Kepala SMK di Flotim Diduga Korupsi Dana BOS Rp323 Juta, Benarkah Pemain Tunggal?

1 day ago 12

Liputan6.com, Flotim - Mantan Kepala SMK Negeri 1 Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Lusia alias LTF akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2022.

Kasi Pidsus Kejari Flores Timur, Samuel Tamba mengatakan setelah ditetapkan sebagai tersangka, Lusia langsung ditahan di Rutan Larantuka.

"Iya, sudah ditahan 20 hari terhitung 3 juli sampai 22 Juli," ujarnya.

Ia mengaku hingga kini pihaknya baru menetapkan satu tersangka dalam kasus korupsi dana BOS itu. "Sejauh ini baru satu orang tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan akan bertambah," katanya.

Ia menambahkan sesuai perhitungan inspektorat daerah, kerugian negara akibat perbuatan tersangka sebesar Rp323.937.927.

Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," tandasnya.

Simak Video Pilihan Ini:

Penggelapan Mobil Modus Balik Nama di Samsat Pemalang Terungkap

Nasib Bendahara BOS

Hingga kini jaksa baru menetapkan Fernandez sebagai tersangka tunggal. Lalu bagaimana dengan nasib bendahara BOS berinisial DTR?

Kasi Pidsus Kejari Flores Timur, Samuel Tamba mengatakan hingga kini DTR masih berstatus saksi.

"DTR masih sebagai saksi. Sejauh ini baru satu orang tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan akan bertambah," katanya.

Wajib Bertanggungjawab

Penetapan tersangka tunggal ini dikritisi praktisi hukum, Hendrikus Hali Atagoran. Menurut advokat yang berkantor di Jakarta ini, sangat tidak mungkin penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara hanya melibatkan satu orang.

Hal ini cukup beralasan karena secara birokrasi yang diterapkan di NKRI, untuk penggunaan anggaran wajib melibatkan beberapa pihak. Oleh karenanya, menjadi tidak logis ketika korupsi hanya melibatkan satu orang.

"Setelah UU Tindak Pidana Korupsi disahkan, dan dalam perjalanannya sangat jarang dan bahkan hampir tidak ditemukan tindak pidana korupsi hanya melibatkan satu orang atau tersangka tunggal," katanya, Kamis 3 Juli 2025.

"Hal ini benar tidak ada dalam ketentuan atau regulasi namun dalam praktek biasanya korupsi melibatkan lebih dari satu orang," sambungnya.

Ia mengatakan, dalam sebuah lembaga pendidikan, ada Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan dan ada staf serta bendahara. Persetujuan kepala sekolah untuk penggunaan anggaran tentu berdasarkan report atau laporan dari bawah.

Karenanya, jika ada kesalahan input data atau bahkan ada kesengajaan yang dilakukan oleh staf dan berujung pada disetujuinya penggunaan anggaran oleh kepala sekolah, maka yang wajib bertanggung jawab dalam hal ini adalah kepala sekolah dengan staf atau bawahan yang membuat laporan atau report.

Sementara itu, Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa meminta mantan Kepsek SMKN 1 Larantuka bisa menjadi justice collaborator untuk mengungkap aktor intelektual atau pihak lain yang terlibat dalam kasus itu.

"Kompak mendesak KPK RI untuk melakukan pengawalan ketat terhadap proses hukum kasus ini," tegasnya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |