Liputan6.com, Jakarta Ribuan pecalang dari seluruh Bali memadati Lapangan Puputan Niti Mandala Renon, Denpasar, Senin (1/9/2025) pagi. Dengan menggunakan busana adat khas milik pecalang Bali, Gelar Agung Pecalang Bali ini menjadi salah satu konsolidasi adat terbesar untuk merespon demo yang sempat memanas dua hari yang lalu.
Gubernur Bali Wayan Koster hadir bersama Ketua DPRD Bali Dewa “Jack" Mahayadnya, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, dan jajaran Forkopimda.
Dihadapan ribuan pecalang, Koster dengan lantang memimpin pekik semangat "Pecalang Bali, Bali Aman, Bali Aman, Bali Aman, Merdeka!" serunya sambil disambut teriakan kompak dari ribuan pecalang yang hadir.
Pria kelahiran Desa Sembiran, Buleleng itu menegaskan peran pecalang sebagai penjaga kedamaian di Pulau Seribu Pura ini.
“Saya mengajak seluruh pecalang untuk menyerukan Bali damai. Kita jaga bersama Pulau Surga ini dari segala bentuk gangguan,” ujarnya.
Pernyataan Tegas Pecalang
Pemerintah daerah dan petugas keamanan adat sepakat untuk mempertegas komitmen menjaga kedamaian Bali agar tidak kembali tercoreng aksi-aksi anarkis.
Adapun Nyoman Beker selaku Pecalang Desa Adat Peminge, Nusa Dua, Badung, membacakan pernyataan sikap pecalang. Sikap tersebut menegaskan enam poin penting:
1. Menolak demo anarkis yang merusak kedamaian Bali.
2. Menyatakan Bali sebagai tanah kelahiran yang wajib dijaga bersama.
3. Tidak rela keamanan Bali diganggu aksi tidak bertanggung jawab.
4. Siap membela Bali secara niskala-sekala dari segala ancaman.
5. Mendukung penuh langkah tegas TNI dan Polri dalam menindak pelaku anarkis.
6. Siap bekerja sama dengan aparat dan masyarakat menjaga keamanan Bali.
“Kami tidak rela keamanan Bali yang selama ini sangat kondusif dirusak oleh aksi-aksi demonstrasi yang tidak bertanggung jawab dan bersifat anarkis,” tegas Nyoman Beker.
Ketua DPRD Bali, Dewa Jack turut mengingatkan agar penyampaian aspirasi masyarakat dilakukan dengan cara yang santun.
“Sampaikanlah dengan baik-baik. Pecalang tidak perlu membunyikan kulkul bulus (isyarat atau pertanda), karena mereka sudah terorganisir. Tugas pecalang akan terus berjalan hingga situasi benar-benar aman,” katanya.
Sementara itu, Ketua MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet menegaskan identitas pecalang yang sejak dahulu dihormati karena ketegasan mereka dalam menjaga adat tanpa kekerasan.
“Pecalang itu ngayah (bekerja tanpa pamrih) untuk adat, menjaga ketentraman, kedamaian, dan keamanan. Mereka tidak dibekali senjata, hanya tegas dengan ucapan. Itu sudah dihormati sejak dulu,” ucapnya.
Deklarasi ini menjadi sinergi antara pemerintah daerah, pecalang, aparat TNI-Polri, dan masyarakat adat yang menjadi modal penting agar Bali tetap teduh, damai, dan harmonis, baik secara sekala (nyata atau kasat mata) maupun niskala (tidak nyata atau tidak tampak).