Liputan6.com, Bandung - Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat (Sekda Jabar) Herman Suryatman menyebutkan lansia yang terlantar wajib dilayani oleh negara.
Menurut Herman, Pemerintah Jabar berkomitmen untuk terus hadir dan peduli terhadap kesejahteraan lanjut usia, khususnya mereka yang kurang mampu dan terlantar.
"Negara harus hadir. Apabila ada lansia yang kurang mampu atau bahkan ditelantarkan keluarganya, maka menjadi kewajiban negara untuk memeliharanya," ujar Herman usai Rapat Koordinasi Program Strategis Jabar Istimewa Lingkup Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat di UPTD Pusat Pelayanan Sosial (Pusyansos) Griya Lansia Dinas Sosial Jabar, Kabupaten Bandung, ditulis Jumat (20/6/2025).
Herman mengatakan salah satu bukti pelayanan negara bagi lansia yang terlantar atu diterlantarkan oleh keluarganya yakni keberadaan Griya Lansia.
Herman menjelaskan Griya Lansia saat ini menjadi tempat tinggal bagi 160 lansia dari total kapasitas 400 orang. Otoritasnya melalui berbagai dinas dan UPTD di bawah koordinasi Asisten Pemerintahan dan Kesra terus memperkuat konsolidasi dan aksi nyata di lapangan.
“Kami dari Setda Jabar, bahu-membahu dengan dinas terkait, bukan hanya rapat di ruang tertutup, tapi langsung menyapa, memberi bantuan, dan merasakan langsung kondisi para lansia,” kata Herman.
Pada acara itu, seluruh perangkat daerah yang hadir juga secara gotong royong mengumpulkan bantuan berupa sembako untuk para lansia sebagai kepedulian nyata.
“Bantuan ini kami iur dari seluruh OPD yang hadir. Kami berikan langsung kepada para lansia sebagai tambahan gizi dan kebutuhan harian,” jelas Herman.
Herman menegaskan pula bahwa rapat koordinasi yang dilakukan bukan sekadar rutinitas administratif, melainkan menjadi momen untuk langsung turun ke lapangan dan merespons persoalan sosial secara cepat dan nyata.
“Ceuk bahasa pamarentah mah meureun administrasi rapat, tapi di kita lain ngan ngadu bako, (ibarat istilah pemerintah adminisitrasi rapat, anmun kita bukan hanya bicara saja) tapi langsung eksekusi. Seperti hari ini, rapat sekaligus berbagi bantuan ke lansia. Besok lusa, kita akan lakukan langsung di Tasikmalaya,” tukas Herman.
Herman juga menyampaikan salam hangat dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kepada seluruh penghuni Griya Lansia. Herman juga mengingatkan pentingnya merawat dan memperhatikan para orang tua.
“Bapak Gubernur selalu mengingatkan, kade ulah dilalaworakeun eta kolot. Kita yang muda ada karena adanya orang tua. Maka hadirlah program Jabar Nyaah ka Indung (sayang kepada ibu),” tutur Herman.
Sementara itu Asisten Daerah I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jabar, Asep Sukmana, yang juga hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi seluruh kepala dinas di bawah lingkup Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Aspem-Kesra).
“Kita tidak hanya rapat koordinasi, tapi langsung aksi. Ini semua berkat arahan Pak Sekda dan tentunya sejalan dengan semangat Gubernur,” sebut Asep.
Sedangkan, Kepala Dinas Sosial Jabar Noneng Komara Ningsih menyampaikan bahwa kegiatan tersebut juga merupakan bentuk implementasi program Jabar Nyaah ka Indung.
“Alhamdulillah, ini juga bagian dari semangat nyaah ka indung yang dicanangkan Pak Gubernur. Bahkan, saat ini 12.500 ASN di Jawa Barat sudah memiliki ibu asuh,” jelas Noneng.
Program Jabar Nyaah ka Indung
Dilansir laman Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo), sebelumnya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meluncurkan program sosial bernama "Jabar Nyaah ka Indung" yang melibatkan ASN dan pegawai BUMD di seluruh wilayah Jawa Barat.
Program ini bertujuan untuk membantu kaum ibu, terutama mereka yang hidup dalam kondisi kurang mampu.
