Liputan6.com, Toraja Utara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian izin pertambangan galian C berupa tambang batu gamping di Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara. Penyelidikan yang berlangsung sejak awal Juni 2025 ini menjadi sorotan publik, khususnya masyarakat Toraja Utara yang resah dengan dampak aktivitas tambang.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi membenarkan perihal penyelidikan yang sedang berlangsung. Tim kejaksaan, kata dia, masih mengumpulkan data dan keterangan untuk menelusuri indikasi penyimpangan dalam proses penerbitan izin tambang Tikala yang dimaksud.
"Iya, penyelidikan sementara berlangsung. Ini masih penyelidikan, jadi saya belum bisa memberikan keterangan lebih jauh. Biarkan tim bekerja dulu," kata Soetarmi di Kantor Kejati Sulsel, Senin (23/6/2025).
Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, menilai penyelidikan Kejati Sulsel menjadi momentum membuka praktik pengelolaan sumber daya alam yang selama ini rawan diselewengkan. Dia menyebut persoalan tambang bukan hanya soal administrasi izin, tetapi juga menyangkut pelanggaran hak-hak masyarakat adat dan ancaman terhadap ekosistem lokal.
"Kasus ini harus dibuka secara terang. Penanganannya tidak boleh berhenti di meja birokrasi," ujarnya.
Rektor Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus) Makassar, Prof Agus Salim, mengaku sangat yakin bahwa dalam pemberian rekomendasi hingga perizinan aktivitas pertambangan galian C berupa tambang bebatuan di Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara diduga kuat tidak prosedural atau memenuhi syarat-syarat teknis yang bersifat sangat prinsipal dalam memperoleh rekomendasi hingga persetujuan-persetujuan menyangkut izin pertambangan, yakni mengenai kesesuaian tata ruang wilayah yang ada.
Menurut Prof Agus, dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Toraja Utara Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Toraja Utara tahun 2012-2032 telah disebutkan sejumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Toraja Utara yang masuk dalam kawasan peruntukan pertambangan. Pertama kawasan peruntukan pertambangan jenis mineral berupa komoditas mineral seperti biji besi, emas dan tembaga yang menunjuk pada lokasi Kecamatan Buntu Papasan dan Kecamatan Sa'dan.
Kedua, kawasan peruntukan pertambangan jenis mineral berupa komoditas batuan seperti kerikil berpasir alami yang menunjuk pada lokasi Kecamatan Sa'dan, Kecamatan Balusu, Kecamatan Tondon, Kecamatan Tallunglipu, Kecamatan Rantepao, Kecamatan Kesu, Kecamatan Kepala Pitu, Kecamatan Dende Piongan Napo. Sementara jenis mineral berupa komoditas batuan kars menunjuk pada lokasi Kecamatan Sopai, Kecamatan Kesu' dan Kecamatan Sanggalangi'.
"Dalam Perda RTRW Toraja Utara tersebut tidak menyebutkan Kecamatan Tikala masuk dalam kawasan peruntukan pertambangan, sementara di sana ada tambang dan diizinkan, kenapa bisa?" kata Prof Agus Salim.
Dia pun mempertanyakan terkait sah tidaknya prosedur perizinan yang telah dilakukan perusahaan penambang dalam menunjang aktivitas penambangannya di wilayah Tikala tersebut jika merujuk pada Perda RTRW Kabupaten Toraja Utara yang ada.
"Kalau berdasarkan Perda yang menyatakan kawasan Tikala tidak masuk zona peruntukan tambang, ini menjadi pertanyaan kenapa bisa keluar izin, apakah ini sudah sesuai prosedur sehingga kami menduga ada dugaan kongkalikong dalam persetujuan pemberian rekomendasi hingga berujung mendapatkan perizinan tambang lebih lanjut," ujar Prof Agus Salim.
Dia berharap Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) bisa menjadikan hal tersebut sebagai pintu masuk penyelidikan terkait adanya dugaan korupsi dalam pemberian izin operasi pertambangan di Kecamatan Tikala yang dimaksud.
"Ini menjadi pintu Kejaksaan untuk turun menyelidiki hal ini, kalau memang benar berarti kuat dugaan ada penyalahgunaan kewenangan oleh instansi terkait pada pemberian rekomendasi hingga penerbitan izin tersebut," tegas Prof Agus Salim.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keberadaan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya terus menuai polemik. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol mengklaim kalau kegiatan tambang di kawasan Raja Ampat ini tidak berdampak terlalu serius terhadap lingkungan.