Liputan6.com, Jakarta - Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk siswa di wilayah Pasirhalang, Sukabumi kembali mendapatkan sorotan. Orang tua siswa mengeluhkan temuan makanan berulat, ayam belum matang yang menyisakan darah, hingga buah-buahan busuk.
Rizki Lestari (36), salah satu orang tua siswa mengungkapkan bahwa komplain mengenai kualitas makanan sudah terjadi berulang kali, namun tanpa perbaikan.
"Banyak komplain, yang pertama ayamnya bau. Lalu, sayur jarang, bahkan tidak ada yang dimakan anak-anak. Kadang ada bau asam," tutur Rizki, dikonfirmasi pada Senin (6/10/2025).
"Sayurannya juga memang tidak sesuai, anak mungkin tidak suka. Dari tampilannya saja sudah butek. Belum lagi pernah ada ulatnya di sawi mi ayam. Ayam gorengnya pun masih ada bulu,” tambahnya.
Jeruk Busuk dan Ayam Menyisakan Darah
Selain masalah higienitas, Rizki juga menyoroti bahan makanan yang tidak layak dan tidak sesuai gizi anak. "Kemarin jeruknya busuk. Tadi saja dikasih salak, buah itu sebetulnya tidak ada gizinya buat anak, dan kondisinya busuk, ukurannya kecil-kecil," tambahnya.
Dia menyebut pernah menemukan ayam yang masih berdarah, mengindikasikan proses memasak yang tidak matang sempurna. Kualitas menu snack pun dipertanyakan.
"Snack memang diminta, tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan permintaan awal dari sekolah. Saya konfirmasi ke dapur MBG, ternyata seharusnya tiap jenis ada dua item, namun ini hanya satu-satu. Bahkan telur pun tidak ada," jelas Rizki.
Orang tua juga memprotes minimnya variasi protein utuh. Telur, misalnya, tidak pernah disajikan utuh (rebus atau bumbu), melainkan selalu disajikan dalam bentuk dadar.
"Setiap kali komplain, tanggapannya selalu minim. Saya pernah mempertanyakan mengapa tidak pernah ada telur utuh yang diolah. Alasannya, katanya, 'tidak ada waktu' dan 'lebih irit'," ujar Rizki.
Nugget Keras dan Banyak Tepung
Ia khawatir, penggunaan telur dadar memungkinkan dapur menggunakan telur pecah atau berkualitas rendah.
"Kami lihat kebersihannya, telur dadar itu beda dengan telur bulat. Mereka bisa beli yang pecah, yang kualitasnya kurang bagus. Kita tidak tahu ada bakteri atau apanya. Makanya, anak-anak tidak pernah mau memakannya," tambahnya.
Kekhawatiran yang sama muncul saat menu daging diganti dengan nugget yang disebutnya lebih banyak tepung dan bertekstur keras.
Dapur Tidak Gunakan Tenaga Ahli
Ketua KNPI Kecamatan Sukaraja, Agus Mulyana, yang menerima aduan dari orang tua, telah menindaklanjuti keluhan tersebut hingga ke pihak dapur MBG. Namun, ia merasa upaya konfirmasi justru direspons dengan adu argumen.
"Saya datang ke dapurnya dan mengobrol. Ternyata, dapur tersebut tidak menggunakan tenaga ahli (chef) dengan alasan 'masak massal'," ungkap Agus.
Ia menyayangkan alasan tersebut, sebab menurutnya, koki profesional dibutuhkan untuk memastikan kualitas dan standar kebersihan.
"Masa tidak bisa bayar tenaga ahli? Minimal ahli masak tahu waktunya memasak seperti apa. Dikatakan alasannya mungkin mahal," katanya.
Agus juga menyoroti cara penyajian telur dadar untuk penghematan. "Sepertinya telur dadar itu dua telur dijadikan satu, dibungkuskan untuk tiga wadah makan. Kalau satu telur di dadar, kan terlihat hanya beberapa potong," jelasnya.
KNPI mengkritik pengadaan bahan baku yang tidak sesuai dengan tujuan awal program MBG, yaitu untuk menggerakkan ekonomi rakyat (UMKM) daerah.
"Suppliernya dari daerah lain. Ambil beras dari Cianjur, sayurannya dari Cianjur. Mana untuk meningkatkan ekonomi daerah Sukabumi, khususnya di Sukaraja? Itu tidak ada," tegas Agus.
Tanggapan SPPG
Kepala SPPG Yayasan Khazanah Ibu Bahagia, Milenito S, saat dikonfirmasi, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya sedang mengurus pengajuan SLHS (Sertifikat Laik Higiene Sanitasi).
"Untuk SLHS sudah diurus lagi pengajuan, karena kan banyak SPPG. Terutama setiap SPPG diwajibkan dan mungkin ada antrean, jadi tidak bisa sehari jadi. Kami dapat bocoran, 13 hari prosesnya paling cepat," kata Milenito, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai perbaikan kualitas menu dan higienitas secara langsung.