Bukan Asal Bunyi, Ini Asal-usul Nama 6 Jalan di Sekitar Keraton Yogyakarta

2 months ago 43

Liputan6.com, Yogyakarta - Kota Yogyakarta setia menjaga warisan leluhur. Salah satu buktinya adalah penamaan nama jalan di sekitar Keraton Yogyakarta. Nama-nama jalan di kawasan inti kota ini bukan sekadar label lokasi, melainkan rangkaian narasi yang mengandung makna filosofis, sejarah, dan tata nilai budaya yang diwariskan sejak zaman Mataram Islam. Mengutip dari berbagai sumber, berikut adalah enam jalan di sekitar Keraton Yogyakarta beserta kisah di baliknya.

1. Jalan Rotowijayan: Jalan Para Abdi Dalem

Nama "Rotowijayan" berasal dari kata ratu (raja) dan wijaya (kemenangan atau kemuliaan). Jalan ini dulunya merupakan jalur utama keluar masuk abdi dalem dari dan ke Keraton. Di sepanjang jalan ini berdiri kompleks kediaman dan pendapa-pendapa tempat tinggal para abdi dalem yang bertugas khusus melayani raja.

Saat ini, kawasan ini juga menjadi lokasi Museum Kereta Keraton yang menyimpan koleksi kereta kencana kerajaan sejak abad ke-18.

2. Jalan Suryopranoto: Nama Pahlawan dan Penggagas Serikat Buruh

Berada tak jauh dari sisi barat laut alun-alun, Jalan Suryopranoto diambil dari nama Raden Mas Suryopranoto, seorang bangsawan Yogyakarta yang dikenal sebagai aktivis pergerakan buruh dan pendidikan pada awal abad ke-20. Ia merupakan tokoh Sarekat Islam dan kerap disebut sebagai "Raja Mogok" karena sering memimpin pemogokan buruh sebagai bentuk perjuangan melawan penindasan kolonial. Penamaan ini mencerminkan semangat emansipasi rakyat kecil yang juga menjadi bagian dari sejarah Yogyakarta.

3. Jalan Kauman: Jejak Komunitas Islam

Kawasan Kauman dikenal sebagai pusat komunitas Islam tradisional yang dekat dengan Keraton. Jalan Kauman merujuk langsung pada kawasan tempat tinggal para ulama dan tokoh agama, termasuk K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Nama ini menegaskan peran penting ulama dalam kehidupan keraton, termasuk sebagai penasihat spiritual Sultan dan sebagai pelaksana kegiatan keagamaan di Masjid Gedhe Kauman yang didirikan pada 1773 oleh Sultan Hamengkubuwono I.

Wijilan

4. Jalan Wijilan: Sentra Kuliner dengan Akar Sejarah

Hari ini Wijilan dikenal sebagai sentra gudeg legendaris di Yogyakarta. Namun, sejarah nama "Wijilan" diduga berasal dari kata wijil yang dalam bahasa Jawa berarti "keluar" atau "lahir".

Dalam konteks sejarah, Wijilan adalah pintu keluar dari kawasan dalam keraton menuju arah timur laut. Menariknya, konon dulunya kawasan ini juga menjadi tempat pemukiman bagi putri-putri keraton yang telah menikah dan "keluar" dari lingkungan istana.

5. Jalan Alun-Alun Utara dan Selatan: Makna Sakral Tata Ruang

Alun-alun bukan sekadar lapangan luas, melainkan bagian integral dari tata ruang keraton yang sarat makna. Alun-Alun Utara adalah pusat upacara kenegaraan dan tempat rakyat bertemu raja.

Sementara Alun-Alun Selatan lebih bersifat spiritual dan simbolik, menjadi tempat ritual seperti "Masangin" (berjalan di antara dua pohon beringin kembar dengan mata tertutup), yang dipercaya menguji kemurnian hati. Nama jalan yang mengapit kedua alun-alun ini menjadi pengingat akan fungsi sosial dan spiritual kawasan tersebut.

6. Jalan Magangan: Kawasan Disiplin dan Pengabdian

Nama "Magangan" sering dihubungkan dengan magang, yang dalam konteks keraton merujuk pada tempat pelatihan atau pengujian calon abdi dalem sebelum resmi diterima. Jalan ini berada di sisi timur kompleks keraton dan mengarah ke Bangsal Magangan, tempat para calon abdi dalem digembleng secara mental dan fisik.

Saat ini, kawasan ini juga menjadi akses ke Museum Sonobudoyo.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |