Liputan6.com, Jakarta - ASEAN, Pemerintah Jepang, dan UNDP secara resmi meluncurkan proyek ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling (ABCF) hari ini di Jakarta, yang menandai terobosan untuk memperkuat pengelolaan ekosistem karbon biru yang berkelanjutan. Pengembangan profil karbon biru adalah proses identifikasi, pemetaan, dan penilaian karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut, dengan menggunakan pendekatan sains, teknologi satelit, dan penilaian lapangan.
Inisiatif ambisius ini bertujuan untuk mengembangkan solusi pembiayaan inovatif yang mendorong ketahanan iklim dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di seluruh kawasan ASEAN dan Timor Leste.
Didanai oleh Pemerintah Jepang dan dilaksanakan oleh UNDP Indonesia berkoordinasi dengan ASEAN Coordinating Task Force on Blue Economy (ACTF-BE), Proyek ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling (ABCF) sejalan dengan tujuan Kerangka Kerja Ekonomi Biru ASEAN. Proyek ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas teknis dalam menilai stok karbon, mengembangkan profil karbon biru yang kuat, dan mengintegrasikan strategi karbon biru ke dalam rencana pembangunan nasional dan regional di ASEAN dan Timor Leste.
Berdasarkan Proyek Inovasi Ekonomi Biru ASEAN sebelumnya, yang juga didukung oleh Pemerintah Jepang, Proyek ABCF menggarisbawahi komitmen ASEAN terhadap ekonomi biru yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan menyelaraskan kebijakan, pembiayaan, dan pendekatan berbasis sains, proyek ini mendorong pengembangan potensi iklim dan ekonomi ekosistem laut dan pesisir yang belum dimanfaatkan.
“Ekonomi biru telah menjadi pendorong penting dalam pertumbuhan sekaligus mendorong kelestarian ekosistem sumber daya air di kawasan ASEAN,” kata Satvinder Singh, Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Ia berpendapat pasar karbon biru, meskipun masih dalam tahap awal, mulai muncul sebagai sumber pendapatan potensial bagi negara-negara yang berinvestasi dalam konservasi dan restorasi. Proyek ABCF akan mendukung Negara-Negara Anggota dalam mengembangkan kebijakan yang strategis, berbasis ilmu pengetahuan, dan siap dari sisi pembiayaan untuk membuka potensi penuh dari ekosistem karbon biru.
Asia Tenggara merupakan rumah bagi sekitar 33% padang lamun dunia dan hampir 40% lahan gambut tropis yang telah diketahui, yang mewakili sekitar 6% sumber daya lahan gambut global. Meskipun berperan penting dalam mitigasi iklim, ekosistem ini masih kurang dimanfaatkan karena kesenjangan teknis, finansial, dan kebijakan.
“Jepang merasa terhormat untuk mendukung inisiatif penting ini,” kata KIYA Masahiko, Duta Besar Jepang untuk ASEAN.
Proyek ini mencerminkan komitmen mendalam kami terhadap ketahanan iklim, perlindungan ekosistem, dan kolaborasi regional.
“Bersama-sama, melalui kolaborasi dan kemitraan strategis, kita dapat membangun platform regional untuk mengukur karbon biru dan pembiayaan sektor biru guna mendukung aksi iklim dan pertumbuhan berkelanjutan,” ujarnya.
Acara peluncuran tersebut mempertemukan lebih dari 100 pemangku kepentingan dari Negara Anggota ASEAN, Timor-Leste, dan Mitra Dialog ASEAN, para pakar dari lembaga akademis seperti Universitas Gadjah Mada, organisasi internasional seperti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), mitra pembangunan, dan perwakilan media. Diskusi panel tingkat tinggi juga diadakan, yang menyoroti pengalaman global dan regional tentang karbon dan pembiayaan biru, termasuk pengintegrasian karbon biru ke dalam strategi iklim Jepang.
“Lamun dan lahan gambut merupakan salah satu solusi berbasis alam yang paling efektif dan terjangkau untuk mengurangi perubahan iklim,” kata Norimasa Shimomura, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia.
Melalui Proyek ABCF, UNDP dapat bekerja sama dengan ASEAN dan Pemerintah Jepang dalam menjembatani ilmu pengetahuan, kebijakan, dan pembiayaan untuk mengembangkan potensi karbon biru bagi pembangunan berkelanjutan. Inisiatif ini akan menghasilkan profil karbon biru yang dapat ditindaklanjuti dan perangkat praktis untuk menarik investasi dan meningkatkan skala dampak.
Proyek ABCF merupakan upaya strategis untuk memposisikan karbon biru sebagai pendorong utama masa depan yang berkelanjutan dan inklusif di Asia Tenggara. Dilaksanakan melalui kemitraan erat dengan jaringan pakar nasional dan penasihat regional,
Proyek ABCF akan memberikan temuan dan rekomendasi kebijakan sebagai masukan untuk dialog tingkat ASEAN. Hasil ini akan mendukung ASEAN dan Timor Leste dalam memobilisasi pendanaan iklim untuk pemulihan dan perlindungan ekosistem pesisir.