Urap Latoh Rembang, Kesegaran Laut dalam Balutan Tradisi di Pesisir Utara Jawa

2 months ago 45

Liputan6.com, Jakarta - Di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, tepatnya di Rembang, terdapat kekayaan kuliner yang tidak hanya memanjakan lidah tetapi juga mencerminkan hubungan erat antara manusia dan laut. Salah satu kuliner tradisional yang cukup unik namun masih jarang dikenal luas adalah Urap Latoh.

Jika biasanya urap identik dengan campuran sayuran darat seperti kangkung, bayam, kecambah, dan parutan kelapa, sehingga kuliner khas Rembang ini menawarkan pengalaman rasa yang sangat berbeda. Bahan utamanya bukanlah daun-daunan atau umbi-umbian, melainkan rumput laut segar bernama latoh sejenis ganggang laut hijau yang tumbuh melimpah di perairan pesisir Rembang.

Bentuknya kecil bulat seperti untaian mutiara kecil, dan ketika dimakan, memberikan sensasi renyah dan segar yang tak tertandingi. Perpaduan antara latoh yang kaya akan mineral laut dengan sambal kelapa yang gurih dan sedikit pedas membuat urap latoh menjadi sajian yang istimewa dan menggoda.

Latoh sendiri bukanlah bahan yang bisa ditemukan di sembarang tempat. Ia memerlukan kondisi laut yang bersih dan lingkungan pantai yang sesuai untuk tumbuh subur.

Di Rembang, masyarakat pesisir terbiasa memanen latoh secara musiman, terutama ketika air laut sedang surut. Proses panennya pun masih tradisional, dilakukan dengan tangan langsung dan penuh kehati-hatian agar tidak merusak struktur alaminya.

Setelah dipanen, latoh harus segera dicuci bersih dengan air tawar untuk menghilangkan sisa garam dan pasir, lalu disimpan dalam keadaan segar. Latoh yang baik memiliki warna hijau cerah dan tekstur kencang.

Ketika diolah menjadi urap, latoh biasanya tidak dimasak terlalu lama agar tetap mempertahankan kerenyahannya. Sambal kelapa yang digunakan pun berbeda dari urap biasa, karena biasanya dicampur dengan perasan jeruk limau atau belimbing wuluh agar memberikan kesan segar yang berpadu serasi dengan rasa laut dari latoh.

Kuliner Pantura Jawa

Secara budaya, kehadiran urap latoh di tengah masyarakat Rembang bukan sekadar menu pelengkap, melainkan menjadi simbol kekayaan alam laut yang dimanfaatkan secara bijak oleh masyarakat pesisir. Dalam tradisi lokal, urap latoh kerap disajikan dalam berbagai acara penting, mulai dari kenduri nelayan, selamatan rumah baru, hingga sebagai menu sehari-hari di bulan Ramadan.

Rasanya yang ringan namun kaya nutrisi menjadikannya favorit untuk buka puasa maupun makan siang setelah pulang dari laut. Selain itu, konsumsi latoh diyakini membawa manfaat kesehatan.

Seperti meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah, dan memperlancar metabolisme karena kandungan yodium dan serat alaminya yang tinggi. Tak heran jika generasi tua di Rembang sangat menjaga warisan kuliner ini agar tidak punah ditelan zaman.

Namun, di tengah gempuran makanan cepat saji dan modernisasi menu harian, urap latoh menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan eksistensinya. Generasi muda di Rembang banyak yang mulai meninggalkan makanan tradisional karena dianggap kuno dan tidak praktis.

Padahal, dari segi nilai gizi dan keunikan rasa, urap latoh menawarkan sesuatu yang tak bisa ditiru oleh makanan instan. Beberapa komunitas kuliner dan pelestari budaya lokal mulai mengangkat kembali popularitas urap latoh melalui festival makanan pesisir dan media sosial, agar lebih dikenal dan dihargai oleh masyarakat luas, khususnya wisatawan yang berkunjung ke Rembang.

Dalam konteks pariwisata kuliner, urap latoh bahkan memiliki potensi besar untuk dijadikan ikon makanan khas Rembang, bersanding dengan olahan ikan asap dan petis khas daerah tersebut.

Mencicipi urap latoh berarti menyelami rasa khas pantai utara Jawa, sekaligus menghargai kearifan lokal yang tercermin dalam tiap gigitannya. Maka tak salah jika urap latoh disebut sebagai persembahan laut untuk meja makan, sebuah hidangan sederhana yang memancarkan keistimewaan dari akar budaya pesisir Rembang.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |