Liputan6.com, Bandung - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan berbagai riset terkait baterai pendukung kendaraan listrik. Menurut Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Transportasi BRIN, Alexander Christantho Budiman, kini beberapa prototipe kendaraan telah dihasilkan.
“Kolaborasi dengan berbagai institusi pendidikan dan industri, telah menciptakan berbagai kendaraan, di antaranya kendaraan konvensional yang telah kami konversi ke kendaraan listrik, pengembangan sport car untuk keperluan racing kecepatan tinggi, serta kendaraan bus ukuran sedang yang didesain ruang rapat bergerak,” jelas Alexander saat kunjungan SMK Pancasila Surakarta di Kantor BRIN, ditulis Kamis (19/6/2025).
Alexander mengatakan riset yang saat ini tengah dikembangkan Kelompok Riset (Kelris) Kendaraan Listrik pada 2025 sampai tiga tahun ke depan.
Utamanya adalah baterai untuk penyimpanan energi, thermal management, sistem pengereman, power steering, termasuk sistem pengisian data secara nirkabel, dan sistem penyimpanan daya khususnya untuk tranportasi darat.
“Untuk saat ini, kami membatasi riset kendaraan listrik berbasis baterai dan menggunakan baterai litium untuk memastikan kestabilan suhu, tegangan, dan keamanan sistem,” terang Alexander.
Alexander memaparkan riset terkait battery management system (BMS) yang digeluti. BMS merupakan sistem elektronik untuk memantau dan mengelola baterai.
Sementara itu, Kelris Kendaraan Listrik ini juga melakukan riset terkait on-board charge yang digunakan untuk mengisi ulang baterai, bisa terpasang dalam kendaraan atau eksternal; DC to DC converter yang bertugas untuk mengubah tegangan tinggi dari battery pack (misalnya 48V–144V) ke tegangan yang dibutuhkan oleh sistem kendaraan seperti lampu dan klakson (12V atau 24V) dan socket charger untuk mendukung berbagai standar internasional.
“Untuk motor listrik yang dipakai di kendaraan listrik, di antaranya AC induction motor (3-phase), brush DC Motor, serta permanent magnet synchronous reluctance motor yang digunakan Tesla Model 3,” ungkap Alexander.
Alexander menjelaskan komponen utama kendaraan listrik diantaranya, motor listrik (electric traction motor) yang digunakan untuk menggerakkan kendaraan dengan berbagai jenis, antara lain brushless DC (BLDC) dan permanent magnet synchronous motor (PMSM).
Selain itu, motor controller atau inverter yang berfungsi mengatur daya dan kecepatan motor. Biasanya, dirancang khusus sepasang dengan motor yang digunakan.
“Controller harus sesuai jenis motor dan mungkin perlu diuji untuk kompatibilitas antarmerek,” ujar Alexander.
Selanjutnya, baterai (traction battery pack) yang digunakan untuk penyimpan energi utama. Biasanya menggunakan lead-acid tipe deep cycle atau lithium-ion yang wajib disertai sistem BMS untuk keselamatan.
Melihat perkembangan kendaraan listrik yang begitu cepat, Alexander mengakau pemerintah saat ini tengah mempercepat pengaplikasian kendaraan listrik di masyarakat.
“Indonesia berkomitmen untuk net zero emission, di tahun 2060 menjadi negara penghasil emisi 0,” sebut Alexander.
Pabrik Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia
Dilansir kanal Oto News, Liputan6, pemerintah terus mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Bahkan, saat ini Indonesia sudah memiliki dua pabrik baterai, yaitu PT HLI Green Power dan PT International Chemical Industry (ABC).
Untuk PT HLI Green Power sendiri, merupakan perusahaan hasil kolaborasi antara Hyundai Group dan LG, untuk produksi sel baterai. Dengan kapasitas tahap pertama sebesar 10 GWh, dan nilai investasi mencapai US$ 1,1 miliar.
