Liputan6.com, Jakarta - Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kembali menjadi sorotan usai insiden keracunan makanan massal yang menimpa 17 pelajar SDN 016 Sagulung, Batam, pada 26 September 2025.
Para pelajar tersebut sempat dirawat di RS Elisabeth Batam setelah mengonsumsi menu dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (dapur SPPG).
Menanggapi peristiwa itu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyatakan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk menutup sementara tiga dapur SPPG hingga evaluasi dan hasil laboratorium keluar.
"Sementara tiga kita tutup, ya, sampai evaluasinya selesai. Masing-masing sampel makanan sudah dikirim ke BPOM dan Bapelkes untuk diteliti. Kalau nanti sudah ada hasilnya, baru dilakukan penertiban kembali," ujar Ansar saat ditemui di Batam, Jumat sore 3 Oktober 2025.
Ansar menyoroti, beberapa dapur penyedia makanan belum memenuhi standar kelayakan operasional. Ia mencontohkan dapur di Karimun yang hanya menggunakan satu unit ruko sempit sebagai lokasi produksi.
"Kami minta mereka menambah satu ruko lagi dulu. Kalau tempatnya sempit, tidak memadai untuk produksi makanan skala besar," kata Ansar.
Ia meminta agar pembangunan SPPG jangan dilakukan di area rawan, seperti kawasan kumuh atau padat penduduk, yang berisiko dari segi sanitasi dan lingkungan.
"Ke depannya, dokumen Studi Kelayakan Lingkungan Hidup Sederhana (SLHS) akan diwajibkan bagi setiap penyedia SPPG," terang Ansar.
Ansar mengungkapkan, banyak SPPG saat ini belum memenuhi kriteria tersebut, sehingga percepatan proses SLHS menjadi salah satu prioritas. Ditingkat provinsi, sampai saat ini ada 127 unit SPPG yang sudah beroperasi di berbagai kabupaten/kota di Kepri.
Setahun berjalan program makan bergizi gratis tak selancar jalan tol. Muncul kasus keracunan usai para pelajar menyantap makan bergizi gratis. Menteri Kesehatan mengusulkan pengawasan dini melalui Unit Kesehatan Sekolah (UKS) bisa menjadi solusi menc...
Terima Target Program Lebih Tinggi
Dari sisi pencapaian MBG, Ansar pernah menyampaikan bahwa Kepri telah mencapai 23 % dari target penerima program—lebih tinggi dari rata-rata nasional.
"Di Kota Batam secara khusus, program MBG sudah menjangkau 376 satuan pendidikan dan ribuan penerima manfaat sekolah PAUD hingga SMA/SMK," terang dia.
Ansar menjelaskan, jumlah SPPG di Batam yang sudah ditetapkan secara administratif adalah 75 unit, meskipun tidak semuanya aktif operasional.
"Dari yang aktif, tercatat 59 dapur sudah menyalurkan makanan kepada sekolah. Target SPPG di Batam adalah 120 unit, dengan cakupan penerima manfaat sebanyak sekira 357.252 orang," ucap dia.
Namun, kata Ansar, realisasi baru menyentuh 188.742 siswa yang menerima MBG di Batam, dan dari sekian dapur yang ada, baru 1 unit yang memiliki sertifikat Layak Higiene Sanitasi (SLHS).
"Jumlah penerima MBG di Kepri secara keseluruhan pada akhir September 2025 dilaporkan mencapai 333.282 orang dari target 638.047 jiwa (sekitar 52,23 persen)," papar dia.
Masih Ada Kesejangan Operasional
Ansar menjelaskan, data tersebut menggambarkan bahwa meskipun SPPG sudah agak meluas, masih terdapat celah signifikan antara jumlah yang ideal dan yang telah terwujud.
Kesenjangan operasional, sertifikasi kebersihan, dan kualitas dapur menjadi titik kritis yang harus diatasi.
Ansar menegaskan, pemerintah akan merangkul pemerintah kabupaten/kota agar pengawasan terhadap SPPG lebih optimum.
"Ini persoalan pengawasan, persoalan kehati-hatian, dan kebersihan. Itu yang harus menjadi perhatian utama," papar dia.
Ia juga mengingatkan bahwa pihaknya tak akan mengambil tindakan penertiban masif sebelum hasil uji laboratorium keluar, agar tidak terjadi pelanggaran hak atau kesalahan administrasi.
"Sementara itu, hasil uji laboratorium dari BPOM dan Bapelkes masih ditunggu. Setelah keluar, pemerintah berencana mengambil keputusan lanjutan, baik berupa perbaikan, penutupan permanen, atau restart operasi jika hasil menyebutkan aman," jelas Ansar.