The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga, Begini Dampaknya ke Pasar Saham Indonesia

1 day ago 11

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa menilai, potensi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) dapat membawa dampak positif bagi pasar keuangan domestik.

"Prediksi pemangkasan suku bunga The Fed dampaknya akan cenderung positif untuk pasar Indonesia. Capital inflow bisa meningkat, Rupiah potensi menguat, aset yang berisiko seperti saham akan jadi lebih menarik, terutama sektor keuangan yang sensitif terhadap penurunan suku bunga,” ujar Reydi kepada Liputan6.com, Minggu (14/9/2025).

Namun, ia memperingatkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemungkinan tidak akan menunjukkan tren yang signifikan dalam waktu dekat. Menurut dia, investor masih menunggu kepastian arah pasar.

“Walau begitu IHSG mungkin akan sideways seminggu ke depan, karena momentum inflow asing tidak bisa kita prediksikan kapan waktunya, sementara minggu ini akan ada pengumuman arah suku bunga BI yang akan buat investor wait and see,” jelas Reydi.

Ia menambahkan, faktor politik dalam negeri seperti reshuffle kabinet juga masih mempengaruhi sentimen pasar. 

Untuk itu, Reydi menyarankan, investor fokus pada saham-saham sektor keuangan yang sensitif terhadap suku bunga, seperti BBRI, BMRI, BBNI, dan BBTN, apalagi Bank Indonesia menyalurkan dana Rp 200 triliun kepada HIMBARA.

Ketua The Fed Jerome Powell Beri Sinyal Bakal Pangkas Suku Bunga

Sebelumnya, Ketua the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell telah memberikan sinyal besar terhadap harapan akan ada penurunan suku bunga pada September. Hal ini sebuah langkah yang telah dituntut oleh Presiden AS Donal Trump selama berbulan-bulan.

Mengutip BBC, Sabtu (23/8/2025), berbicara di hadapan para bankir sentral yang berkumpul di Jackson Hole, Wyoming, Ketua the Fed Jerome Powell juga berpendapat dampak inflasi dari tarif Trump 2025 dapat bersifat sementara.

Namun, ia tidak, seperti yang diperkirakan beberapa pihak, membahas tantangan tambahan yang dihadapinya dalam beberapa bulan terakhir: tekanan politik yang diberikan kepada bank sentral AS, rentetan ejekan Trump, dan tuntutan agar Powell dicopot dari jabatannya.

Pergeseran ke sikap yang lebih "dovish", yang menunjukkan pelonggaran biaya pinjaman, mendorong harga saham lebih tinggi.

Mengutip CNBC, indeks Dow Jones ditutup naik 1,89% ke posisi 45.631,74. Indeks S&P 500 menguat 1,52% ke posisi 6.466,91. Indeks Nasdaq bertambah 1,88% ke posisi 21.496,53.

Para ekonom dan investor sudah memperkirakan suku bunga pinjaman akan turun dari kisaran 4,25 hingga 4,5% saat ini.

Dibayangi Tarif Dagang

Pelemahan pasar tenaga kerja AS baru-baru ini semakin meningkatkan ekspektasi tersebut, tetapi dampak tarif besar-besaran Trump terhadap harga telah menimbulkan keraguan.

"Dalam jangka pendek, risiko inflasi cenderung meningkat, dan risiko ketenagakerjaan cenderung menurun—sebuah situasi yang menantang," kata Powell.

Bank sentral biasanya memangkas suku bunga untuk mendorong pertumbuhan jika ada tanda-tanda perlambatan ekonomi dan penurunan lapangan kerja. Hal itu karena membuat konsumen dan bisnis lebih murah untuk meminjam.

Namun, mendorong pertumbuhan harus diimbangi dengan mengendalikan kenaikan harga. Suku bunga yang lebih tinggi dapat membantu mengendalikan inflasi, yang seringkali dianggap sebagai prioritas utama bank sentral.

Powell Melihat Dampak Tarif Sudah Terlihat

Anggota komite pembuat kebijakan akan mengambil keputusan "semata-mata berdasarkan penilaian mereka terhadap data dan implikasinya terhadap prospek ekonomi dan keseimbangan risiko."

"Kami tidak akan pernah menyimpang dari pendekatan itu," ujarnya.

Pidato Jumat kemungkinan akan menjadi pidato terakhir Powell di pertemuan tahunan para bankir sentral negara itu di Jackson Hole, karena masa jabatannya akan berakhir pada Mei 2026. Ia ditunjuk sebagai ketua Federal Reserve oleh Trump pada 2017.

Namun, sejak itu Trump telah menunjukkan permusuhan yang semakin meningkat, melontarkan hinaan pribadi kepada bankir sentral tersebut, termasuk menyebutnya "orang bodoh" dan "orang bodoh yang keras kepala", karena ia tidak mendukung seruan presiden untuk pemotongan suku bunga pinjaman yang cepat dan besar.

Trump juga secara terbuka telah mengemukakan gagasan untuk mencopot Powell dari jabatannya lebih awal, meskipun tidak jelas apakah ia memiliki wewenang hukum untuk melakukannya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |