Menelusuri Jejak Spiritual Sunan Kalijaga dalam Tradisi Penyucian Diri Masyarakat Cirebon

1 month ago 35

Liputan6.com, Cirebon - Di antara sekian banyak ritual dan tradisi warisan leluhur di tanah Jawa, terdapat satu prosesi spiritual yang teramat kental dengan nilai-nilai keagamaan dan kebijaksanaan sufistik, yakni Ngirap.

Tradisi ini, yang tumbuh subur di tengah masyarakat Cirebon, bukan hanya sekadar aktivitas pembersihan fisik semata, melainkan mengandung makna filosofis yang dalam mengenai penyucian diri dari dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia selama hidupnya.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, prosesi Ngirap ini pernah dilakukan oleh sosok besar dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, yakni Sunan Kalijaga seorang wali yang dikenal karena pendekatan dakwahnya yang penuh toleransi, kearifan budaya lokal, dan transformasi spiritual yang menggugah hati.

Melalui pemahaman yang mendalam terhadap simbolisme Ngirap, kita dapat menggali bagaimana masyarakat Cirebon meresapi nilai-nilai religius dan menjadikannya sebagai pedoman hidup hingga hari ini. Secara umum, Ngirap dimaknai sebagai sebuah proses membersihkan diri, baik secara lahir maupun batin, yang dilakukan melalui perendaman tubuh dalam air suci atau air yang telah melalui serangkaian doa dan ritual tertentu.

Dalam tradisi Cirebon, kegiatan ini seringkali dikaitkan dengan lokasi-lokasi keramat, seperti sendang atau mata air yang dianggap memiliki kekuatan spiritual, terutama karena dipercaya pernah digunakan oleh para wali songo dalam perjalanan dakwah mereka.

Sunan Kalijaga, yang oleh masyarakat Cirebon dipandang sebagai tokoh sakral dengan kemampuan spiritual tinggi, disebut-sebut pernah melakukan Ngirap di beberapa lokasi di kawasan ini, termasuk di sekitar Gunung Jati, daerah yang kini menjadi pusat ziarah karena makamnya berada di sana.

Prosesi ini tidak hanya mengandung aspek simbolik untuk melebur dosa-dosa manusia, tetapi juga menjadi refleksi mendalam terhadap perjalanan hidup, pengendalian nafsu, serta kesiapan untuk memulai fase kehidupan yang baru dalam keikhlasan dan ketulusan yang hakiki.

Lebih dari sekadar praktik keagamaan, Ngirap juga merepresentasikan transformasi nilai dalam masyarakat Cirebon, khususnya dalam mengharmonikan ajaran Islam dengan budaya lokal yang sebelumnya telah berakar kuat. Tradisi ini menggambarkan betapa cermatnya para wali, termasuk Sunan Kalijaga, dalam menanamkan ajaran Islam tanpa harus menghapus identitas budaya yang sudah ada.

Tradisi

Dalam hal ini, air sebagai media utama dalam prosesi Ngirap menjadi lambang pembersihan spiritual yang tidak pernah mengenal diskriminas dan air membersihkan siapa pun yang menyentuhnya, tanpa melihat status sosial atau latar belakang individu.

Maka dari itu, ritual ini menjadi sangat inklusif dan mudah diterima oleh masyarakat lintas generasi. Para pelaku Ngirap, dalam praktik modernnya, tidak jarang menyertakan puasa atau meditasi sebelumnya, untuk memperkuat niat penyucian dan mengosongkan hati dari segala bentuk dendam, iri hati, kesombongan, serta ketamakan duniawi yang merusak jiwa.

Ritual Ngirap pun tak dapat dilepaskan dari dimensi estetika dan sakralitas budaya Cirebon yang khas. Biasanya, prosesi ini dilakukan dalam suasana hening dan khusyuk, diiringi bacaan doa-doa yang berasal dari Al-Qur’an maupun mantra-mantra berbahasa Jawa Kuno yang berisi permohonan ampun dan keselamatan.

Kadangkala, sebelum perendaman, dilakukan semacam tahlilan kecil atau pengajian yang melibatkan tokoh-tokoh agama lokal, memperlihatkan bahwa Ngirap bukanlah ritual personal semata, tetapi juga menjadi momen kebersamaan spiritual dalam komunitas.

Hal inilah yang membuat Ngirap bertahan sebagai warisan tak ternilai yang tidak hanya menyejukkan tubuh tetapi juga menenteramkan jiwa.

Dalam konteks kekinian, beberapa kalangan bahkan mulai mengadaptasi makna Ngirap ke dalam bentuk-bentuk kontemplasi modern seperti self healing, spiritual retreat, hingga meditasi Islami, namun tetap membawa semangat dasar dari apa yang telah diteladankan oleh Sunan Kalijaga.

Dengan menggali kembali jejak sejarah dan makna dari Ngirap, kita tidak hanya sedang memahami sebuah tradisi kuno, melainkan sedang menelusuri jalur spiritual yang pernah dilalui oleh tokoh besar sekelas Sunan Kalijaga.

Dalam tiap tetesan air suci yang mengalir di tubuh para pelaku Ngirap, tersimpan harapan akan kehidupan yang lebih bersih, jiwa yang lebih damai, serta hubungan yang lebih erat antara manusia dengan Sang Pencipta.

Tradisi ini menjadi cermin bahwa dalam kebudayaan Cirebon, ajaran Islam tidak datang sebagai kekuatan yang menghapus masa lalu, melainkan sebagai cahaya yang menuntun dan menyatu dalam denyut nadi kebudayaan lokal.

Maka dari itu, mengenal dan menelusuri Ngirap bukan hanya soal mempelajari ritual penyucian, tetapi juga menyelami kedalaman spiritual dan kearifan hidup yang diwariskan oleh para wali, yang hingga kini tetap menjadi panutan dan sumber inspirasi dalam meniti jalan kebaikan.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |