Kuliner Ingatan, Malam Beraroma Cencalok Bangkitkan Pasar Tengah Pontianak

21 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta Di antara denyut lampu jalan dan suara pedagang bersahutan, Kota Pontianak Kalimantan Barat kembali membuka lembaran lamanya. Pasar Tengah, yang dahulu jadi jantung ekonomi kota, kini bernapas lagi.

Namun kali ini, bukan sekadar pasar sayur pagi. Ia menjelma menjadi pusat kuliner malam yang sarat aroma, dari udang rebon fermentasi hingga papeda lembut dari timur Nusantara.

Langit senja baru saja memudar ketika Mariamah (27) menenteng tempat makan mungil berisi cencalok dari lapak kecil di sudut pasar. Ia tersenyum lirih, menatap sisa warna jingga di langit.

“Tadi saya beli cencalok. Ini nanti pagi saya masak,” tuturnya kepada Liputan6.com.

Cencalok adalah udang rebon direndam garam hingga beraroma khas bukan sekadar bumbu. Ia adalah kenangan, sepotong cita rasa masa kecil bertahan di lidah orang Pontianak.

Malam itu, udara pasar berbaur antara gurih, asam, dan sedikit nostalgia tak bisa dijelaskan dengan kata. Seperti kota merindukan dirinya sendiri. Bagi Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, pembukaan pusat kuliner malam Pasar Tengah adalah upaya membangkitkan denyut kehidupan lama kota.

“Kita ingin membangkitkan lagi suasana Pasar Tengah dulu jadi pusat keramaian. Kawasan ini punya nilai sejarah dan karakter khas,” ujarnya pada Senin malam, 27 Oktober 2025.

Pontianak, kota di garis Khatulistiwa, kini mencoba berdamai dengan waktu. Bangunan tua di sepanjang Pasar Tengah tidak dirombak habis, melainkan dipertahankan sebagai saksi zaman.

“Kita ingin suasananya seperti tempo dulu. Bangunan lama tetap kita pertahankan untuk menjaga karakter kawasan dan keberagaman budaya,” kata dia.

Setiap tiang kayu dan papan cat yang mulai pudar, dibiarkan tetap berdiri karena di situlah kisah lama disimpan, bukan dihapus.

Promosi 1

Kuliner dari Ujung Nusantara

Dari lapak ke lapak, aroma berubah-ubah seperti melodi. Ada papeda dari timur menggoda, pempek Palembang digoreng renyah, hingga lontong sayur khas Kalimantan Barat disajikan dengan sambal cencalok.

Edi Kamtono menjelaskan, kuliner yang dihadirkan bukan sekadar makanan, tapi jembatan antardaerah bertemu di piring sama.

“Dari pembukaan saja sudah ada kuliner seperti papeda, makanan khas Palembang, Medan, dan lainnya. Ke depan akan semakin banyak yang bergabung,” katanya.

Kawasan kuliner ini menjadi semacam panggung, tempat setiap cita rasa memperkenalkan dirinya. Dari yang pedas membara hingga manis membelai lidah. Namun geliat ekonomi ini bukan tanpa tanggung jawab. Wali Kota Edi Kamtono mengingatkan para pedagang untuk menjaga kualitas dan rasa tradisionalnya.

“Yang paling penting, jaga kualitas makanan. Berinovasi boleh, tapi rasa khas jangan hilang. Keamanan dan kenyamanan juga harus dijaga,” pesannya.

Pontianak bukan sekadar mencari ramai. Kota ini tengah belajar menumbuhkan ekonomi tanpa melupakan jati dirinya sendiri. Aktivitas pagi di Pasar Tengah tetap berjalan seperti biasa. Pedagang sayur, ikan, dan rempah tetap membuka lapak sejak fajar menyingsing.

Namun ketika matahari turun, lapak-lapak baru bermunculan menyala dengan lampu bohlam dan papan menu yang menggoda di bawah sinar kuning temaram. Di bawah langit mulai memudar, sebuah ruang harapan pun terbuka. Pusat kuliner malam ini hadir bukan sekadar untuk mengisi perut.

Ini melainkan untuk memeluk setiap jiwa yang lelah dari pukul lima sore hingga sebelas malam, di saat bintang-bintang mulai berbicara dan senyum-senyum keletihan menemukan tempatnya untuk kembali.

