Dari Bayi Rapuh Jadi Petualang Hutan: Kisah Popi Akhirnya Pulang ke Rimba Kalimantan

4 days ago 14

Liputan6.com, Jakarta Saat pintu kandang angkut dibuka di tepi Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, seekor orang utan betina yang masih remaja melangkah keluar perlahan. Ia menatap tajuk hutan, lalu memanjat pohon pertama yang ditemuinya. Hari itu, Minggu 10 Agustus 2025, Popi resmi kembali ke rumah sejatinya, hutan Kalimantan.

Perjalanan Popi mencapai momen ini memakan waktu panjang, sembilan tahun sejak pertama kali diselamatkan dari Desa Sempayau, Sangkulirang, Kalimantan Timur, pada 22 September 2016. Saat ditemukan, tubuhnya nyaris sekepalan tangan. Tali pusarnya masih basah, giginya belum tumbuh, dan napasnya tersengal akibat gangguan pernapasan.

Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur segera mengevakuasinya dan menyerahkan bayi lemah itu ke pusat rehabilitasi Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA).

“Popi kita rawat intensif sejak bayi agar tetap sehat dan bisa tumbuh dengan baik,” kata Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto, Kamis (9/10/2025).

Dalam kondisi normal, bayi orang utan akan bersama induknya hingga usia tujuh tahun. Namun, Popi kehilangan kesempatan itu.

Setelah masa karantina di klinik BORA, Popi diperkenalkan dengan playground bayi orang utan, tempat ia belajar memanjat dan bersosialisasi dengan bayi lainnya. Awal 2017, di usia hampir 11 bulan, Popi mulai mengikuti sekolah hutan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Berau.

Di sinilah ia belajar memanjat pohon hingga 30 meter, mencari buah hutan, membuat sarang, dan mengenal 'guru alam', semua keterampilan yang suatu hari akan menyelamatkannya di hutan liar.

Sembilan tahun Popi menjalani pembelajaran panjang ini, hingga akhirnya dinyatakan siap dipindahkan ke pulau pra-pelepasliaran di Pulau Bawan, Kampung Merasa, Berau.

Di sana, selama tiga bulan penuh (April–Juli 2025), Popi beradaptasi tanpa banyak interaksi manusia. Dari sana, ia dibawa ke kandang karantina terakhir di BORA Tasuk sebelum menuju Busang.

Popi Sempat Menghilang

Tanggal 10 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Konservasi Alam Nasional, Popi dilepasliarkan ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat di bawah pengelolaan KPHP Kelinjau. Proses pelepasan dilakukan bersama tim dari BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Kaltim, dan Centre for Orangutan Protection (COP).

Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto menjelaskan, keberhasilan Popi merupakan buah dari kerja panjang rehabilitasi yang berfokus pada kemampuan bertahan hidup.

“Dalam proses rehabilitasi, Popi menunjukkan bahwa ia sudah bisa hidup sendiri di alam. Ia sudah mampu menunjukkan sifat liarnya, bisa survive di alam. Itu persyaratan utama sebelum dilepasliarkan,” ujar Ari.

Ia menambahkan, keberhasilan semacam ini bukan hal baru, melainkan bagian dari sistem panjang konservasi orangutan di Indonesia.

“Ada banyak orang utan yang sejak bayi direhabilitasi, lalu dilepas pada usia sembilan sampai sepuluh tahun, bahkan bisa berkembang biak di alam. Tapi tidak semua sama. Kami tidak memaksakan waktu; yang penting mereka siap secara fisik dan mental,” tegasnya. 

Sejak dilepasliarkan, tim APE Guardian COP melakukan monitoring pasca-rilis selama tiga bulan untuk memastikan Popi beradaptasi baik. Dalam dua hari pertama, Popi masih di sekitar titik rilis. Namun di hari ketiga, ia menyeberangi sungai lewat kanopi hutan dan bertemu Bonti, orangutan betina lain yang lebih dulu dilepas pada Januari 2025.

“Popi sempat menghilang beberapa hari, lalu muncul lagi di minggu ketiga Agustus. Terakhir terlihat di pohon dekat sungai dalam kondisi sehat. Setelah itu, ia tidak lagi terlihat, tapi kami yakin ia telah mampu bertahan hidup di habitat barunya,” kata Wahyuni, Manajer Komunikasi COP.

Dari catatan tim monitoring, Popi sudah memanfaatkan sumber pakan alami hutan Mesangat seperti daun muda, bunga, kulit liana, dan buah-buahan seperti balangkasua (Lepisanthes alata) serta sengkuang/dahu (Dracontomelon dao). Kekayaan pakan ini menjadi modal penting bagi Popi untuk benar-benar mandiri di alam.

Wahyuni mengenang, Popi pernah dikenal manja di sekolah hutan. “Nilai rapornya naik turun. Kadang seharian di atas pohon, kadang malah bermain dengan keeper. Tapi kami tidak pernah menyerah. Kami ingin Popi belajar sesuai ritmenya sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, kekhawatiran terbesar tim saat pintu kandang Popi dibuka adalah kemungkinan ia akan mendekati manusia, mengingat sifat manjanya dulu. “Namun begitu pintu kandang dibuka, Popi langsung memanjat pohon dan menjauh. Itu momen paling melegakan bagi kami,” kata Wahyuni.

Menurutnya, perjalanan Popi adalah bukti nyata bahwa proses panjang rehabilitasi orangutan tak pernah mengkhianati hasil.

“Dari bayi mungil dengan pusar masih basah, hingga kini mampu hidup liar di hutan sesungguhnya, itu perjalanan luar biasa. Seberapa sulit dan panjang prosesnya, alam tetap punya panggilan kuat bagi mereka. Selamat bertualang di hutan sesungguhnya, bertahan dan berkembanglah di habitat baru mu, Popi,” tutup Wahyuni.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |