Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi menanggapi DPR yang mendorong minimum free float saham di Bursa Efek Indonesia menjadi 30 persen. Inarno menegaskan OJK tidak menolak gagasan itu, namun menekankan pentingnya penerapan yang bertahap.
“Oke aja, bertahap dong, bertahap. Kalau misalnya setuju nggak setuju ya pasti kita setuju, tetapi bertahap gitu kan,” ujarnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, Selasa (7/10/2025).
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang mengkaji penyesuaian regulasi pencatatan saham, termasuk mengenai free float atau saham yang beredar di publik dengan tetap memperhatikan kondisi dari sisi perusahaan tercatat serta kemampuan investor.
Hal itu disampaikan Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, seperti ditulis Sabtu (27/9/2025).
Ia menuturkan, BEI senantiasa memperhatikan relevansi atas pengaturan yang dilakukan dengan kondisi dan dinamika di pasar modal serta melakukan benchmarking mengenai praktik umum pengaturan yang dilakukan bursa global.
“Seluruh pengaturan juga disusun dengan melewati proses dengar pendapat dengan pemangku kepentingan,” ujar dia.
Free Float
Seiring hal itu, Nyoman menuturkan, setiap kebijakan mengenai Free Float juga harus dilihat dari dua sisi tersebut demi terciptanya keseimbangan pasar dan likuiditas yang baik. Konsep penyesuaian akan kami publikasikan dalam waktu dekat untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan.
“Terkait peningkatan Free Float bagi Calon Perusahaan Tercatat, Bursa berfokus tidak hanya kepada persyaratan Free Float saja, tapi juga dengan memperbanyak jumlah IPO skala besar yang akan mendukung secara langsung nilai total kapitalisasi Free Float di BEI,” kata dia.
Asing Lepas Saham Rp 3,1 Triliun pada 29 September-3 Oktober 2025
Sebelumnya, Investor asing melakukan aksi jual saham pada 29-3 Oktober 2025. Aksi jual saham oleh investor asing itu terjadi di tengah penutupan pemerintahan Amerika Serikat (AS) atau shutdown pemerintah AS.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (5/10/2025), pada perdagangan selama sepekan, IHSG naik tipis 0,23% menjadi 8.118,30. IHSG berada di posisi tertinggi 8.118,30 dan level terendah di posisi 8.034,25. Adapun pekan lalu, IHSG ditutup naik di posisi 8.099,33.
Senior Market Analyst PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji menuturkan, IHSG naik 0,23% selama sepekan di tengah isu penutupan pemerintahan AS atau shutdown pemerintah AS. Hal ini menurut Nafan didukung fundamental makro ekonomi domestik yang tetap solid antara lain ekspansi perusahaan, inflasi yang stabil dan surplus neraca perdagangan.
“Di sisi lain, sebenarnya kita juga menanti paket stimulus ekonomi yang terbaru dari pemerintah. Nanti akan dikeluarkan pekan depan. Tujuannya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Ada 30 juta keluarga menikmati bantuan ekonomi tersebut, tujuannya untuk dongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dapat tercapai pada akhir tahun itu juga membuat market kita terapresiasi dengan baik,” ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Rincian Aksi Investor Asing
Di sisi lain, kenaikan IHSG ini terjadi di tengah aksi jual saham oleh investor asing. Tercatat asing melepas saham sebesar Rp 3,1 triliun. Pada pekan ini, aksi jual saham oleh investor asing terbesar mencapai Rp 1,7 triliun pada 30 September 2025. Adapun pekan lalu, asing membeli saham Rp 5,09 triliun.
Berikut rincian aksi investor asing pada 29 September-3 Oktober 2025 dikutip dari data BEI:
1.29 September 2025: investor asing beli saham Rp 555,64 miliar
2.30 September 2025: investor asing lepas saham Rp 1,70 triliun
3.1 Oktober 2025: investor asing lepas saham Rp 737,70 miliar
4.2 Oktober 2025: investor asing lepas saham Rp 1,4 triliun
5.3 Oktober 2025: investor asing beli saham Rp 199,7 miliar