Di sini, di antara desau angin malam dan desir daun, tersimpan cerita-cerita kecil yang tak terucap.

Setiap jam berdetak mengukir momen takkan terulang dari senja beranjak pergi hingga larut menyelimuti, tempat di mana aroma rempah dan tawa bercampur menjadi lagu pengantar bagi mereka masih berjuang, masih berharap, dan masih percaya pada kehangatan di tengah dinginnya malam.

Di antara waktu itu, Pontianak seperti memiliki dua wajah yang saling melengkapi pagi sibuk, malam hidup dengan tawa.

Seni di Antara Aroma

Bukan hanya makanan yang dihidupkan, tetapi juga seni dan budaya yang menjadi jantung kota.

“Nanti akan ada pertunjukan musik, seni lukis, karaoke, lomba gaplek, dan kegiatan anak-anak supaya lebih hidup,” ujar Wali Kota Edi Kamtono.

Kawasan Pasar Tengah kini tak lagi sekadar tempat jual beli. Ia menjadi ruang interaksi sosial, di mana masyarakat, seniman, dan pedagang saling menyapa.

Setiap tawa diiringi bunyi alat musik, setiap langkah menapak aroma sate dan kopi. Inilah wajah baru kota lama: hidup, ramai, dan berwarna.

Suara dari Lapak Malam

Ketua Pasar Malam Tanjungpura (Pasmata), Bahri, menjadi salah satu penggerak di balik kebangkitan ini. Dengan nada optimistis, ia menjelaskan bahwa sebanyak 35 pedagang telah berpartisipasi sejak pembukaan.

“Mungkin belum terlihat ramai karena area ini luas. Tapi kami yakin jumlah pedagang akan terus bertambah,” ujarnya.

Bahri bukan sekadar mengatur lapak. Ia mengatur ritme kehidupan baru bagi kawasan tua ini. Bersama para pedagang muda, ia membantu mereka menata menu, memilih konsep, dan menjaga kebersihan agar pengunjung nyaman.

Menariknya, sistem yang diterapkan di Pasar Tengah tidak mengenal sewa lapak seperti pasar konvensional. Pedagang cukup memberikan kontribusi sukarela untuk biaya operasional bersama.

“Dana itu digunakan untuk lomba karaoke, lomba melukis, dan semuanya dipertanggungjawabkan setiap bulan,” terang Bahri.

Kini, kehangatan itu terwujud dalam bentuk lain semangkuk kuah panas, tawa pengunjung, dan tangan-tangan kembali produktif di bawah lampu jalan.

“Tujuan terbesar kami adalah menghidupkan kembali kawasan Kota Tua, yang nantinya akan terhubung hingga ke Waterfront,” ujar Bahri.

Ia menambahkan, tahun 2026 akan menjadi tonggak baru saat Jalan Sultan Muhammad ikut dijadikan kawasan kuliner. Sebuah cita-cita yang bukan sekadar soal ekonomi, melainkan tentang menjaga roh kota.

Malam kian larut. Di kejauhan, suara pedagang menutup lapaknya pelan. Namun aroma cencalok masih mengendap di udara, seolah enggan pergi, seperti kenangan yang tak ingin padam.

Pontianak telah merajut masa lalu dan masa depan dalam sebuah simfoni yang syahdu.

Kota ini membuktikan bahwa mengenang bukan berarti berhenti, melainkan melangkah dengan lebih bijak, sambil terus memeluk erat setiap kenangan.

Pasar Tengah kini bukan sekadar tempat bersantap. Ia telah menjadi pelabuhan hati bagi setiap jiwa yang merindukan denyut nadi Pontianak di masa silam.

Di sini, kenangan-kenangan itu tak hanya dikisahkan ulang, melainkan dihidupkan kembali, seperti api tak pernah padam, menyala dalam setiap sudut, dalam setiap senyum, dalam setiap helaan napas kota tak mau berhenti bernyawa.

Setiap kota punya caranya sendiri untuk mengenang, dan bagi Pontianak, caranya adalah melalui makanan. Setiap sendok cencalok, setiap kunyahan papeda, menjadi cara masyarakat mengucapkan, “Kami masih di sini. Kami belum selesai".

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |