.C. Effendi, dkk., Direktorat Geologi, Bandung, Indonesia, 1998) batuan penyusun daerah bencana berupa batuan Formasi Jatiluhur (Tmj) yang berupa napal dan serpih lempungan dan sisipan batupasir kuarsa.

Sedangkan berdasarkan peta geologi terlihat adanya struktur geologi daerah tersebut sehingga daerah tersebut merupakan zona lemah.

"Segera melakukan perbaikan pada rumah yang mengalami kerusakan namun masyarakat harus melakukan pemantauan menerus terhadap perkembangan retakan dan nendatan. Jika terjadi perkembangan yang menerus pada retakan yang telah ada dan muncul rembesan air baru atau hilangnya mata air lama atau ada perubahan mata air dari bening menjadi keruh, agar segera mengungsi dan melaporkan ke pemerintah daerah setempat," ungkap Wafid.

Jika retakan berkembang dan meluas ke arah permukiman, Wafid mengatakan maka permukiman yang rusak sebaiknya direlokasi ke tempat yang lebih aman.

Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah pada Bulan Juli 2025 di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), lokasi bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah Menengah–Tinggi.

"Artinya daerah ini mempunyai potensi menengah hingga tinggi untuk terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh curah hujan yang tinggi atau di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali," tambah Wafid.

Wafid menyarankan menutup retakan dengan tanah liat dan dipadatkan untuk memperlambat masuknya air ke dalam tanah. Aktivitas ini agar dilakukan dengan selalu memperhatikan kondisi cuaca dan faktor keselamatan.

Saluran air juga harus dijaga agar tidak masuk ke dalam zona retakan yang sudah terbentuk. Diperlukan pengendalian air permukaan (surface drainage) yang kedap air dengan cara perencanaan tata saluran permukaan, pengendalian air rembesan (sub surface drainage) serta pengaliran parit pencegat yang diarahkan langsung ke sungai utama.

"Untuk ke depannya tidak mengembangkan pemukiman kearah lereng yang terjal. Daerah ini rawan terjadi gerakan tanah lambat sehingga diperlukan adaptasi lokal (kearifan lokal) di lokasi ini dengan bangunan berupa rumah panggung, bukan permanen, bukan konstruksi rigid," ungkap Wafid.

Konstruksi tembok alias permanen dan lantai keramik, Wafid menyebutkan jika terjadi gerakan tanah walaupun bergerak lambat akan terbentuk retakan pada dinding, kolom dan lantai, serta bangunan berisiko roboh.

Selain itu masyarakat juga tidak melakukan pengembangan permukiman pada area terdampak pergerakan tanah. Menanami lereng dengan tanaman berakar kuat dan dalam yang mampu mengikat tanah.

"Peningkatan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah. Masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah setempat dan BPBD," sebut Wafid.

Bencana alam ini diperkirakan karena lokasi bencana yang berada pada kelokan sungai, erosi sungai mengikis tebing. Erosi air sungai tersebut secara bertahap mengikis tanah yang di atasnya terdapat pemukiman sehingga rumah-rumah warga menjadi rusak dan terancam.

Lokasi gerakan tanah berada dekat dengan zona struktur geologi berupa pola kelurusan atau sesar (peta geologi). Adanya patahan atau sesar dapat menyebabkan daerah tersebut menjadi zona lemah yang rentan terhadap gerakan tanah, terutama jika terdapat rekahan yang memungkinkan air masuk.

"Terdapat lahan basah berupa sawah yang dapat membuat kondisi air tanah jenuh dan dapat memicu terjadinya pergerakan tanah. Curah hujan tinggi yang menyebabkan tanah jenuh air," tukas Wafid.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |