Liputan6.com, Jakarta Tata ruang di Provinsi Bali telah mengalami perubahan. Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD membeberkan adanya peneribitan sertifikat di kawasan konservasi, termasuk Taman Hutan Raya (Tahura) yang merupakan habitat utama hutan mangrove di Bali.
Ketua Pansus TRAP I Made Supartha, menegaskan bahwa kasus ini tidak sekadar pelanggaran administratif, melainkan menyangkut kepatuhan terhadap undang-undang.
Menurutnya, kawasan pesisir dan mangrove dilindungi ketat oleh regulasi nasional.
“Undang-undang pesisir dan pulau-pulau kecil itu tidak boleh mendapat sertifikat, tidak boleh ada kegiatan reklamasi, tidak boleh ada penebangan pemotongan mangrove. Itu prinsipnya,” tegas Supartha di Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (23/09/2025).
Dalam sidak sebelumnya yang dilakukan pada Rabu (17/09/2025) lalu, Pansus bersama sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) menemukan berbagai pelanggaran tata ruang.
Di kawasan Tohpati, bangunan berdiri di atas sempadan sungai bahkan menyempitkan aliran air dengan tembok pembatas. Kondsi itu dinilai memperparah risiko banjir bandang yang pernah melanda wilayah tersebut.
Di Kertalangu, Kesiman, tepat di depan Hongkong Garden, pansus juga menemukan bangunan tanpa izin di sempadan sungai.
Bangunan itu bahkan diminta untuk ditutup sementara. Adapun di kawasan Tahuran Ngurah Rai, sebuah pabrik berdiri di atas lahan yg diduga merupakan area konservasi.
Situasi serupa ditemukan juga di sekitar Mall Bali Galeria (MBG). Saluran air di lokasi itu menyempit akibat ketiadaan pintu air, pompa dan pelebaran jalur. DPRD menilai kondisi tersebut memperparah potensi genangan saat hujan deras.
Kepala Kanwil BPN Bali I Made Daging, yang hadir dalam rapat bersama pansus, membenarkan adanya indikasi sertifikat bermasalah.
Ia menyebut terdapat 106 bidang tanah bersertifikat yang berhimpitan dengan kawasan Tahura Mangrove. Rinciannya, 71 bidang berada di Kabupaten Badung, sedangkan 35 bidang lainnya di Kota Denpasar.
“Data yang kami sampaikan tadi juga, data awal ya. Data awal, data yang indikasi ada terbit sertifikat yang beririsan ataupun masuk dengan kawasan perhutanan. Nah, tentu itu perlu pendalaman lagi, pastinya. Perlu kami dalami, perlu koordinasi juga dengan Dinas Kehutanan,” ungkap Daging.
Lebih lanjut, Daging menjelaskan sebagian lahan sudah beralih fungsi menjadi kawasan industri dengan status legal atas nama warga Bali.
Menurutnya, asal-usul tanah itu berasal dari tanah adat yang kemudian dikonversi. Ia menduga proses konversi terjadi sekitar tahun 2023, seiring perubahan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Itu sudah bersertifikat atas nama perorangan orang Bali. Dan itu asal-usul atau riwayat tanah tersebut milik adat, diproses dengan konversi dan tata ruangnya cocok juga,” jelasnya.
Meski sertifikat dianggap sah secara administratif, pansus DPRD Bali menegaskan bahwa status konservasi tidak boleh diabaikan. Supartha menekankan perlunya kajian mendalam agar tidak terjadi benturan antara aturan tata ruang dan perlindungan kawasan pesisir.
“Kalau boleh harus lakukan kajian yang dalam. Apakah ini wilayah yang boleh disertifikatkan atau tidak? Itu yang harus dipastikan,” ucap dia.
Sekretaris pansus, Putu Diah Pradnya Maharani alias Gek Diah, menyatakan pansus akan memperkuat seluruh temuan untuk dijadikan rekomendasi hukum. “Seluruh temuan akan diperkuat menjadi rekomendasi agar bisa menjadi acuan bagi penindakan hukum,” tegas dia.
Sementara itu, Daging menegaskan bahwa jika suatu bidang tanah memang terbukti masuk kawasan hutan lindung, sertifikat yang telah terbit tetap bisa dibatalkan.
“Kalau memang masuk kawasan hutan boleh dibatalkan itu. Karena kawasan ndak boleh diterbitkan sertifikat sama perorangan maupun badan hukum,” katanya.
Alih fungsi kawasan mangrove bukan hanya soal legalitas, tetapi juga ancaman ekologis. Penyempitan aliran sungai dan berkurangnya kawasan resapan berpotensi memperburuk banjir musiman di Bali, terutama di kawasan padat aktivitas seperti Kuta dan Denpasar.
Menurut Daging, solusi jangka panjang hanya bisa dilakukan melalui perbaikan tata ruang. “Kalau mau supaya di situ tidak ada bangunan, tata ruang mesti diperbaiki. Itu juga penting untuk kepastian investasi buat masyarakat,” paparnya.
Dengan adanya temuan ini, pansus memastikan rekomendasi yang dirumuskan nantinya mencakup dua hal sekaligus, yaitu penegakan aturan lingkungan serta penyelesaian kepastian hukum atas sertifikat bermasalah.