"Pabrik baterai mobil listrik tersebut direncanakan akan selesai dibangun pada tahun 2023, dan bisa berproduksi komersial untuk menyuplai kebutuhan pabrik mobil listrik di tahun 2024," ujar Plt. Sekretaris Jenderal Kemenperin, Putu Juli Ardika, dalam keterangan resmi, ditulis Minggu (22/10/2023).
Sedangkan untuk PT International Chemical industry memiliki kapasitas produksi 100 MWh per tahun (setara 9 juta butir cell), dengan target total kapasitas produksi 256 MWh per tahun (setara 25 Juta butir cell).
"Saat ini untuk sepeda motor listrik sudah terdapat tiga SNI yang mengatur ketentuan standardisasi Baterai Pack untuk KBLBB yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu SNI untuk Baterai Secara Umum (OnBoard dan Swap) dan SNI untuk baterai Swap," tegas Putu.
Sementara itu, untuk terus mendukung peralihak ke kendaraan listrik, dan sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019, pemerintah juga memberikan insentif baik kepada konsumen maupun terhadap industri manufaktur.
Insentif untuk konsumen, antara lain PPnBM 0% dan PPN DTP, BBN & PKB KBLBB 0% dari dasar pengenaan pajak, suku bunga yang rendah dan uang muka 0%, diskon tambah daya listrik, pelat nomor khusus, serta bantuan pembelian kendaraan listrik roda dua sebesar Rp7 Juta.
Kemudian, insentif kepada industri manufaktur, meliputi tax holiday, mini tax holiday, tax allowance, fasilitas Bea Masuk (Master List), BMDTP, danSuper Tax Deduction.
"Dengan adanya insentif-insentif untuk produsen ini, diharapkan akan memicu produksi berbagai jenis KBLBB di Indonesia," tukas Putu.
Solusi Limbah Baterai Kendaraan Listrik
Mengutip kanal Otomotif, Liputan6, pertumbuhan pesat kendaraan listrik di Indonesia menimbulkan tantangan baru, yakni pengelolaan limbah baterai. Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudjianto, memprediksi peningkatan limbah baterai dalam 3 hingga 4 tahun mendatang.
"Kita juga sadar bahwa hal ini yang akan kita hadapi mungkin dalam tiga atau empat tahun yang akan datang. Cara kita mengolah limbah baterai adalah hal yang perlu diperhatikan apabila baterai yang digunakan untuk EV semakin banyak," ujarnya di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (11/3/2025).
Saat ini, Indonesia belum memiliki fasilitas dan industri yang memadai untuk mengolah limbah baterai kendaraan listrik. Namun, Ary Sudjianto optimistis dengan potensi Indonesia, mengingat pengalaman dalam mengolah baterai konvensional.
"Untuk baterai konvensional, kita sudah memiliki infrastruktur untuk mengelolanya. Kita juga memiliki industri untuk mengolahnya dan juga industri yang menggunakan bahan yang telah didaur ulang dari limbah baterai," tambahnya.
Menurutnya, pengolahan baterai EV memerlukan kerja sama dengan pelaku industri dan kebijakan yang mendukung.
"Limbah baterai ini akan jauh lebih besar daripada baterai konvensional ketika kita meningkatkan penggunaan kendaraan listrik hingga 15 juta unit pada tahun 2030. Jadi ini adalah masalah yang perlu kita atasi," kata Ary.
Sebelumnya, Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki urgensi tinggi untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik sebagai solusi mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) dan polusi udara.
Karena itu pula, kehadiran industri baterai EV menjadi penting sebagai penopang ekosistem kendaraan listrik. Pemerintah dan swasta juga gencar membangun infrastruktur kendaraan listrik dalam beberapa tahun terakhir, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) melonjak 300 persen, dari sekitar 1.000 unit pada 2023 menjadi lebih dari 3.000 unit pada 2024.
Sementara itu, fasilitas home charging services (HCS) tumbuh lebih dari 300 persen, pada 2023 sejumlah 9.000 unit menjadi 28.000 unit pada 2024.
Daur Ulang Baterai
Pengembangan teknologi daur ulang baterai merupakan kunci utama. Metode seperti pirometalurgi dan hidrometalurgi perlu ditingkatkan untuk mengekstraksi logam berharga (litium, kobalt, nikel, mangan) secara efisien dan ramah lingkungan. Bioleaching juga menawarkan potensi besar.
