IHSG Berpotensi Menguat Didukung Sentimen Global dan Apresiasi Rupiah

9 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Pasar saham Indonesia berpeluang menguat di awal pekan mendatang berkat meredanya ketegangan geopolitik serta rotasi sektoral yang mengarah pada saham industri dan energi.

Analis Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana mengatakan, prospek penguatan IHSG pada awal pekan mendatang ditopang oleh kombinasi sentimen makroekonomi global yang membaik serta rotasi sektoral yang mulai mengarah ke saham-saham berbasis industrialisasi dan energi.

Ia menjelaskan, salah satu pendorongnya adalah tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran yang menurunkan tekanan geopolitik Timur Tengah.

Situasi ini meningkatkan minat risiko investor terhadap aset di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada saat yang sama, sentimen pasar turut terdorong oleh kabar calon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana mengganti Jerome Powell sebagai Ketua The Fed jika terpilih kembali. Spekulasi tersebut membuat dolar AS melemah, yang berdampak positif terhadap penguatan mata uang kawasan Asia.

"Dolar yang melemah turut memperkuat mata uang kawasan Asia, termasuk rupiah yang terapresiasi ke Rp16.199 per dolar AS. Kombinasi faktor ini membuka ruang bagi arus dana asing untuk kembali masuk ke pasar domestik, menopang likuiditas dan sentimen pasar saham nasional,” ulas Hendra, Sabtu (28/6/2025).

Data Inflasi AS Jadi Katalis, Potensi Capital Inflow ke RI

Pelaku pasar kini menanti rilis data PCE Price Index Amerika Serikat pada 28 Juni 2025 yang berpotensi menjadi katalis utama penguatan lanjutan IHSG. PCE merupakan indikator inflasi utama yang menjadi acuan kebijakan moneter The Fed.

"Bila data inflasi kembali moderat atau melandai, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada akhir tahun bisa menguat," kata Hendra.

Dia menuturkan, bila inflasi menunjukkan tren yang terkendali, aset berisiko seperti saham di negara berkembang akan kembali diminati investor global.

Kondisi ini bisa menjadi pemicu arus modal masuk ke Indonesia dalam beberapa bulan mendatang. Momentum ini dipandang strategis bagi pasar domestik untuk menguat lebih lanjut seiring membaiknya kondisi makro global.

Hendra menilai, investor global saat ini mulai melakukan rotasi portofolio, mengalihkan fokus dari aset defensif ke emerging market.

"Kondisi ini akan semakin memperkuat argumen bahwa emerging market seperti Indonesia akan menjadi tujuan utama aliran modal global dalam beberapa bulan mendatang,” ujar Hendra.

Teknikal Kuat, Sektor Industri dan Energi Jadi Motor Penggerak

Secara teknikal, IHSG mencatat penguatan 0,96% ke level 6.897 dengan partisipasi pasar yang meningkat, didukung nilai transaksi sebesar Rp14,85 triliun.

"Level 6.840 saat ini menjadi support kuat, seiring dengan rendahnya volatilitas dalam beberapa sesi terakhir, sedangkan 6.956 menjadi resistance kunci yang jika berhasil ditembus akan membuka jalan bagi penguatan menuju 7.000," ulas Hendra.

Ia menambahkan, sentimen rotasi sektoral sudah terlihat dari menguatnya sektor basic industry dan consumer cyclicals. Saham-saham berbasis industrialisasi dan energi kini menjadi primadona, menandai pergeseran dana dari sektor defensif ke sektor siklikal dan komoditas.

"Saham-saham seperti ANTM, ENRG, BRPT menjadi penopang utama penguatan, menunjukkan sinyal awal bahwa investor mulai kembali melirik saham-saham yang berhubungan erat dengan tema hilirisasi, energi transisi, dan industrialisasi,” ujar dia.

Market breadth yang mencatat 357 saham naik vs 246 saham turun menjadi sinyal positif lainnya bahwa kepercayaan pelaku pasar mulai pulih. Dengan konstelasi seperti ini, arah penguatan indeks berpotensi berlanjut jika sentimen eksternal tetap kondusif dan dukungan teknikal terjaga.

PGEO, MBMA, dan TPIA Jadi Jawara Baru

Tiga saham yang kini menjadi sorotan pasar adalah PGEO, MBMA, dan TPIA, yang mendapat katalis kuat dari kemitraan strategis dengan INA dan Danantara. PGEO misalnya, baru saja menandatangani MoU dengan Danantara untuk pengembangan kapasitas panas bumi hingga 3.000 MW.

"PGEO mempertegas perannya sebagai tulang punggung transisi energi nasional,” ujar Hendra.

Sementara itu, saham MBMA juga mengamankan kerja sama strategis proyek HPAL dengan Huayou dan CATL, yang memperkuat rantai pasok baterai kendaraan listrik Indonesia.

Saham MBMA pun dibidik menuju Rp 480 seiring penguatan posisinya di ekosistem nikel nasional. Di sisi lain, TPIA menggandeng INA dan Danantara dalam proyek Chlor-Alkali dan EDC senilai USD 800 juta untuk memperkuat kapasitas bahan baku industri kimia dan energi nasional.

Hendra menekankan, keterlibatan INA dan Danantara bukan hanya sekedar dukungan jangka pendek, tetapi bagian dari strategi industrialisasi jangka panjang pemerintah.

"Kombinasi prospek pertumbuhan fundamental, sentimen positif global, dan positioning strategis dalam agenda hilirisasi membuat saham-saham seperti PGEO, MBMA, dan TPIA berpotensi menjadi pemimpin dalam fase akumulasi pasar berikutnya," ujar dia.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |