Liputan6.com, Jakarta Alat Badan Geologi di pos pengataman Gunung Ciremai merekam detik-detik suara dentuman keras saat meteor jatuh di Cirebon, Jawa Barat. Badan Geologi menegaskan dentuman itu tidak berdampak kepada aktivitas vulkanik Ciremai.
"Gunung Ciremai saat ini masih berada pada tingkat aktivitas level I atau normal. Aktivitas kegempaan dan pengamatan visual menunjukkan kondisi yang stabil dan tidak ada indikasi erupsi maupun peningkatan tekanan magmatik," ujar Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM), Muhammad Wafid di Bandung, Senin (6/10/2025).
Adapun mengenai dugaan bahwa suara dentuman tersebut berasal dari meteorit, Wafid menyebutkan hal tersebut bukan merupakan ranah tugas dan kewenangan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi.
"PVMBG Badan Geologi terus melakukan pemantauan secara intensif terhadap aktivitas Gunung Ciremai, dan masyarakat diimbau untuk tetap tenang, tidak terpancing isu yang belum dapat dipastikan kebenarannya, serta selalu mengikuti informasi resmi dari Badan Geologi," ujar Wafid.
Keterangan BPBD Jabar dan BMKG Stasiun Geofisika Bandung
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat (BPBD Jabar) menyebutkan tidak ada pengerahan petugas untuk mengecek informasi jatuhnya meteor di Wilayah Cirebon.
Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar Hadi Rahmat menegaskan informasi yang beredar di sosial media terkait kebakaran di dekat tol diduga karena meteor, adalah hoaks.
"Info kami konfirmasi dulu kebenarannya dan sesuai pernyataan dari pihak Jasa Marga seempat, info tersebut hoaks," kata Hadi saat dihubungi Liputan6.
Penjelasan BRIN
Sebelumnya diberitakan Liputan6, menanggapi kehebohan ini, Profesor Thomas Djamaluddin, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa BRIN, memastikan bahwa cahaya dan dentuman yang terlihat di langit Cirebon adalah meteor. Ia menyimpulkan bahwa ini merupakan meteor berukuran cukup besar yang melintas.
Menurut Profesor Thomas, meteor tersebut tidak jatuh di darat seperti yang banyak dispekulasikan warga. Berdasarkan analisis BRIN, meteor itu diperkirakan jatuh di Laut Jawa, jauh dari permukiman.
Suara dentuman keras yang didengar warga terjadi ketika meteor memasuki atmosfer Bumi yang lebih rendah. Pergerakan cepat ini menimbulkan gelombang kejut yang menghasilkan suara dentuman, bahkan sempat terdeteksi oleh BMKG Cirebon.
Kesimpulan BRIN ini didasarkan pada analisis komprehensif dari berbagai sumber. Data tersebut mencakup kesaksian warga yang melihat bola api, rekaman CCTV sekitar pukul 18.35 WIB, serta data getaran yang tercatat oleh BMKG.
Klarifikasi BMKG
BMKG Stasiun Kertajati juga memberikan pernyataan resmi terkait kondisi cuaca saat kejadian. Mereka menegaskan bahwa langit dalam keadaan cerah berawan, tanpa adanya awan konvektif atau sambaran petir yang dapat menjelaskan dentuman keras tersebut.
Meskipun demikian, BMKG mencatat adanya getaran kecil yang terekam seismograf sekitar waktu kejadian, namun getaran ini tidak berhubungan dengan aktivitas gempa bumi. Sumber getaran tersebut belum dapat dipastikan secara jelas.
Koordinator Lapangan BPBD Kabupaten Cirebon, Faozan, mengingatkan bahwa pemantauan benda antariksa seperti meteor berada di bawah kewenangan lembaga khusus. Oleh karena itu, instrumen BMKG memiliki keterbatasan dalam menganalisis fenomena tersebut secara detail.
Sebelum adanya klarifikasi dari BRIN, sempat beredar video viral yang menunjukkan kobaran api di dekat Tol Ciperna, Cirebon, yang diduga akibat meteor jatuh hari ini. Namun, Profesor Thomas Djamaluddin membantah bahwa api tersebut berkaitan dengan lokasi jatuhnya meteor, karena meteor jatuh di Laut Jawa.
Fenomena Astronomi Lain di Bulan Oktober
Selain dugaan meteor jatuh hari ini di Cirebon, bulan Oktober 2025 juga diwarnai oleh beberapa fenomena astronomi menarik lainnya. Salah satunya adalah Supermoon yang terjadi pada 6 Oktober, di mana bulan purnama tampak hingga 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari biasanya.
Kemudian, antara tanggal 6 hingga 10 Oktober, Bumi akan melewati jejak puing Komet 21P/Giacobini-Zinner. Peristiwa ini akan menciptakan hujan meteor Draconid tahunan, dengan puncak aktivitas yang diperkirakan terjadi pada malam 8 Oktober.
Fenomena menarik lainnya adalah hujan meteor Orionid, yang puncaknya diperkirakan bertepatan dengan bulan baru pada 21 Oktober. Minimnya cahaya bulan pada tanggal tersebut akan menciptakan kondisi pengamatan bintang yang optimal bagi para pengamat langit.