Liputan6.com, Yogyakarta - Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) menunjukkan performa impresif pada Triwulan I 2025 dengan pertumbuhan mencapai 5,78% (yoy), melampaui capaian nasional yang hanya tumbuh 4,87%. Sulsel bahkan menempati peringkat kelima secara nasional dalam laju pertumbuhan ekonomi.
Deputi Kepala Bank Indonesia Sulsel, Wahyu Purnama menjelaskan bahwa kontribusi utama pertumbuhan itu datang dari sektor pertanian yang mengalami lonjakan signifikan, terutama pada produksi padi yang meningkat hingga 139,22% (yoy) berkat cuaca yang bersahabat dan efek lanjutan dari El Nino tahun sebelumnya. Apalagi di tahun 2025 ini diprediksi terjadi kemarau basah sehingga petani bisa panen hingga lebih dari tiga kali dalam setahun.
"Memang sektor pertanian menjadi pendorong utama, selain itu, produksi ikan tangkap juga tumbuh 5,87% (yoy) berkat optimalisasi alat bantu penangkapan seperti Fish Aggregating Device," ujar Wahyu dalam kegiatan Media Gathering di Yogyakarta, Selasa (24/6/2025).
Meski begitu, lanjutnya, tidak semua sektor tumbuh positif. Lapangan usaha konstruksi mengalami kontraksi akibat penurunan belanja modal dari APBN dan APBD, terkonfirmasi oleh penurunan konsumsi semen di Sulsel sebesar -14% (yoy).
"Sektor pertambangan juga tertekan oleh menurunnya produksi nikel matte dan. Termasuk barang galian C juga mengalami penurunan produksi," imbuhnya.
Dia menambahkan bahwa Sulsel mencatatkan deflasi sebesar 0,34% (mtm) pada Mei 2025, hal itu berbalik arah dari inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 1,75% (mtm). Deflasi ini utamanya disumbang oleh penurunan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Kendati demikian, inflasi secara spasial di sejumlah kabupaten maupun kota di Sulsel masih berada di atas target indikatif, dengan Kota Parepare mencatatkan inflasi tertinggi hingga Mei 2025, meski secara bulanan mencatat deflasi terdalam.
"Pengendalian inflasi pangan tetap menjadi pekerjaan rumah, terutama pada komoditas seperti cabai, bawang merah, ikan, dan minyak goreng yang masih bergejolak," ucapnya.
Tantangan Eksternal: Ancaman Tarif Dagang Global dan Konflik Timur Tengah
Wahyu mengingatkan bahwa eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah dan Eropa saat ini bukan hanya menjadi ancaman bagi keamanan global, tetapi juga dapat memperburuk tekanan inflasi serta memperlambat pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun di daerah.
"Perang Ukraina-Rusia saja sudah mendorong lonjakan inflasi global. Sekarang muncul lagi konflik Israel-Iran yang jika semakin meluas dan melibatkan negara-negara sekutu, dampaknya bisa sangat besar terhadap harga minyak dan emas dunia," jelas Wahyu
Ia pun mengingatkan, jika konflik tersebut berkembang menjadi perang berskala lebih besar, terutama yang melibatkan senjata nuklir, maka dampaknya akan jauh lebih mengerikan dan mengancam stabilitas ekonomi seluruh dunia.
"Bayangkan, satu bom nuklir saja bisa menghancurkan satu negara. Amerika memiliki sekitar 5.200 senjata nuklir, dan Rusia bahkan lebih dari 5.800. Jika satu saja digunakan, itu bisa menjadi bencana besar bagi perekonomian global," tegasnya.
Selain itu Sulsel perlu tetap mewaspadai dampak kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap Tiongkok dan negara mitra dagang lainnya. Kondisi ini berpotensi menekan ekspor Sulsel ke Tiongkok lalu ke AS melalui dua jalur.
First Round Effect: Penurunan ekspor langsung Sulsel ke AS diprediksi mencapai Rp535,24 miliar atau setara dengan penurunan PDRB sebesar 0,14%. Second Round Effect: Dampak tidak langsung melalui Tiongkok yang berpotensi mengurangi impor bahan baku dari Sulsel, seperti besi stainless dan rumput laut, dengan potensi kerugian Rp16,49 miliar dan penurunan PDRB sekitar 0,004%.
"Lebih dari 90 persen nikel dari Indonesia itu diekspor ke China, termasuk beberapa barang lainnya. Tarif tinggi yang diberlakukan AS ini memengaruhi jumlah permintaan dalam berbagai komoditas," terangnya.
Bank Indonesia Sulsel pun mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat hilirisasi komoditas seperti rumput laut dan nikel agar tidak hanya mengekspor bahan mentah. Diversifikasi pasar ekspor juga menjadi prioritas, termasuk memperluas penetrasi produk rumput laut Sulsel ke Australia melalui skema kerja sama IA-CEPA.
Selain itu, pemerintah daerah diharapkan memanfaatkan skema KPBU untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan memperluas cakupan rencana tata ruang yang terintegrasi dengan sistem OSS guna mendorong investasi.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Eskalasi di kawasan Timur Tengah semakin memanas pascaserangan Amerika Serikat ke tiga fasilitas nuklir Iran. Iran juga terus membalas serangan Israel dengan meluncurkan rudal balistik Khorramshahr-4 yang dapat membawa beberapa hulu ledak dan memilik...