Liputan6.com, Yogyakarta - Saparan bekakak atau upacara bekakak merupakan sebuah tradisi yang dilaksanakan di Gunung Gamping, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Puncak tradisi ini diisi dengan prosesi menyembelih boneka pengantin sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus tolak bala.
Saparan bekakak yang dilaksanakan di Gamping juga kerap disebut dengan saparan gamping. Pelaksanaannya digelar pada bulan Safar dalam penanggalan Jawa.
Mengutip dari laman Dinas Kebudayaan DIY, tradisi saparan bekakak digelar atas perintah Pangeran Mangkubumi, yang kemudian menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono I. Istilah bekakak merujuk pada korban penyembelihan hewan atau manusia.
Dalam saparan bekakak, korban penyembelihan hanya berupa tiruan manusia saja. Bentuk tiruan ini berwujud boneka pengantin dari tepung ketan dengan juruh gula merah di dalamnya.
Konon, pelaksanaan saparan bekakak berkaitan erat dengan mitos hilangnya seorang abdi dalem bernama Kiai Wirosuto bersama sang istri, Nyai Wirosuto. Keduanya menghilang saat sedang mencari batu gamping di Gunung Gamping.
Kiai Wirosuto adalah abdi dalem penangsong atau pembawa payung kebesaran untuk Sri Sultan Hamengku Buwono I. Saat rombongan keraton dari Pesanggrahan Ambarketawang pindah ke keraton baru di Yogyakarta, ia tidak ikut pindah dan tetap tinggal di Gamping. Hal ini juga dianggap sebagai cikal bakal adanya penduduk Gamping.
Meski tak ditemukan, masyarakat percaya bahwa arwah Kiai Wirosuto dan Nyai Wirosuto masih bersemayam di Gunung Gamping. Atas dasar inilah saparan bekakak dilaksanakan.
Simbol Utama
Bekakak sebagai simbol utama dalam saparan bekakak bukan sekadar boneka pengantin tiruan. Pasangan pengantin ini juga melalui tahap prosesi layaknya pengantin pada umumnya yang diperinci dalam beberapa tahap, yakni midodareni bekakak, kirab temanten bekakak, penyembelihan pengantin bekakak, dan sugengan ageng.
Pelaksanaannya setiap Jumat dalam bulan Safar, yakni antara tanggal 10-20 pada pukul 14.00 WIB (kirab temanten bekakak). Sementara itu, penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00 WIB.
Persiapan penyelenggaraan upacara dibagi dalam dua macam, yaitu saparan bekakak dan sugengan ageng. Persiapan utama saparan bekakak adalah proses pembuatan boneka pengantin yang membutuhkan waktu hingga delapan jam.
Bekakak laki-laki dan perempuan memiliki bentuk yang mirip seperti pengantin pria dan wanita pada umumnya lengkap dengan pakaian dan aksesori. Dua pasang pengantin bekakak masing-masing bergaya Solo dan Yogyakarta.
Proses pembuatannya diiringi dengan gejog lesung atau kothekan yang memiliki bermacam-macam irama, yakni kebogiro, thong-thongsot, dhengthek, wayangan, kutut manggung, dan lain-lain. Usai beras ditumbuk, kemudian dilakukan pembuatan bekakak, genderuwo, kembang mayang, dan ragam sesajen.
Sesajen yang disiapkan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni dua kelompok untuk dua jali yang masing-masing diletakkan bersama-sama dengan pengantin bekakak dan satu kelompok diletakkan di dalam jodhang sebagai rangkaian pelengkap sesaji upacara. Selain itu, disiapkan pula burung merpati dalam sangkar.
Sementara itu, pemilihan bulan Safar sebagai waktu pelaksanaan saparan bekakak berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat Jawa terkait bulan Safar yang dianggap sebagai bulan yang rawan musibah. Dengan demikian, saparan bekakak juga dilaksakan sebagai bentuk tolak bala untuk memohon keselamatan.
Penulis: Resla