Liputan6.com, Jakarta- Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi merespons baik keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik Indonesia mulai tahun 2028 mendatang.
Keputusan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerna Pemerintah Tahun 2025 yang resmi diundangkan pada 30 Juni 2025.
“Saya kira sangat bagus, Bapak Presiden telah menutuskan, telah menandatangani perpres disampaikan mengenai IKN sebagai ibu kota politik, saya kira bagus,” kata Jokowi kepada wartawan di kediaman pribadinya di Solo pada Jumat (26/9/2025).
Dia menegaskan dengan ditetapkannya IKN sebagai ibu kota politik pada 2028, seluruh kelembagaan negara mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif akan terpusat di satu wilayah yang dirancang terintegrasi dan modern. Hal ini diharapkan mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih efisien dan sinergis.
“Kita harapkan nanti insya Allah betul-betul 2028 kita benar-benar siap dan pindah bersama-sama ke IKN,” harapnya.
Jokowi menyebut letak geografis IKN yang berada di tengah wilayah Indonesia merupakan salah satu kekuatan strategisnya. Posisi ini, menurutnya, sangat ideal untuk menyatukan berbagai kepentingan dari barat hingga timur Nusantara.
“Ya kita harapkan sesuai dengan rencana besar yang ada dahulu bahwa IKN betul-betu menjadi ibu kota politik,” ujarnya.
IKN Jadi Ibu Kota Politik
Prabowo Tetapkan IKN Ibu Kota Politik 2028Presiden Prabowo Subianto menetapkan IKN sebagai ibu kota politik Indonesia. Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang resmi diundangkan pada 30 Juni 2025.
Aturan tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 109 Tahun 2025 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025, yang disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2025 mengenai APBN Tahun Anggaran 2025.
Melalui aturan ini, pemerintah melakukan pemutakhiran narasi serta matriks pembangunan yang memuat sasaran nasional, program dan kegiatan prioritas, hingga proyek strategis dengan indikator target dan alokasi pendanaan.
“Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi Ibu Kota Politik di tahun 2028,” demikian tertulis dalam beleid tersebut, dikutip Jumat (19/9/2025).
Dalam Perpres itu dijelaskan, pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) akan dilakukan di atas lahan seluas 800 hingga 850 hektare.
Komposisi pembangunan meliputi 20% untuk area perkantoran, 50% untuk hunian rumah layak dan terjangkau, 50% untuk pembangunan prasarana, dengan indeks aksesibilitas dan konektivitas ditargetkan pada angka 0,74.
"Untuk terbangunnya kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara dan sekitarnya, dilakukan perencanaan dan penataan ruang Kawasan Inti Ibu Kota Nusantara dan sekitarnya, pembangunan gedung/perkantoran di Ibu Kota Nusantara," bunyi lampiran tersebut.
Polemik IKN Jadi Ibu Kota Politik
Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, menyuarakan keraguan terhadap penggunaan frasa "Ibu Kota Politik" dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025.
Menurut Khozin, frasa tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang IKN yang hanya menyebutkan fungsi pusat pemerintahan.
"Di UU IKN spirit yang kita tangkap menjalankan fungsi pusat pemerintahan sebagaimana terdapat di Pasal 12 ayat (1) UU No 21 Tahun 2023 tentang IKN. Tidak ada sama sekali menyebut frasa Ibu Kota Politik," kata Khozin.
Khozin mendesak pemerintah untuk memberikan penjelasan detail tentang istilah baru ini. Ia menanyakan apakah "Ibu Kota Politik" memiliki makna yang sama dengan "Ibu Kota Negara". Jika dimaknai sama, maka ada konsekuensi hukum dan politik yang besar.
Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No 3 Tahun 2022 tentang IKN, pemindahan ibu kota negara secara resmi hanya bisa dilakukan melalui Keputusan Presiden.
Khozin menekankan bahwa jika ibu kota negara sudah secara definitif pindah dari Jakarta ke IKN, semua pihak harus bersiap. "Implikasi politik dan hukum akan muncul ketika Ibu Kota Negara secara definitif pindah dari Jakarta ke IKN," ujarnya.
Ia menambahkan, perpindahan ibu kota negara akan menjadi agenda bersama bagi seluruh lembaga, termasuk yang berada di luar pemerintahan maupun lembaga internasional yang beroperasi di Indonesia.
Khozin menyarankan bahwa jika yang dimaksud dengan "Ibu Kota Politik" adalah "pusat pemerintahan," pemerintah sebaiknya tidak perlu menciptakan istilah baru. Penggunaan istilah baru ini berpotensi membingungkan masyarakat.
"Jika yang dimaksud ibu kota politik itu tak lain adalah pusat pemerintahan, sebaiknya tak perlu buat istilah baru yang menimbulkan tanya di publik," pungkasnya.