Investasi besar dibutuhkan untuk membangun fasilitas daur ulang modern dan berkapasitas besar di seluruh Indonesia, termasuk sistem pengumpulan baterai bekas yang terorganisir.
Pemerintah perlu berperan aktif melalui insentif dan regulasi yang mendukung pembangunan infrastruktur daur ulang. Standarisasi proses daur ulang juga penting untuk memastikan kualitas dan keamanan, mencegah praktik daur ulang yang tidak bertanggung jawab.
Kerjasama dengan sektor swasta dan lembaga internasional dapat mempercepat pengembangan teknologi dan infrastruktur yang dibutuhkan.
Dengan dukungan regulasi yang tepat, Indonesia dapat menarik investasi asing dan mengembangkan keahlian lokal di bidang daur ulang baterai. Hal ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru dan meningkatkan daya saing Indonesia di sektor kendaraan listrik.
Setelah masa pakainya di kendaraan listrik berakhir, baterai masih dapat dimanfaatkan kembali untuk aplikasi lain dengan kebutuhan daya lebih rendah. Konsep "second life" baterai ini memungkinkan pemanfaatan kembali baterai untuk penyimpanan energi di rumah tangga atau jaringan listrik (stationary use), atau untuk kendaraan listrik kecil seperti sepeda listrik.
Pemanfaatan kembali baterai ini memperpanjang siklus hidup baterai dan mengurangi jumlah baterai yang dibuang. Program "second life" baterai memerlukan infrastruktur dan teknologi pendukung untuk memastikan keamanan dan efisiensi proses pemanfaatan kembali baterai.
Pemerintah dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang mengembangkan dan menerapkan program "second life" baterai. Edukasi kepada masyarakat juga penting agar masyarakat memahami manfaat dan cara memanfaatkan baterai bekas pakai.
Baterai Ramah Lingkungan
Produsen baterai perlu mendesain baterai yang mudah dibongkar dan diproses untuk daur ulang, meminimalkan kesulitan dan biaya. Penelitian dan pengembangan baterai dengan material alternatif yang lebih berlimpah dan kurang beracun, seperti baterai berbasis natrium atau magnesium, sangat penting.
Baterai dengan material alternatif yang lebih ramah lingkungan akan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan selama proses produksi dan daur ulang. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi penelitian dan pengembangan baterai ramah lingkungan.
Kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas dalam negeri dan luar negeri dapat mempercepat pengembangan teknologi baterai yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kampanye edukasi publik sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya daur ulang baterai dan cara membuang baterai bekas dengan benar. Program pengumpulan baterai di lokasi strategis (toko elektronik, sekolah, dll) juga perlu ditingkatkan.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, akan lebih banyak baterai bekas yang didaur ulang daripada berakhir di tempat pembuangan sampah. Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi lingkungan dan komunitas untuk menyelenggarakan kampanye edukasi.
Edukasi yang efektif dapat mengubah perilaku masyarakat dan mendorong partisipasi aktif dalam program daur ulang baterai. Hal ini akan berkontribusi pada keberhasilan pengelolaan limbah baterai secara berkelanjutan.
Regulasi dan Kebijakan yang Komprehensif
Pemerintah perlu membuat regulasi yang ketat terkait pengelolaan limbah baterai, termasuk tanggung jawab produsen dalam daur ulang produk mereka (Extended Producer Responsibility/EPR). Regulasi yang jelas akan memberikan kerangka kerja yang terstruktur untuk pengelolaan limbah baterai.
Insentif dan subsidi dapat diberikan kepada perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi daur ulang dan infrastruktur yang ramah lingkungan. Kerjasama internasional diperlukan untuk berbagi pengetahuan dan teknologi daur ulang baterai, serta untuk memastikan pengelolaan limbah baterai secara global.
Dengan regulasi yang komprehensif dan dukungan pemerintah, Indonesia dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pengelolaan limbah baterai yang berkelanjutan. Hal ini akan memastikan transisi ke kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.