Anak Buahnya Terjaring OTT Kasus Suap Proyek Jalan, Bobby Nasution Mengaku Siap Dipanggil KPK

5 hours ago 4

Liputan6.com, Medan - Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, menyatakan kesiapannya untuk dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan suap proyek jalan yang menjerat anak buahnya, Kadis PUPR, TOP.

"Kalau dipanggil (KPK) saya bersedia, namanya proses hukum," kata Bobby Nasution kepada wartawan di Lobi Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, Senin (30/6/2025).

Pernyataan itu disampaikan Bobby Nasution menyusul penyelidikan KPK yang tengah mendalami aliran uang suap dalam kasus tersebut. Sebelumnya pada Sabtu, 28 Juni 2025, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, menjelaskan, timnya sedang melacak distribusi uang suap.

Penyelidikan distribusi uang suap itu, baik yang tunai maupun ditransfer, kepada berbagai pihak, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), salah satu anak buah Gubernur Bobby.

"Uang sebesar Rp 2 miliar ini sudah didistribusikan, ada yang tunai, ada yang ditransfer. Kami akan kejar ke mana saja uang itu mengalir," Asep menegaskan saat itu.

Menanggapi pernyataan KPK, Bobby Nasution selaku Gubernur Sumut menegaskan kesediaannya untuk mengikuti proses hukum. Bahkan Bobby menyatakan jika ada aliran uang yang mengalir ke lingkungan Pemprov Sumut, baik ke bawahan maupun atasan, wajib hukumnya memberikan keterangan.

"Ya, kita lihat di hukum aja nanti, dilihat," Bobby menegaskan.

Diduga 'Atur' Proyek Sejak Awal Survei

Dugaan praktik korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Utara (PUPR Sumut) semakin terang benderang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Kepala Dinas PUPR Sumut, berinisial TOP, diduga kuat telah "main mata" dengan pihak swasta sejak awal survei lokasi proyek.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK, Asep menjelaskan, dugaan kecurangan ini berawal pada 22 April 2025. Saat itu TOP bersama KIR, Direktur Utama PT DNG, serta RES, Kepala UPT Gunung Tua Dinas PUPR Sumut (merangkap PPK), dan staf UPT lainnya melakukan survei off-road di Desa Sipiongot.

"Survei ini dilakukan untuk meninjau lokasi proyek pembangunan jalan. Seharusnya, pihak swasta yang diikutkan dalam survei, tidak hanya sendirian," Asep menuturkan saat rilis di Gedung KPK, Sabtu, 28 Juni 2025.

"Fakta bahwa saudara KIR, Direktur Utama PT DNG, sudah dibawa saudara TOP, Kepala Dinas PUPR Sumut, saat survei. Ini sudah mengindikasikan adanya perbuatan curang," Asep melanjutkan.

Lalu, TOP diduga memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa melalui mekanisme, dan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang semestinya.

"Hal ini mencolok pada proyek pembangunan jalan Hutaimbaru Sipiongot, dengan nilai sekitar Rp 157,8 miliar," Asep menuturkan.

Modus Operadi

Modus operandi lain adanya pengaturan dalam proses e-catalog. Setelah survei, KIR dihubungi RES pada Juni 2025 untuk diberitahu tentang proyek jalan yang akan tayang, dan diminta memasukkan penawaran.

Pada 23-26 Juni 2025, KIR memerintahkan stafnya untuk berkoordinasi dengan RES dan staf UPTD dalam mempersiapkan hal teknis terkait proses e-catalog.

"Dari awal memang PT DNG ini yang ditunjuk menjadi pemenang," Asep menerangkan.

KIR bersama RES dan staf UPTD juga diduga mengatur proses e-catalog agar PT DNG dapat memenangkan proyek pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu Selatan (Labusel).

Bahkan, Asep mengungkapkan, mereka mengatur agar penayangan paket proyek lainnya diberi jeda seminggu, agar tidak terlalu mencolok jika PT DNG terus-menerus memenangkan proyek.

"Atas pengaturan proses e-catalog ini, KPK menduga ada pemberian uang dari KIR dan RAY (anak KIR, Direktur PT REN) kepada RES, baik secara tunai maupun melalui transfer rekening," ungkapnya.

Disebutkan Asep, KPK juga menduga adanya penerimaan lain oleh TOP dari KIR dan RAY, baik secara langsung maupun melalui perantara.

"Ini seperti uang muka. Ada hitung-hitungannya. Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira dari total Rp 231,8 miliar, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran yang akan diberikan bertahap setelah proyek selesai," bebernya.

KPK juga memantau dugaan praktik serupa di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut. HEL, selaku PPK Satker PJN Wilayah I, menjadi pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak dan pengeluaran anggaran.

"Jadi, KIR ini tidak hanya ke PUPR untuk mendapatkan proyek jalan, tetapi juga ke Satker PJN Wilayah I," Asep menjelaskan.

Hasil Penggeledahan

Berdasarkan hasil penggeledahan dan penelusuran, KPK menemukan PT DNG dan PT REN (milik RAY) telah memperoleh pekerjaan jalan, di antaranya proyek Jalan Simpang Kotapinang Gunung Tua-Simpang PAL 11 tahun 2023 senilai Rp 56,5 miliar, serta proyek serupa di tahun 2024.

KPK terus mendalami keterlibatan semua pihak dalam dugaan tindak pidana korupsi ini untuk memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran negara, demi kualitas infrastruktur lebih baik bagi masyarakat Sumut.

KPK menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan serta preservasi jalan di wilayah Sumut.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menyebut, terdapat 2 tersangka dari proyek yang dijalankan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provins Sumut.

"Satu, TOP selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Dua, RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK)," katanya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 28 Juni 2025.

Tetapkan 5 Tersangka

Lalu, 1 tersangka berinisial HEL dari proyek yang dilaksanakan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

Kemudian, 2 tersangka dari pihak swasta yang berinisial KIR selaku Direktur Utama PT DNG dan RAY selaku Direktur PT RN.

"RAY ini adalah anak dari KIR," kata Asep.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |