Liputan6.com, Jakarta - Peredaran rokok ilegal memicu kerugian besar dan mematikan industri rokok resmi yang ada di Indonesia, khususnya di Kabupaten Kudus. Meningkatnya rokok ilegal juga menurunkan pendapatan negara dari sektor cukai.
Meskipun Gerakan Gempur Rokok Ilegal masif dilakukan dengan berbagai cara, namun hingga saat ini Bea Cukai belum mampu menekan semaksimal mungkin peredaran rokok tanpa cukai alias bodong.
Keresahan terkait serbuan rokok ilegal di tengah masyarakat, terungkap saat audiensi antara pengusaha rokok yang tergabung di Persatuan Pabrik Rokok Kudus (PPRK) bersama Bupati Kudus, Gubernur Jateng dan perwakilan Pemerintah Pusat pada Jumat (19/9/2025).
Kerugian Akibat Rokok Ilegal
Ketua Umum PPRK M. Dodiek menegaskan, peredaran rokok ilegal telah menimbulkan kerugian besar bagi industri rokok resmi maupun pendapatan negara.Dodik menyebut, kerugian akibat rokok ilegal mencapai Rp 70 miliar. Padahal, kontribusi perusahaan rokok golongan dua hanya sekitar Rp 3 miliar.
"Artinya, dampak rokok ilegal jauh lebih besar dan merugikan,” ujar Dodiek usai pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah di kantor PPRK Kudus pada Jumat (19/9/2025). Ia menambahkan, pemerintah harus serius dalam menekan peredaran rokok ilegal.
Menurutnya, masalah ini bukan sekadar persoalan industri, melainkan juga terkait keberlangsungan ekonomi daerah dan tenaga kerja.
“Harapan kami, pemerintah benar-benar berkomitmen mengurangi rokok ilegal, karena dampaknya sangat mengganggu,” lanjutnya.
Minta Pemerintah Kompak
Mewakili keresahan pengusaha rokok golongan 2, Dodiek pun berharap pemerintah pusat, provinsi, dan daerah satu suara dalam memberantas produksi dan peredaran rokok ilegal.
Selain itu, dukungan kebijakan serta pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), juga diharapkan bisa diarahkan untuk mendukung pengawasan, sosialisasi, serta kesejahteraan pekerja pabrik rokok.
“Kalau pusat dan daerah kompak, kami yakin upaya pemberantasan rokok ilegal bisa lebih efektif. Apalagi DBHCHT bisa digunakan untuk memperkuat dukungan di lapangan,” tuturnya.
Usulkan Moratorium Tarif Cukai
Sementara itu, Bupati Kudus Sam’ani Intakoris menegaskan komitmen Pemkab Kudus mendukung upaya pemberantasan rokok ilegal di wilayahnya yang juga dikenal dengan sebutan Kota Kretek.
Samani mengaku bahwa Pemkab Kudus siap berkolaborasi dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait untuk menggelar operasi gabungan.
“Langkah-langkah sudah dipersiapkan. Kita bekerja sama dengan Bea Cukai, TNI, dan Polri mengantisipasi serta menekan peredaran rokok ilegal di Kudus maupun wilayah lain,” tukas Samani.
Selain itu, Sam’ani juga menyoroti dampak kenaikan cukai rokok yang dinilai berpotensi memperlebar kesenjangan harga. Kondisi tersebut justru bisa memicu peredaran rokok ilegal semakin marak.
“Kenaikan cukai bisa menimbulkan gap (jarak) harga yang lebar. Itu yang sering dimanfaatkan peredaran rokok ilegal. Karena itu, kami mengusulkan moratorium kenaikan cukai,” tegasnya.
Kontribusi Industri Rokok terhadap Ekonomi Nasional
Industri hasil tembakau (IHT) memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional maupun daerah. Wilayah Kudus sendiri menjadi salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor cukai.
“Dari Kudus, penerimaan cukai tahun lalu mencapai Rp 48 triliun. Tahun ini targetnya lebih dari Rp 50 triliun. Angka ini tentu berdampak pada APBN dan APBD, karena belanja negara dan daerah sangat bergantung pada penerimaan pajak dan cukai,” jelasnya.
Ia menambahkan, sektor rokok tidak hanya menopang penerimaan negara, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi ribuan masyarakat Kudus. Karena itu, kebijakan terkait IHT perlu memperhatikan keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan industri.
“Rokok memang jadi penyumbang cukai terbesar. Namun jangan sampai kebijakan yang diambil justru mematikan industri dan tenaga kerja di daerah. Kalau industri terganggu, otomatis pembangunan juga ikut terdampak,” pungkasnya.