Liputan6.com, Jakarta Harga emas melonjak tajam sebesar 38% YoY ke level USD 2.859,6/oz pada kuartal I 2025. Kenaikan ini dipicu oleh inflasi yang masih tinggi (5,4%), suku bunga riil negatif di AS (sekitar –0,5%), serta permintaan besar dari bank sentral yang mencapai 363,2 ton. Selain itu, arus masuk ETF juga pulih menjadi 211,2 ton, sehingga total permintaan investasi emas mencapai 551,9 ton.
Di sisi suplai, ketatnya pasokan turut memperkuat harga emas. Biaya produksi emas global yang meningkat (di atas USD 1.350/oz) dan output tambang yang terbatas hanya sebesar 855,7 ton memberikan tekanan tambahan pada sisi penawaran. Kombinasi dari indeks DXY yang melemah (sekitar 100) dan volatilitas mata uang negara berkembang (>8%) menjadi katalis pendukung lanjutan bagi reli harga emas.
"Antam berada pada posisi yang sangat menguntungkan di tengah momentum kenaikan harga emas yang berkelanjutan. Kami memperkirakan rata-rata harga emas mencapai USD3.100/oz sepanjang 2025," ujar Senior Equity Research Analyst at Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Muhammad Farras Farhan dalam risetnya, Kamis (22/5/2025).
Kinerja Keuangan Antam Melonjak Berkat Harga Emas
Didorong oleh tingginya harga jual emas tahun 2025, Antam diperkirakan mencetak pendapatan sebesar Rp 92,8 triliun atau tumbuh 34,2% dibanding tahun sebelumnya. Meski volume penjualan emas hanya naik moderat menjadi 42,5 ton (+6,7% YoY), lonjakan harga jual emas menjadi USD 3.100/oz (+22,5% YoY) menjadi motor utama pertumbuhan.
Penjualan Emas Antam
Penandatanganan Sales and Purchase Agreement (SPA) terbaru dengan PT Freeport Indonesia juga diperkirakan menjadi pendorong tambahan bagi penjualan emas Antam. Selain itu, pendapatan dari bijih nikel turut menunjukkan performa impresif dengan proyeksi sebesar Rp8,9 triliun (+65,4% YoY), seiring meningkatnya permintaan dari smelter.
"Walau margin kas emas turun menjadi USD 217/oz akibat dinamika perdagangan yang kurang menguntungkan, kami memperkirakan EBITDA 2025 akan mencapai Rp 7,3 triliun dan laba bersih melonjak 64,9% menjadi Rp6 triliun," jelas Farras.
Ekspansi Bauksit dan Nikel Jadi Strategi Jangka Panjang
Antam berencana memperluas bisnis bauksit dan nikel melalui alokasi belanja modal sebesar Rp 11,5 triliun selama tiga tahun ke depan. Targetnya adalah memproduksi 1 juta ton bauksit olahan dan 143 ribu ton nikel per tahun. Seluruh ekspansi ini direncanakan dibiayai dari arus kas internal perusahaan tanpa utang tambahan.
Posisi keuangan Antam semakin kokoh setelah berhasil melakukan pelunasan utang secara signifikan, membuat perusahaan kini berada dalam kondisi net cash. Dengan proyeksi arus kas bebas (free cash flow) tahun 2025 sebesar Rp3,3 triliun, Antam punya ruang yang cukup besar untuk bertumbuh agresif sekaligus memberikan nilai tambah kepada pemegang saham.
"Langkah ekspansi ini menunjukkan strategi Antam yang tidak hanya bergantung pada emas, namun juga memperkuat posisi di sektor mineral lainnya dengan tetap menjaga kesehatan neraca keuangan," terang Farras Farhan.
Saham Sudah Meroket, Saatnya Pertimbangkan Ambil Untung
Meski prospek keuangan Antam tetap kuat pada 2025, potensi kenaikan harga saham dinilai mulai terbatas. Antam kini diberi rekomendasi HOLD dengan target harga baru Rp 3.200 per saham berdasarkan valuasi DCF, mencerminkan P/E 12,7x untuk tahun 2025. Kenaikan harga saham yang telah mencapai +92,8% sejak awal tahun jadi perhatian utama para investor.
Risiko kenaikan harga saham tetap ada, terutama bila harga emas melanjutkan tren positif atau biaya produksi lebih rendah dari perkiraan. Namun, bagi investor yang sudah menikmati kenaikan signifikan, momen ini bisa menjadi saat yang tepat untuk mempertimbangkan realisasi keuntungan sambil tetap mengamati peluang pasar.
"Dengan valuasi yang kini mencerminkan sebagian besar prospek positif, kami menyarankan investor untuk tetap waspada dan realistis terhadap ruang kenaikan saham yang mulai terbatas," tutup Muhammad Farras Farhan.