Wagub NTT Geram, ART Asal Sumba Dianiaya dan Dipaksa Makan Kotoran Anjing di Batam

23 hours ago 6

Liputan6.com, Kupang - Kasus asisten rumah tangga (ART) asal Sumba yang dianiaya dan dipaksa makan kotoran anjing oleh majikannya di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, mendapat perhatian banyak pihak, termasuk Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Johni Asadoma. Johni merasa geram dan menyayangkan hal itu bisa terjadi.

"Kita sayangkan kejadian ini ya, kita minta agar kasus ini diproses," katanya saat ditemui di Rote Ndao, Selasa (24/6/2025).

Johni mengaku telah menelpon Kapolda Kepulauan Riau Irjen Pol Asep Safrudin, setelah menerima laporan terkait kasus penganiayaan tersebut pada Minggu (22/6/2025) kemarin.

Korban tersebut ujar mantan Kapolda NTT itu, bernama Intan dan berusia 20 tahun. Korban berasal dari Loli, Kabupaten Sumba Barat di Pulau Sumba.

"Saya sudah minta agar kasus ini diusut tuntas, dan pelakunya diganjar hukuman yang setimpal dengan perbuatan," katanya.

Johni juga mengatakan, hasil diskusi dengan Kapolda Kepri, diketahui bahwa dua pelaku penganiayaan terhadap Intan sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni majikan Intan bernama Rosliana, dan rekan kerja intan yang juga berasal dari Sumba bernama Merlin.

Wakapolda NTT meminta agar warga NTT yang ada di Batam menahan diri untuk tidak melakukan berbagai aksi yang kemudian berujung hal hal yang tidak diinginkan.

"Serahkan kepada aparat kepolisian di sana untuk menganiaya sampai tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya.

Dia juga berpesan agar pekerja asal NTT yang bekerja di Batam bekerja seperti biasa, rajin dan jujur agar disenangi oleh majikan atau atasan.

Viral di Medsos

Sebelumnya diberitakan, Video asisten rumah tangga (ART) dengan wajah lebam-lebam viral di media sosial. Usut punya usut, wanita dalam video tersebut bernama Intan (23), perempuan asal Sumba NTT, yang bekerja sebagai ART di sebuah rumah di Perumahan Taman Golf Sukajadi, Kota Batam. Batam, Kepulauan Riau. Dirinya menjadi korban penganiayaan brutal yang diduga dilakukan oleh majikannya sendiri, bernama Rosliana (42), bersama seorang rekan lainnya, Merlin (22).

Kasat Reserse dan Kriminal Polresta Barelang AKP Debby Tri Andreastian mengatakan, pengungkapan kasus bermula dari laporan masyarakat pada Minggu (22/6/2025), usai tersebar video menunjukkan wajah lebam parah diduga akibat penganiayaan.

Tim penyidik Satreskrim Polresta Barelang langsung bergerak cepat melakukan serangkaian penyelidikan hingga mengamankan dua terduga pelaku.

"Kami telah menetapkan dua tersangka, yaitu R (42) selaku majikan korban, dan M (22) yang juga ikut memukul korban atas suruhan majikannya," ujar Debby Kasat Reskrim di Mako Polresta barelang, Senin sore (23/6/2025).

Debby menjelaskan, kekerasan dipicu hal sepele, yakni anjing majikan tidak dikandangkan yang mengakibatkan anjing tersebut berkelahi dengan anjing lainnya, yang menyebabkan salah satu anjing terluka.

Hal tersebut membuat pelaku Rosliana marah besar kepada Intan. Ia melampiaskan kemarahan dengan memukul korban menggunakan berbagai benda, termasuk raket nyamuk, ember plastik, serokan sampah, kursi lipat, dan bahkan buku.

Tak hanya Rosliana, pelaku Merlin yang berada di rumah tersebut juga ikut melakukan pemukulan setelah diperintah oleh Rosliana. Dari hasil gelar perkara yang dilakukan polisi, aksi kekerasan terhadap Intan ini bukan yang pertama kali terjadi.

"Korban mengaku telah bekerja sejak Juli 2024 dan kerap mendapat perlakuan kekerasan setiap kali melakukan kesalahan, bahkan yang sepele seperti telat bangun atau salah memotong daging," ucap Debby.

Intan Tidak Pernah Terima Gaji

Fakta yang lebih memilukan ucapa Debby terungkap saat pemeriksaan lanjutan. Intan mengaku pernah dipaksa untuk memakan kotoran binatang (anjing) sebagai bentuk hukuman.

Ia juga menyebut adanya sistem 'denda' atas setiap kesalahan kecil yang ia lakukan. Semua itu dicatat dalam 'buku dosa', yang kini telah disita sebagai barang bukti oleh penyidik.

Lebih menyayat hati, meski telah bekerja hampir setahun penuh, Intan tidak pernah menerima gaji yang dijanjikan sebesar Rp1.800.000 per bulan.

Dalam kasus ini, polisi menyita beberapa barang yang digunakan untuk menganiaya korban, antara lain, satu raket nyamuk listrik, ember plastik oranye, serokan sampah biru, kursi plastik lipat, tiga buku catatan (termasuk 'buku dosa').

Para tersangka dijerat dengan Pasal 44 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun atau denda maksimal Rp30 juta.

Perkit Bereaksi

Kasus ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Persatuan Keluarga Indonesia Timur (Perkit) Kepri. Ketua Perkit Kepri, Anggelius, menyatakan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang dinilai sangat tidak manusiawi itu.

"Kami hadir untuk memberikan dukungan moral kepada kepolisian agar semua pelaku, siapapun mereka, bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal asal-usul daerah, tapi soal kemanusiaan," tegas Anggelius.

Perkit menyebut bahwa masyarakat dari berbagai daerah, termasuk Gorontalo, ikut memberikan dukungan moral kepada korban. Mereka meminta agar tidak ada pelaku yang dilindungi, tidak ada yang kebal hukum.

Hingga saat ini, polisi masih mencari keberadaan suami korban yang dikabarkan belum bisa dihubungi dan belum berada di Batam.

Penyidikan masih terus berlanjut, termasuk mendalami dugaan pelecehan seksual, yang sempat disebut oleh korban namun belum terkonfirmasi. 

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |