Liputan6.com, Kendari - Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia menggelar Musyawarah Besar (Mubes) di Rumah Adat Moronene Rumbia (Raha Mpu’u), Kelurahan Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu, 11 Juni 2025. Momen ini menjadi upaya meneguhkan posisi kerajaan sebagai entitas kebudayaan Moronene Keuwia-Rumbia.
Acara dihadiri Raja Moronene-Pauno Rumbia VII, Paduka Yang Mulia (PYM) Apua Mokole Alfian Pimpie. Turut hadir pula tokoh-tokoh adat lintas wilayah Moronene seperti Raja Moronene Poleang, para sesepuh kerajaan, Mokole Penyangga (Tukono Wonua), Bonto, Mokole Pa’aluma, Kapitalao, Tobu, Sara Ea, Tolea, Limbo, hingga Tamalaki. Hadirnya para tokoh adat menunjukkan kekompakan dan soliditas dalam menghadapi dinamika internal kerajaan.
Musyawarah melibatkan unsur tokoh kerajaan, menghasilkan lima poin penting. Hal ini akan digunakan menjadi pijakan hukum adat ke depan.
Pertama, Lembaga Adat Kerajaan Moronene Keuwia (LAKM-Keuwia) sah secara hukum. LAKM-Keuwia dinyatakan sebagai lembaga adat resmi yang sah dan memiliki legalitas hukum melalui Akta Notaris Nomor 06 tanggal 23 Oktober 2017.
Kedua, musyawarah menetapkan LAM bukan bagian dari LAKM-Keuwia. Musyawarah menegaskan, Lembaga Adat Moronene (LAM), bukan bagian dari LAKM-Keuwia. Keputusan ini bertujuan untuk memperjelas struktur adat serta menghindari tumpang tindih kewenangan.
Ketiga, penolakan terhadap upaya perpecahan. Seluruh perangkat adat menyatakan sikap tegas menolak segala bentuk upaya yang berpotensi memecah keluarga besar Moronene.
“Kami tidak menghendaki perpecahan. Adat adalah pemersatu, bukan pemecah,” tegas Mokole Gufran Kapita saat membacakan hasil musyawarah.
Keempat, mempertegas mekanisme pergantian raja. Dalam musyawarah disepakati, Raja Moronene-Pauno Rumbia hanya dapat diganti karena tiga alasan: wafat, terbukti melakukan tindakan amoral, atau mengundurkan diri karena alasan fisik dan rohani yang sah. Hal ini untuk memastikan kesinambungan kepemimpinan tetap dalam koridor nilai-nilai adat.
Kelima sebagai poin terkahir adalah menegaskan kedudukan Paduka Yang Mulia Apua Mokole Alfian Pimpie Sebagai Raja yang Sah.
Musyawarah secara resmi menegaskan kembali bahwa PYM. Apua Mokole Alfian Pimpie adalah Raja Moronene Keuwia-Rumbia yang sah, baik secara adat maupun secara struktural.
“Keputusan ini tidak hanya sah secara adat, tetapi juga mengikat secara struktural bagi seluruh komponen masyarakat adat Moronene,” kata Mokole Gufran.
Simak Video Pilihan Ini:
Mulai dari Prabowo cabut izin usaha nikel Raja Ampat hingga protes imigrasi Trump meluas di News Flash Liputan6.com.
Tonggak Penting Menjaga Maruah
Ia melanjutkan, mubes ini menjadi tonggak penting dalam menjaga maruah adat Moronene, memperkuat identitas budaya, dan memastikan penyelesaian persoalan internal diselesaikan dengan cara-cara bijak.
“Setelah mengikuti musyawarah besar ini, saya tegaskan bahwa segala bentuk pencopotan yang tidak melalui mekanisme adat yang sah adalah inkonstitusional secara adat. Itu mencederai warisan leluhur kami,” tegasnya.
Ia juga menyebut, keputusan salah satu lembaga adat sebelumnya yang berupaya mengubah keabsahan posisi raja, dinilai tidak memiliki legitimasi. Alasannya, karena tidak melalui proses musyawarah dan tidak dikukuhkan oleh Raja.
“Sejak 1 Oktober 2017, lembaga tersebut telah demisioner. Saat ini , Lembaga baru yang sah dan diakui adalah LAKM-Keuwia,” tambah Sekretaris Jenderal LAKM-Keuwia, Mokole Gufran Kapita.
Menurut Gufran, upaya mengubah posisi Raja dianggap cacat prosedur karena dilakukan oleh lembaga yang tidak sah dan tanpa keterlibatan perangkat adat yang memiliki wewenang.
“Kalau mau disederhanakan, pencopotan itu tidak berdasar hukum adat. Dilaksanakan di luar koridor adat, oleh lembaga yang sudah demisioner. Maka secara adat gugur dengan sendirinya,” jelasnya.
Gufran juga menggarisbawahi, pengangkatan seorang raja bukan hanya disertai perlengkapan administratif, melainkan proses sakral yang harus melibatkan restu para sesepuh serta masyarakat adat.
“Pengukuhan raja harus disahkan oleh perangkat adat dan raja sebelumnya. Dalam hal ini, hanya sosok Alfian Pimpie yang memenuhi semua syarat itu,Tidak ada ruang untuk dualisme,” ungkap dia.
Di akhir pernyataannya, Mokole Gufran menyampaikan harapan agar hasil Mubes dapat mengakhiri polemik internal dan membawa ketertiban di wilayah adat Moronene, khususnya di Kabupaten Bombana.
“Kami berharap seluruh masyarakat dapat kembali bersatu. Adat adalah rumah bersama yang harus kita jaga dari kepentingan pribadi. Mari kita ciptakan efek domino yang positif bagi generasi mendatang,” tandasnya.
Dengan berakhirnya Musyawarah Besar ini, Kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia telah meneguhkan arah tujuan mereka secara tegas dan bermartabat. Komitmen untuk merawat nilai-nilai leluhur menjadi benteng terakhir menghadapi arus perubahan yang terus bergulir.
Dikonfirmasi, Alfian Pimpie menegaskan, sebuah lembaga di dalam kerajaan Moronene Keuwia-Rumbia, tidak bisa mengganti posisi raja secara sepihak tanpa melalui proses musyawarah struktur adat yang sah. Kecuali dengan beberapa alasan utama seperti sakit atau wafat.
Menurutnya, semua kerajaan di Nusantara dalam proses pengangkatan pimpinan, diangkat berdasarkan garis keturunan lurus dari raja sebelumnya.