Liputan6.com, Semarang - Pemprov Jateng menegaskan pihaknya tidak akan mengirim anak-anak nakal dan bermasalah ke barak militer, seperti yang dilakukan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen atau yang akrab disapa Gus Yasin mengatakan, tiap daerah punya karakter dan permasalahannya masing-masing, sehingga solusinya tidak harus sama.
"Kita bukan negara yang siap perang. Kita sudah tahu kedisplinan itu wajib. Di Jawa Tengah, punya sekolah yang bekerja sama dengan militer dan mereka dilatih di sekolah," katanya di hadapan wartawan, Kamis ( 15/5/2025).
Gus Yasin juga menegaskan, hal paling utama bagi pelajar adalah belajar, tentu dengan menjalankan ketertiban, kedisiplinan, dan paham bahwa mereka usia untuk belajar.
Dirinya juga meminta masyarakat di Jateng tidak membanding-bandingkannya dengan kebijakan di Jabar, karena semua Pemda tengah menjalankan tugas demi mencapai kesejahteraan bersama.
Layanan Konseling
Sementara itu, saat menerima audiensi perwakilan dari United Nations Children's Fund (UNICEF) di ruang kerjanya, di Semarang, Jumat (16/5/2025), Gus Yasin mangatakan, layanan konseling perlu didekatkan di lembaga satuan pendidikan, baik sekolah maupun pondok pesantren.
"Konseling harus kita dekatkan ke satuan pendidikan," katanya.
Menurut dia, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng nantinya akan menerbitkan buku saku panduan bagi santri dan pengasuh.
"Melalui buku itu, mereka akan tahu bagaimana bersikap saat menghadapi atau melihat kasus bullying," kata Gus Yasin, sapaan akrabnya.
Ia menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi Jateng dalam mendampingi pesantren agar tidak sampai terjadi kekerasan.
"Alhamdulillah agenda yang disiapkan DP3AP2KB bersama UNICEF dan LPA Klaten langsung ditindaklanjuti. Dari pelatihan untuk 70 pesantren kemarin, muncul ide agar pelatihan lanjutan digelar langsung di pondok-pondok," katanya.
Dalam audiensi tersebut, kata dia, sempat tercetus wacana peluncuran program pendampingan yang lebih intensif untuk santri dan pengasuh pada Hari Santri Nasional 2025.
Ia menjelaskan juga akan melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, hingga Dinas Kesehatan dalam pencegahan kekerasan lewat program lintas sektor seperti Program Dokter Spesialis Keliling (Speling) dan Kecamatan Berdaya.
"Kami ingin semua program dikeroyok bareng. Bahkan, nanti akan kami susun produk hukum turunan dari Perda Pesantren untuk menguatkan perlindungan di dalamnya," katanya.
Perlinsungan Anak
Audiensi itu menjadi tindak lanjut dari pelaksanaan Training of Facilitator (ToF) bertema kesejahteraan remaja di pesantren yang digelar di BPSDMD Provinsi Jawa Tengah, dua hari sebelumnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa Ignatius Setyawan Cahyo, menyampaikan apresiasinya terhadap kepemimpinan dan komitmen Jateng dalam isu perlindungan anak.
"Saya sangat senang bisa mendukung Pemprov Jateng. Kepemimpinannya sangat proaktif dan progresif dalam mengurangi segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk diskriminasi dan intoleransi. Ini menumbuhkan optimisme bahwa penghapusan kekerasan terhadap anak di seluruh Indonesia itu mungkin," katanya.
UNICEF menilai kegiatan ToF sangat penting untuk melihat seberapa jauh pemahaman pengasuh pesantren terhadap isu kekerasan.
Setyawan mewakili organisasi internasional ini juga berterima kasih atas dukungan penuh Pemprov Jateng dalam menyukseskan pelatihan tersebut.