"Program ini akan terus dilanjutkan hingga ke tingkat desa, dimana kepala desa se-Jabar dapat merawat ibunya atau merawat ibu angkat lanjut usia yang tinggal di wilayah masing-masing," ucap Dedi di Pendopo Kabupaten Cianjur, Jumat (11/4).
Dedi menjelaskan fokus selanjutnya melalui program ini adalah terhadap isu ibu-ibu yang menghadapi kesulitan hidup, seperti kemiskinan, ditinggal pasangan, atau menanggung beban hidup di usia tua.
Inisiasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kebahagiaan para ibu yang selama ini kurang mendapat perhatian dan juga menjadi gerakan kolektif yang berdampak luas bagi kesejahteraan sosial.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, sebanyak 21 provinsi telah memasuki fase struktur penduduk tua karena persentase penduduk lansia yang sudah di atas 10 persen termasuk Jawa Barat.
Provinsi DI Yogyakarta menempati posisi teratas dengan persentase lansia sebesar 16,28 persen. Jawa Timur menyusul dengan persentase lansia sebesar 16,02 persen, diikuti oleh Jawa Tengah dengan persentase lansia sekitar 15,46 persen.
Klaim Pemkot Bandung
Dilansir kanal Regional, Liputan6, Pemerintah Kota Bandung mengklaim jumlah lansia terlantar terus turun periode 2023-2025. Penurunannya diklaim signifikan hingga 77 persen.
Kepala Dinas Sosial Kota Bandung, Soni Bachtiar memaparkan, pada 2023 jumlah lansia terlantar di Kota Bandung sekitar 761 kasus. Turun 40,2 persen pada 2024 yakni sekitar 455 kasus.
“Per 11 Juni 2025, hanya tercatat 85 kasus. Jika dibanding semester pertama tahun lalu, turun hingga 77,2 persen,” kata Soni dalam keterangan pers di Bandung, Kamis, 12 Juni 2025.
Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), menjelaskan tentang kriteria lansia terlantar.
Lanjut usia telantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Kriteria pertama menyebutkan bagi mereka yang tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Kedua, adalah lansia yang terlantar secara psikis, dan sosial.
Soni menyampaikan, berdasarkan data versinya, menunjukkan pada 2023, sebanyak 79% lansia terlantar berasal dari Bandung, sementara tahun 2024 angka itu turun menjadi 71,42%.
Soni menjelaskan, Kota Bandung telah memiliki kebijakan yang berpihak pada lansia, yaitu Perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang Kota Ramah Lansia.
“Ini tanda positif bahwa kesadaran masyarakat membaik,” ujar Soni.
Bandung diklaim masuk 10 besar kota dengan indeks kesehatan sosial tertinggi di Indonesia. Berdasarkan survei Good Stat 2024, Bandung menempati posisi ketiga sebagai kota pilihan untuk menghabiskan masa tua.
Keberhasilan ini berdampak langsung terhadap peningkatan investasi. “Lansia yang memilih Bandung akan butuh hunian, dan ini mendorong investasi. Maka, pelayanan terhadap lansia harus kita jaga dan tingkatkan,” tambah Soni.
Tantangan Ekonomi
Lansia merupakan salah satu dari empat kelompok rentan dalam masyarakat, selain anak-anak, perempuan, dan penyandang disabilitas. Keberhasilan sebuah kota dalam melindungi dan menyejahterakan keempat kelompok ini adalah indikator penting kemajuan sosial.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengatakan, ketimpangan ekonomi dan inflasi menjadi tantangan warga Kota Bandung termasuk bagi lansia. Kelesuan ekonomi kiwari, katanya, terlihat pada momentum Idul Adha. Ia mengklaim, jumlah hewan kurban tahun ini turun drastis hampir 30 persen dibandingkan tahun lalu, terutama kurban dari masyarakat kelas menengah dan lansia.
“Banyak lansia yang hidup dari pensiunan atau tunjangan sosial menahan membeli kurban. Ini sinyal kuat bahwa daya beli kita sedang menurun. Maka, pengendalian inflasi dan distribusi barang kebutuhan pokok jadi prioritas,” ungkapnya.
Kondisi ekonomi ini dinilai berkelindan dengan pinjaman online. Lansia bisa terancam pinjaman online, di antaranya karena kurangnya literasi digital.
Farhan pun mengajak anak-anak muda untuk berkontribusi dalam memberikan literasi digital kepada para lansia agar tidak mudah tertipu oleh pinjaman online ilegal, penipuan kartu kredit, dan penawaran yang tidak bertanggung jawab.
Ia juga mengingatkan kewajiban pemerintah memberikan layanan kesehatan yang terjangkau dan responsif, serta pendampingan psikososial bagi lansia yang hidup sendiri atau mengalami kesulitan ekonomi.
Farhan mendorong seluruh elemen sosial mulai dari pekerja sosial, karang taruna, hingga pendamping PKH untuk ikut serta mendampingi mereka.
“Kita harus hadir bagi para lansia yang hidup sendiri. Jangan biarkan mereka terabaikan,” katanya.
Ia mengajak seluruh pihak mulai dari Forkopimda, masyarakat, lembaga, hingga media untuk bersama-sama mewujudkan Bandung sebagai kota ramah lansia.
“Bandung tidak bisa saya kelola sendirian. Harus ada kolaborasi. Mari kita bangun Bandung yang ramah bagi lansia dan unggul bagi seluruh warganya,” ungkapnya.
Prediksi Jumlah Lansia 2035
DIlansir kanal Health, Liputan6, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut jumlah lanjut usia (lansia) Indonesia diperkirakan mencapai 48,2 juta jiwa atau sekitar 15,77 persen dari total populasi pada 2035.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) menunjukkan bahwa sekitar 22 persen lansia mengalami ketergantungan ringan. Sementara 3,7 persen lainnya berada dalam kategori ketergantungan sedang hingga berat.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, situasi ini berpotensi besar meningkatkan kebutuhan layanan jangka panjang atau Long-Term Care (LTC) secara berkelanjutan.
Edy menyoroti urgensi pemerintah dalam menyusun kebijakan nasional terkait LTC di tengah meningkatnya jumlah penduduk lansia di Indonesia. Menurutnya, tanpa langkah konkret hari ini, Indonesia akan menghadapi beban sosial dan kesehatan yang berat di masa depan.
“Kita sedang menuju masa depan yang menua, namun dengan sistem yang belum siap. Kalau tidak segera ada terobosan kebijakan, maka yang kita hadapi bukan bonus demografi tapi justru krisis perawatan lansia,” tegas Edy dalam keterangan yang diterima Health Liputan6.com, Rabu (18/6/2025).
Sementara, sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini masih fokus pada layanan kuratif dan belum cukup menjawab kebutuhan layanan jangka panjang, seperti perawatan rumah (home care), rehabilitasi sosial, atau dukungan psikososial, lanjut Edy.
“Negara seperti Jepang telah jauh melangkah dengan skema asuransi perawatan jangka panjang (LTC), bahkan Thailand sudah memulai layanan berbasis komunitas. Kita tidak bisa terus tertinggal,” ujarnya.
LTC sebagai Bagian dari Sistem JKN
Edy mendorong Kementerian Kesehatan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk segera menyusun kerangka kebijakan nasional tentang LTC sebagai bagian dari sistem JKN.
Ia mengusulkan skema pembiayaan hibrida yang menggabungkan pendanaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan kontribusi keluarga, agar lebih inklusif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya integrasi layanan LTC ke dalam reformasi layanan primer dan sistem Academic Health System (AHS). Puskesmas, menurutnya, harus menjadi titik koordinasi utama layanan lansia, termasuk perawatan rumah, pusat layanan harian (daycare), hingga dukungan sosial dan rehabilitasi.
“Kita harus berani berinvestasi. Baik dalam SDM seperti caregiver profesional, perawat geriatri, hingga dalam teknologi asistif seperti telehealth dan sistem peringatan dini. Karena ini bukan soal usia, ini soal martabat manusia di hari tuanya,” ujar Legislator Dapil Jawa Tengah III itu.
Tak kalah penting, ia juga mendesak pemerintah untuk menetapkan standar nasional layanan LTC, termasuk regulasi dan sertifikasi lembaga pengasuhan lansia serta tenaga perawat atau caregiver.
“Selama belum ada standar nasional, praktik-praktik layanan akan terus sporadis dan berisiko mengeksploitasi kelompok lansia. Kita perlu memastikan layanan ini beretika, profesional, dan berpihak pada martabat manusia,” tutup Edy.