Pengosongan Taman Nasional Tesso Nilo, Satgas PKH Diminta Tidak Lakukan Pendekatan Militer

12 hours ago 7

Liputan6.com, Pekanbaru - Masyarakat yang bermukim ataupun berkebun di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) bakal direlokasi dari habitat gajah, harimau, beruang serta satwa dilindungi lainnya itu paling lambat 22 Agustus 2025. Relokasi tidak difasilitasi negara atau mandiri karena masyarakat dinyatakan berada di kawasan hutan secara ilegal.

Rencana relokasi ini mendapatkan perhatian dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau. Organisasi pecinta lingkungan tersebut berharap penertiban oleh Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) tidak dilakukan sembrono dan harus punya rencana pemulihan.

Walhi menilai relokasi paling lambat pada 22 Agustus nanti bakal menimbulkan ledakan konflik besar. Apalagi nantinya Satgas PKH atas nama negara melakukan tindakan penertiban dengan pendekatan militeristik dan represif.  

Walhi berharap negara belajar dari penyitaan aset kebun kelapa sawit PT Duta Palma di kawasan hutan. Kala itu, penyitaan hingga pengalihan aset kepada PT Agrinas Palma Nusantara, tidak menunjukkan upaya serius negara memulihkan hak masyarakat adat dan lokal serta pemulihan lingkungan.

Walhi menyatakan negara membiarkan perusahaan yang dibentuknya untuk melanggengkan konflik dan aktivitas ilegal di kawasan hutan.  

Manajer Pengorganisasian dan Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat Walhi Riau, Eko Yunanda mengatakan pemulihan kawasan TNTN harus ditinjau dari 2 aspek yaitu lingkungan hidup dan sosial.  

"Kita sepakat bahwa upaya penertiban ini mendukung upaya pemulihan kawasan TNTN namun aspek sosial juga harus dipertimbangkan," katanya.

Menurut Eko, pemulihan dapat dimulai dengan mengidentifikasi subjek dan objek pengelolaan. Upaya pemulihan TNTN juga sebaiknya dilakukan dengan melibatkan masyarakat terdampak.

"Berikan waktu pergantian tanaman kelapa sawit dengan tanaman hutan, tidak menutup kemungkinan, pendekatan kemitraan konservasi dibuka untuk memberi ruang keberlanjutan hidup kepada masyarakat, bukan kepada tuan tanah atau pebisnis besar," tambah Eko. 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tenggat Waktu

Menurut Eko, generalisasi tenggat waktu tiga bulan yang diberikan Satgas PKH untuk relokasi kepada semua pihak hanya akan memicu konflik besar.

Relokasi ini bukan sekedar persoalan pindah rumah, jauh dari itu masyarakat harus memastikan pekerjaan pengganti memenuhi kebutuhan hidup hingga kelanjutan pendidikan anak mereka yang berpotensi putus sekolah.  

Eko berharap pemerintah di berbagai level memastikan komitmen pengawasannya. Selain itu, pemerintah perlu mendorong masyarakat terlibat aktif dalam upaya perlindungan yang selaras dengan aspek ekonomi, melindungi hutan alam tersisa, termasuk pemulihannya.  

"Negara harus tegas dalam komitmen pemulihan TNTN, meminimalkan penggunaan tindakan represif dan penegakan hukum secara selektif harus jadi suatu yang integral guna menyelesaikan persoalan ini," katanya.

Sementara itu, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru Andri Alatas menyebut penertiban kawasan TNTN harus dilakukan dengan 2 semangat penting. Yaitu menghormati Hak Asasi Manusia dan berorientasi pada pemulihan lingkungan hidup.

Menurut Andri, penertiban di kawasan TNTN harus dilakukan selaras dengan upaya penyelesaian konflik dan pemulihan hak masyarakat. Selanjutnya, proses ini harus dengan tegas memperhatikan beberapa kluster kelompok berdasarkan luas penguasaan.

Beberapa kelompok yang harus diklaster, yaitu: 

1. Masyarakat yang menguasai kurang dari 5 hektare dan telah melakukan aktivitas lebih dari 5 tahun secara terus menerus (memperhatikan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2021);(memperhatikan ketentuan Pasal 110B ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 18/2013 sebagaimana diubah oleh UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

2. Masyarakat atau perusahaan yang menguasai lebih dari 25 hektare (memperhatikan Permentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan); dan 

3. Masyarakat yang menguasai lahan antara 5-25 hektare (butuh identifikasi lebih lanjut apakah dapat dimasukkan ke kelompok pertama atau kedua). 

Pembiaran Negara

Andri menilai ada masyarakat yang dibiarkan negara untuk menetap, beraktivitas ekonomi, dan melakukan aktivitas sosial di TNTN selama 11 tahun.

Adanya desa definitif dan sarana prasarana menunjukkan besarnya peran negara membiarkan atau bahkan mengakselerasi penguasaan dan aktivitas ilegal di sana.

"Kesalahan dengan melakukan aktivitas pembiaran ini tidak boleh diulang dengan tindakan represif dan militeristik," ucap Andri. 

Andri juga menegaskan, penegakan hukum kepada pemodal yang mempunyai areal perkebunan besar harus diutamakan. Hukum harus dikerjakan secara selektif dan tidak dengan mudahnya menyasar mereka yang lemah.  

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |