Liputan6.com, Jakarta Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah di Pasirhalang, Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, menuai keluhan serius dari wali murid. Rizki Lestari (36), salah satu orang tua, mengungkapkan bahwa kualitas makanan dari dapur MBG itu meragukan, mulai dari ditemukannya ayam berbau, sayuran berulat hingga buah-buahan busuk.
"Banyak komplain, salah satunya ayamnya bau. Kalau sayur jarang, bahkan tidak ada yang dimakan anak-anak. Kadang ada bau asam juga," ujar Rizki, Kamis (09/10/2025).
Dia menambahkan, keluhan ini juga mencakup buah-buahan seperti jeruk dan salak beberapa kali busuk dan berukuran kecil.
Rizki menyebut bahwa keluhan tentang bau dan kualitas buruk ini sudah sering disampaikan, tetapi tanggapan dari pihak dapur selalu sama.
Dia juga menyoroti minimnya variasi, terutama tidak pernah ada menu telur utuh seperti diolah rebus atau balado.
"Saya tanyakan kenapa tidak pernah kasih telur utuh bulat satu, yang diolah bebas, bisa dibumbui kecap atau variasi lain, itu tidak pernah. Mereka alasannya tidak ada waktu dan biar lebih irit," jelasnya.
Menurut Rizki, praktik penghematan terlihat dari penyajian telur dadar, di mana satu telur dadar dijadikan untuk dua porsi atau dua ompreng. Dia khawatir hal ini memicu penggunaan telur yang kurang berkualitas.
"Kalau telur dadar, mereka bisa beli yang pecah, yang kualitasnya kurang bagus. Kita tidak tahu ada bakteri atau apanya, makanya tidak pernah dimakan sama anak-anak," lanjutnya.
Keluhan lain yang ekstrem adalah ditemukannya ayam yang masih ada darahnya. "Berarti belum matang," tambah dia.
Dapur Tidak Gunakan Koki Profesional
Ketua KNPI Kecamatan Sukaraja Agus Mulyana, yang menerima aduan dari orang tua, mengungkapkan kekhawatirannya setelah mengunjungi Dapur MBG. Ia juga mempertanyakan profesionalitas dapur tersebut.
"Sudah dua kali dilaporkan, tidak ada perubahan. Saya datang ke dapurnya terus ngobrol. Ternyata pihak dapur tidak menggunakan tenaga ahli atau koki profesional, dikarenakan masak massal katanya," ujar Agus.
"Masak tidak bisa bayar tenaga ahli? Minimal ahli masak tahu waktunya memasak seperti apa, katanya mungkin mahal," sambungnya.
Dari kunjungannya, Agus juga menemukan praktik meragukan terkait telur dadar. Karena kerap disajikan dalam porsi sangat sedikit bagi pelajar SD. Ia juga menyoroti kualifikasi pekerja dapur MBG.
"Telur belum pernah ada telur rebus yang utuh. Dimasaknya dengan cara didadar. Sepertinya dua telur dijadikan satu (dadar), untuk tiga porsi," jelasnya.
"Intinya pekerja di dapur tidak memiliki latar belakang/keahlian khusus. Jadi yang dipekerjakan itu ibu-ibu yang biasa memasak di acara hajatan Maulid Nabi," ungkapnya.
Berdasarkan temuan itu, ia menduga adanya penyalahgunaan anggaran karena perhitungan menu per hari tidak jelas.
"Saya tanyakan kepada pengawas, kalau misalkan tidak memenuhi angka Rp10.000, katanya ada sisanya dipakai untuk minggu depan atau hari berikutnya. Tapi di hari-hari berikutnya juga tidak ada perubahan. Jadi akun virtual dapur itu diawasi oleh siapa tidak tahu, jadi rawan sekali penyalahgunaan di sektor itu," tegasnya.
Respons SPPG
Kepala SPPG Yayasan Khazanah Ibu Bahagia Milenito S, selaku pihak penyelenggara, membenarkan adanya beberapa keluhan dari orang tua.
"Keluhan ada, misalnya ada yang sudah dimasukkan seperti susu atau ada tambahan, itu kita cepat ganti, seperti buah," ujar Milenito.
Dia juga mengakui adanya temuan ulat pada sayuran. "Ada ulat dari sayur, langsung ganti, satu porsi," katanya.
Disinggung terkait pelatihan bagi pekerja dapur, ia pun mengaku belum mengikuti Sertifikat Penjamah Keamanan Pangan (PKP).
Milenito menyebut bahwa pihaknya sudah berencana mengikuti pelatihan dari Badan Gizi Nasional (BGN), namun masih menunggu undangan.
"Pelatihan dari BGN sendiri ada, tapi kami belum mendapat undangan, masih menyusul karena mungkin terbatas untuk beberapa peserta," jelasnya.
Terkait izin Standar Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Milenito mengatakan sedang dalam proses pengajuan.
"Untuk SLHS sudah diurus lagi pengajuan karena kan banyak SPPG (Sekolah Penyelenggara Program Gizi), terutama setiap SPPG diwajibkan, dan mungkin ada antrean, jadi butuh waktu. Kami dapat bocoran 13 hari prosesnya paling cepat," tambah dia.