Liputan6.com, Medan - Kebijakan sekolah 5 hari dalam seminggu di Sumatera Utara (Sumut) jangan dipaksakan. Hal ini ditegaskan Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi PDI Perjuangan, dr Sofyan Tan.
Jika tetap dipaksakan wajib diterapkan seluruh sekolah, maka akan berpotensi melanggar undang-undang dan bisa dibatalkan.
"Ini ada perdanya? Pakai Pergub? Nanti akan saya suruh batalkan," kata Sofyan Tan.
Sofyan Tan mengatakan hal itu saat menjadi keynote speaker dalam Workshop Pendidikan dengan tema "Menggali Potensi Siswa Melalui Pembelajaran Bermakna dan Mendalam" yang diselenggarakan Kemendikdasmen Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan dan Pedidikan Guru (GTKPG) di Hotel Le Polonia, Jalan Jend Sudirman, Kota Medan, Sabtu, 5 Juli 2025.
Sofyan Tan yakin, kebijakan sekolah 5 hari seminggu sifatnya tidak untuk diwajibkan. Pergub tidak boleh mengatur sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan di atasnya, yakni peraturan menteri.
"Bahkan, bila ada kewajiban di peraturan menterinya, dipastikan tidak sesuai undang-undang," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan ini:
Simulasi Demo Rusuh usai Pilkada 2024 di Pemalang
Tidak Bisa Dipaksanakan
Diungkapkan Sofyan Tan, ada banyak alasan kebijakan sekolah 5 hari dalam seminggu tidak bisa dipaksakan, karena harus menyelenggarakan proses belajar mengajar hingga pukul 16.00 WIB.
Banyak sekolah di Sumut yang menerapkan sekolah 2 gelombang, yakni pagi dan siang karena tidak cukup ruang kelasnya. Jika dipaksakan, maka siswa yang masuk siang dialihkan belajarnya mulai sore pulang malam.
"Ini tentu justru menimbulkan masalah baru," ucapnya.
Lalu, masih banyak sekolah yang belum baik fasilitas toilet dan kantinnya. Jika siswa dan guru harus seharian di sekolah, bisa mengganggu dari sisi kesehatan. Serta bisa menambah pengeluaran siswa dan guru yang harus makan siang di sekolah.
"Ini namanya mau memiskinkan orang yang sudah miskin," tegasnya.
Tidak Akan Maksimal
Secara psikologis, siswa dan guru tidak akan maksimal belajar mengajar seharian hingga sore. Setiap orang hanya bisa fokus 2 jam belajar non stop. Karena itu ada waktu istirahat setiap dua jam pelajaran.
"Jika dipaksakan hingga sore, maka tidak akan bisa menerapkan pembelajaran bermakna dan mendalam," sebut Sofyan Tan.
Sofyan Tan menegaskan, jika ada sekolah yang diancam dicabut izinnya karena tidak menerapkan kebijakan sekolah 5 hari seminggu, maka dirinya tidak akan tinggal diam.
"Silakan cabut izin sekolah yang tidak bersedia. Saya akan perjuangkan nasib konstituen. Gubernur pun bisa dimakzulkan jika langgar undang-undang," tegasnya.
Namun jika sifatnya tidak ada kewajiban, maka silakan kebijakan tersebut dilanjutkan. Perlu diketahui, banyak sekolah yang selama ini dikunjunginya keberatan dengan kebijakan tersebut, namun mereka memilih diam karena khawatir.
Sofyan Tan menyarankan, harusnya Gubernur Sumut fokus dengan kebijakan perbaikan nasib guru dan kualitas sekolah. Tidak semua sekolah khususnya di daerah pedalaman sama kualitasnya dengan daerah perkotaan.
"Ada banyak sekolah swasta yang masih memprihatinkan. Jika hal itu dilakukan, saya siap berkolaborasi karena sejalan dengan yang sudah dilakukan selama ini," bebernya.
Kolaborasi Kemitraan
Hadir dalam acara perwakilan Dirjen GTKPG, Yaya Sunarya, Kabid GTK Dinas Pendidikan Provinsi Sumut, Syahdan Lubis, narasumber Maragoti dan Yusminta Siregar, serta moderator Edy Jitro Sihombing.
Mewakili Kemendikdasmen, Kasubdit Dirjen GTKPG Yaya Sunarya mengatakan, acara ini adalah kolaborasi kemitraan dengan Komisi X DPR RI. Acara ini diakui adalah sesuatu yang bermanfaat dan sangat ditunggu-tunggu bapak ibu guru di daerah.
Dalam kesempatan itu, Yaya menyampaikan tunjangan guru mulai 2025 akan disalurkan langsung ke rekening guru. Tidak lagi seperti sebelumnya harus disalurkan melalui rekening kas pemerintah daerah.