Liputan6.com, Jakarta - Di balik setumpuk karung beras, Asnawi duduk diselimuti keresahan. Rasa jengkel pun tak bisa disembunyikan. Masalah muncul lantaran penjualan beras di toko miliknya mendadak turun.
Asnawi mengeluh bukan tanpa alasan. Dia mendengar heboh 'serbuan' beras oplosan yang beredar masyarakat. Tidak cuma di retail atau minimarket besar, beras oplosan beragam merek beredar di agen beras seperti dirinya. Dia tidak menyangka ikut terkena getah akibat ulah mafia beras.
Bukan hanya omzet yang menurun, Asnawi sekarang ikut dibuat repot menjawab keluhan dan pertanyaan dari banyak pembeli. Pertanyaannya seputar beda beras asli dan beras oplosan. Pelanggan khawatir beras yang dijual Asnawi di Jalan Sawangan, Depok juga barang oplosan.
Sekarang hampir saban hari, Asnawi harus meyakinkan pembeli bahwa beras yang dijual di tokonya asli. Namun, Asnawi maklum. Pembeli menjadi khawatir sudah bayar mahal beras premium, tetapi yang didapat beras oplosan.
“Iya, tidak sedikit pembeli lebih rewel menanyakan beras oplosan saat membeli beras premium yang kami jual,” ujar Asnawi kepada Liputan6.com, Kamis (24/7/2025).
Dengan sabar, Asnawi mengedukasi pembeli perbedaan beras oplosan dan beras premium. Beda dengan beras oplosan, beras premium tidak ada patahan. Harganya pun berbeda dengan beras medium.
"Kita menjual beras premium itu Rp15 ribu sampai Rp17 ribu per kilogram, itu tergantung merek," ucap Asnawi.
Sambil melayani pembeli, Asnawi kerepotan harus meyakinkan tokonya tidak menjual beras oplosan. Dia menjamin beras premium yang dijual memiliki kode produksi kemasan dan perusahaan.
"Contohnya ini, ada nama perusahaan jadi ada penanggung jawabnya," terang Asnawi.
Tidak cuma beras dalam berat besar, Asnawi menjual beras eceran yang dijual per liter. Beras yang diecer biasanya menggunakan beras medium. Asnawi menjualnya dengan harga Rp13 ribu sampai 14 ribu per liter. Semua tergantung dari merek beras.
“Kalau di sini kami jual prinsipnya kejujuran, saya enggak mau menjual beras oplosan, adanya isu ini juga penjualan beras premium sudah mulai menurun,” kata Asnawi.
Isu soal beras oplosan, rupanya membuat Presiden Prabowo Subianto marah. Prabowo meminta Jaksa Agung dan Kapolri menindak tegas pengoplos beras, karena kerugian negara setiap tahun mencapai Rp100 triliun.
Pedagang Jujur Tak Mau Rugikan Pembeli
Tidak jauh berbeda, pedagang beras di Jalan Raya Merdeka, Mahfud menilai maraknya isu beras oplosan tidak hanya terjadi pada saat ini. Bahkan, beberapa waktu lalu, Polres Metro Depok sudah membongkar pedagang nakal menjual beras oplosan.
“Ya meskipun begitu, kita turut terkena dampak juga, pembeli beras premium mulai menurun,” ujar pria yang sudah berjualan selama 20 tahun.
Sebelum maraknya pemberitaan beras oplosan, toko Mahfud mampu menjual beras premium dalam satu hari 30 kilogram. Namun, setelah beras oplosan marak, tokonya hanya mampu menjual 20 kilogram dalam satu hari.
“Ya mau bagaimana lagi, kita serahkan semuanya kepada pembeli,” kata Mahfud.
Sebagai penjual beras, Mahfud mengakui praktik curang menjual beras oplosan memiliki keuntungan cukup lumayan. Namun, Mahfud tidak ingin menjual beras untuk mendapatkan keuntungan tetapi merugikan pembeli.
"Saya pastikan penjualan beras di toko ini tidak dengan cara yang tidak halal," tutur Mahfud.
Seperti Asnawi, Mahfud jadi rajin memberikan penjelasan kepada pembeli agar tidak salah pilih membeli beras. Hal itulah yang menjadi salah satu kunci pembeli tetap mempercayai beras yang dijual tokonya.
"Kami berharap, kepolisian kembali menangkap para penjual beras oplosan, selain merugikan pembeli, kami pun turut terdampak," kata Mahfud.
Sidak Wali Kota Depok
Sementara, Wali Kota Depok Supian Suri telah melakukan inspeksi mendadak sejumlah pasar dan pedagang beras. Sidak ini menanggapi penemuan penjualan beras oplosan. Pemerintah Kota Depok belum menemukan adanya penjualan beras oplosan.
“Kami minta Disdagin untuk mengecek di beberapa tempat, tapi Alhamdulillah sampai saat ini kita belum menemukan cerita tentang beras polosan khususnya di Kota Depok ya,” singkat Supian.
Lima Merek Beras Oplosan
Satgas Pangan Polri meningkatkan status penanganan perkara dugaan kecurangan produsen beras terkait ketidaksesuaian mutu dan takaran, dari penyelidikan ke penyidikan. Kesimpulan awal, ada lima merek dagang beras oplosan yang melakukan pelanggaran.
“Dengan melakukan penyelidikan terhadap 212 merek tersebut, kita lakukan penelusuran bekerjasama dengan kementerian yang terkait, mendapatkan data sampai dengan hari ini ditemukan ada 52 PT sebagai produsen beras premium dan 15 PT sebagai produsen beras medium,” tutur Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf di Mabes Polri.
Dari temuan tersebut, kata Helfi, pihaknya menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan ke lapangan, baik terhadap pasar tradisional maupun modern untuk pengambilan sampel beras premium maupun medium. Kemudian dilanjutkan pengecekan atas sampel tersebut ke laboratorium.
“Namun sampai dengan hari ini, kita baru mendapatkan sembilan merek, dan 5 merek yang sudah ada hasilnya, yaitu beras premium yang tidak memenuhi standar mutu,” jelas dia.
Helfi merinci, tiga perusahaan dan lima merek beras yang diduga melakukan pelanggaran adalah PT PIM dengan merek Sania; PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen; serta Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
“Dari hasil penyelidikan tersebut, penyidik mendapatkan fakta bahwa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu melakukan produksi beras premium dengan merek yang tidak sesuai standar, standar mutu yang tertera pada label kemasan yang terpampang di kemasan tersebut. Menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional, artinya dengan teknologi yang modern maupun manual,” ungkapnya