Liputan6.com, Batam - Suasana haru menyelimuti rumah sederhana di Blok A No 69, Kaveling Sei Lekop, Sagulung, Kamis (19/6/2025) siang. Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, datang langsung menyambangi keluarga almarhum Muhammad Alif Okto Karyanto (12), bocah yang kisahnya viral usai diduga tidak mendapat layanan maksimal dari RSUD Embung Fatimah.
Kehadiran Amsakar bukan sekadar sebagai pejabat, tapi sebagai sesama manusia yang turut merasakan duka mendalam. Ia duduk bersama orang tua Alif, mendengarkan kisah mereka tanpa sekat. Sesekali terdengar isak pelan. Dalam momen itu, Amsakar menyampaikan bela sungkawa atas kepergian Alif dan menekankan pentingnya empati dalam layanan publik, terutama kesehatan.
“Saya datang bukan hanya sebagai wali kota, tapi sebagai ayah yang juga punya anak. Saya bisa rasakan betapa hancurnya perasaan orang tua Alif,” ujar Amsakar Achmad.
Sebelumnya, Amsakar melakukan inspeksi mendadak ke RSUD Embung Fatimah untuk menggali langsung kronologi kejadian yang menggemparkan itu. Ia berbicara dengan manajemen dan tenaga medis, mencoba menyatukan benang merah antara kebijakan, prosedur, dan kenyataan di lapangan.
Ia mengakui bahwa kendala regulasi dan administratif kerap menjadi penghalang utama bagi masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Namun, ia menegaskan bahwa prosedur tak boleh mengesampingkan kemanusiaan.
“Kalau pasien datang tengah malam dalam kondisi darurat, jangan berpikir soal biaya dulu. Layani dulu, pikirkan solusinya kemudian. Itu pesan saya ke seluruh jajaran kesehatan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kehadiran Humas RSUD yang lebih aktif dan responsif dalam menyikapi isu-isu publik. Di tengah derasnya arus informasi digital, keterlambatan klarifikasi bisa memicu krisis kepercayaan yang lebih besar.
Kunjungan ini menjadi momentum reflektif bagi Pemkot Batam. Amsakar berharap, tragedi yang menimpa Alif menjadi pelajaran bagi semua pihak agar pelayanan kesehatan lebih mengedepankan hati nurani.
“Saya sangat menghargai sikap keluarga yang memilih tidak memperpanjang polemik. Justru dari kesedihan ini, kita semua belajar bahwa tak ada yang lebih penting dari nyawa dan martabat manusia,” ujarnya menutup pertemuan.
Menurut Amsakar, pelayanan publik harus hadir bukan sekadar sebagai kewajiban, tetapi sebagai panggilan hati.
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Wanita Nekat Terobos Paspampres dan Cegat Mobil Demi Salami Jokowi
Kata RS dan BPJS
Pihak Rumah sakit bersama BPJS Kesehatan Batam sebelumnya memberikan klarifikasi terkait meninggalnya Muhammad Alif Okto Karyanto (12), seorang pasien yang meninggal dunia beberapa jam setelah dipulangkan dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tersebut.
“Saat itu juga langsung kami layani di IGD sesuai keluhan: nafsu makan menurun, dan dua jam sebelumnya terlihat sesak di rumah. Akhirnya kami kasih bantuan oksigen, pemeriksaan laboratorium, respirasi, nadi, dan pemeriksaan kadar saturasi oksigen,” ujar Sri Widjayanti melalui Humasnya kepada Liputan6.com saat dikonfirmaasi.
Menurutnya, setelah hampir empat jam diobservasi oleh tim IGD, kondisi MA disebut stabil dan tidak masuk kriteria gawat darurat yang dijamin BPJS Kesehatan. “Akhirnya kita pulangkan, dan diberikan edukasi untuk planning ke depannya pasien disarankan rawat jalan dan kontrol ke poli dokter spesialis anak, dan kalau terjadi apa-apa di rumah segera dibawa ke IGD, kita siap bantu kembali,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Lagat Siadari, menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa informasi yang mereka terima menyebutkan pasien ditolak perawatannya dengan fasilitas BPJS Kesehatan dan diminta untuk membayar secara mandiri.
“Karena alasan tidak mampu, orang tua membawa yang bersangkutan pulang ke rumah dan tidak lama kemudian meninggal dunia,” ucap Lagat, Senin kemarin (16/6).
Lagat menegaskan RSUD Embung Fatimah adalah milik Pemerintah Kota Batam dan orang tua pasien tidak mampu. Ia menyoroti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan, mendefinisikan pasien gawat darurat sebagai kondisi yang memerlukan tindakan medis segera.
Lagat mengaku heran mengapa hasil observasi paramedis menyimpulkan pasien anak Muhammad Alif Okto Karyanto tidak memenuhi syarat kegawatdaruratan untuk dirawat dengan skema BPJS Kesehatan.
Malah pasien ditawarkan pihak IGD untuk dirawat dengan biaya mandiri. Itu berarti memang pasien harus dirawat segera ketika itu.
"Terbukti pasien meninggal beberapa jam pasca dibawa pulang oleh orang tuanya karena kemungkinan kondisinya makin buruk di rumah,” tegas Lagat.
Ia mencurigai RSUD Embung Fatimah menerapkan standar ganda untuk mendiagnosa pasien IGD agar dirawat secara mandiri, serta meluruskan kekhawatiran rumah sakit terkait klaim BPJS Kesehatan yang sebenarnya bisa dipertimbangkan dengan catatan kondisi pasien.