Berkah Petani Kopi Muria, Kemarau Basah Bikin Panen Melimpah

1 month ago 32

Liputan6.com, Jakarta Dinginnya cuaca pagi yang menusuk tulang di Pegunungan Muria Kudus tak menyurutkan semangat kalangan petani kopi untuk memetik hasil jerih payah mereka selama ini.

Mereka bersemangat melakukan panen di tengah harga komoditi kopi varian Robusta yang tidak pahit seperti bubuk kopi. Sebab dalam musim panen yang dimulai sejak Juli lalu, senyum para petani Kopi di Desa Japan Kecamatan Dawe semakin manis seperti harga kopi saat ini.

Tak hanya itu, mereka juga mengalami lonjakan panen yang melimpah jika dibandingkan dengan musim panen tahun-tahun sebelumnya.

Perkebunan Kopi Muria yang tersebar di tiga kabupaten yang berada di kaki Gunung Muria yakni Jepara, Kudus, dan Pati tengah memasuki musim panen hingga dua bulan ke depan.

Perkebunan kopi di Kudus menjadi salah satu pemasok Kopi Robusta Muria paling banyak dibandingkan dua kabupaten lainnya. Keberadaan Kopi Muria di Desa Japan sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda sejak ratusan tahun silam.

Selama ini meskipun musim panen dengan produksi kopi melimpah, namun belum tentu nasib mujur menghampiri petani kopi seiring dengan kenaikan harga dan produksi olahan kopi.

Seperti yang dialami salah satu petani kopi di Desa Colo, M Abdul Hamid Ridlo misalnya. Ia mengaku saat ini harga komoditas kopi Muria masih fluktuatif di tingkat dunia.

"Harga kopi masih naik turun, karena masih di tengah-tengah musim panen raya," ujar Ridlo ditemui di rumah produksinya Senin (25/8/2025).

Dia mengatakan, harga kopi Muria petik merah saat ini berada di kisaran harga Rp85-90 ribu per kilogram. Sedangkan harga petik hijau atau campuran berada di angka Rp67-70 ribu.

Dalam rentang harga tersebut, menurut Ridlo nilai pasar kopi Muria masih belum terbilang tinggi.

"Masih standar, karena panen melimpah jadi harga tidak terlampau tinggi," ungkapnya.

Dia menceritakan, dua tahun sebelumnya harga kopi Muria sempat tinggi-tingginya. Saat itu, satu kilogram kopi Muria petik merah dipatok harga di atas Rp100 ribu.

"Faktornya, panen kopi tahun lalu tidak banyak, jadi permintaan yang lebih tinggi membuat harga kopi melonjak," terangnya.

Untuk mengimbangi harga pasaran, dirinya selalu mengutamakan kualitas pada olahan kopinya hingga berbentuk roasted bean.

"Kopi yang sudah olahan harus petik merah semua, sehingga soal rasa tidak kalah dengan kopi lainnya," jelasnya.

Ridlo menjelaskan, melimpahnya panen kopi di tahun ini tidak lepas dari faktor cuaca. Menurutnya, musim kemarau basah yang terjadi membuat tanaman kopi tumbuh subur dan menghasilkan panen lebih bagus.

"Sekarang kan lagi kemarau basah, buat tanaman di lereng gunung seperti kopi, parijotho itu bagus," terangnya.

Dalam sehari, dia mampu memanen kopi sekitar 30 sampai 50 kilogram per hari. Untuk kebutuhan produksi kopi miliknya, Ridlo juga memasok hasil panen dari petani lain di desanya.

Tahun lalu, pihaknya bisa mengolah hingga 5-7 ton kopi di rumah produksinya.

Dia berharap, panen kopi yang melimpah ini bisa diiringi dengan harga jual yang lebih mahal. Sehingga para pelaku UMKM kopi di Desa Colo dan sekitarnya semakin semangat dan menjaga kualitas kopinya.

"Untuk menjaga kebutuhan kopi pasca panen, jadi diproduksi dalam bentuk kemasan," pungkasnya.

Tradisi Wiwit Kopi Rasa Syukur

Pada tahun ini bersamaan bulan Agustus, tradisi wiwit kopi kembali dilakukan para petani kopi dan warga. Pesta rakyat ini dilakukan di Bukit Guyangan, Desa Japan, setelah vakum selama 15 tahun.

Rangkaian tradisi diiringi kirab gunungan hasil bumi di Pegunungan Muria. Gunungan berisi buah buahan seperti alpukat, mangga, jeruk pamelo, sayuran dan umbi umbian.

Yang menarik, juga disertakan buah parijoto yang hanya bisa tumbuh di Pegunungan Muria. Selain sesaji gunungan, juga ditampilkan tarian wiwit kopi, hingga prosesi ngruwok atau memetik kopi langsung dari pohonnya.

Penyelenggaran tradisi Wiwit kopi ini, menandai dimulainya musim panen raya petani kopi di Pegunungan Muria. Mereka memetik kopi yang biasanya dilakukan pada Juli hingga September 2025.

Ketua Desa Wisata Japan, Mutohar mengatakan, tradisi wiwit kopi merupakan bentuk syukur atas hasil panen dan mengguyubkan kebersamaan warga di Pegunungan Muria.

“Ini bukan sekadar ritual panen, tetapi simbol budaya yang kami lestarikan agar nilai-nilai lokal tetap hidup,” ujar Mutohar awal Agustus lalu kepada Liputan6.com.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |